Kembali Memberi Kepercayaan
Selamat pagi, ibu-bapak, mbah kung-mbah putri, mas-mbak, dan seluruh Saudaraku yang baik. Betapa Allah itu baik. Dalam keadaan sehat maupun sakit, Dia menjadi sahabat sejati kita. Dia Menemani, memelihara dan memberi kekuatan hingga pagi yang baru ini. Bahan refleksi harian: Yohanes 21:17
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku
Yohanes 21:17
Saudaraku, ada dua hal dalam hidup yang sering kita hadapi. Sukses dan gagal. Sukses adalah kita bisa mencapai hal yang kita impikan. Sukses dalam studi. Sukses dalam pekerjaan. Sukses dalam membimbing anak. Sukses senantiasa diwarnai luapan suka cita dan rasa syukur. Bahkan juga rasa bangga. Lihatlah acara wisuda sarjana. Baik orang tua maupun wisudawan-wati semua berwajah sumringah. Penuh senyum. Begitulah salah satu contoh ekspresi menggapai kesuksesan.
Bagaimana dengan kegagalan? Suasana sebaliknya akan terpancar dari orang yang gagal. Wajahnya tertunduk. Berjalan gontai. Ada atlit yang gagal meraih medali dalam perlombaan olah raga sampai menangis. Hati penuh penyesalan atau kekesalan. Boleh jadi, kegagalan merupakan situasi yang paling ditakuti akan terjadi dalam hidup seseorang. Pengalaman kegagalan bisa membuat sang pelakunya merasa kecil dan malu.
Sukses dan gagal merupakan dua suasana yang berbeda satu dengan yang lain. Selama Anda dan saya masih hidup, dua hal tersebut silih berganti mengisi hidup kita. Suatu saat dalam hal tertentu kita sukses, tapi kemudian dalam hal lain justru kita menemui kegagalan.
Simon Petrus adalah salah seorang murid Tuhan Yesus paling menonjol. Kitab Injil memberi kesaksian tentang Simon Petrus. Setiap momen penting yang dialami Tuhan Yesus, di sana hadir tokoh ini. Saat Tuhan Yesus berubah wujud di puncak gunung Tabor, Simon diajak serta untuk melihatnya. Ketika Tuhan Yesus akan ditangkap di taman Getsemani, dengan gagah berani Simon Petrus menetak telinga Malkhus, hamba Imam Besar. Itu semua menggambarkan Simon Petrus punya kelebihan dan sosok istimewa.
Hanya, Injil pun merekam kegagalannya untuk menjukkan identitas sebagai murid Tuhan Yesus. Kokok ayam tiga kali menandai penyangkalannya. Ia gagal menjawab jujur pertanyaan seorang perempuan mengenai status kemuridannya. Tiga kali ditanya, tiga kali menyangkali.
Ganjaran atas orang yang gagal menjalani suatu tugas, umumnya dijatuhi sangsi. Apakah sangsi sosial, atau mendapat hukuman tertentu. Seorang pegawai yang tidak sukses memenuhi tugas tertentu, atasannya akan menghukumnya. Kariernya tersendat. Sangsi berupa tidak dipercayai lagi merupakan salah satu sangsi yang berat.
Saudaraku, Simon jelas pernah gagal. Tapi, Tuhan Yesus memberi kepercayaan lagi. Dengan diberi tugas “menggembalakan domba-domba milik Allah”, Tuhan mengangkat Simon Petrus dari keterpurukan karena pernah gagal. Di mata Tuhan Yesus, selama orang yang pernah gagal masih mempunyai tekad, keinginan kuat, melakukan perubahan dan pembaruan, orang itu patut diberi kepercayaan baru. Kesalahan sekali-dua kali tidak boleh dihukum dengan ketidak percayaan seumur hidup.
Di mata Yesus, setiap orang pernah gagal. Tapi, itu bukan akhir segala-galanya. Orang itu masih perlu dipulihkan. Dengan apa? Dengan diberi tugas. Pekerjaan menggembalakan domba-domba Allah bentuk kepercayaan Allah. Jadi, kalau kita diberi tugas pelayanan atau tugas apapun yang bersifat mulia, jangan tolak. Itulah bentuk Allah percaya pada kita. Sungguh indah hidup ini manakala kita dipercayai Allah dan sesama.
Tuhan kami berdoa, janganlah kami menolak kepercayaan yang Tuhan berikan, melainkan menyambutnya dengan suka cita dan bertanggung jawab.
Berkati hari ini. Doa ini dalam nama Yesus, kami naikkan. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno