Toleran Adalah Ekspresi Iman
Selamat pagi, opa-oma, bapak-ibu, mas-mbak dan Saudaraku yang baik. Langit mendung dan curah hujan tinggi. Meski demikian kita terus bersyukur kepada Tuhan, karena kasih Tuhan pun terus mengalir dalam hidup kita. Sekaligus, kita berterima kasih atas segala kebaikan-Nya. Bahan refleksi harian: Yohanes 4:9
Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)
Yohanes 4:9
Saudaraku, sering kita mendengar ungkapan larangan di kalangan Saudara muslim kita bahwa seorang pria tidak boleh berjalan sembarangan dengan bukan muhrimnya. Artinya, tidak boleh pria dengan perempuan bukan istrinya atau pasangan resminya terlihat hanya berdua-dua saja. Maksudnya baik, agar mencegah terjadinya hubungan kurang pantas. Pelarangan itu juga mencegah melahirkan gosip yang kurang pas.
Di era atau zaman Tuhan Yesus larangan demikian sudah ada. Ya, larangan untuk tidak sembarangan ngobrol atau komunikasi dengan seorang perempuan. Malah, tidak sebatas dengan bukan pasangan resminya. Seorang pria Israel tidak boleh bercakap-cakap dengan perempuan Samaria. Seorang pemimpin agama dilarang bergaul dan berkomunikasi dengan perempuan janda. Semuanya untuk menjaga kesucian diri.
Larangan-larangan itu, dipatahkan Tuhan Yesus saat bertemu dengan seorang perempuan Samaria di sumur Yakub. Yesus tidak menggubris segala tetek bengek pembatasan itu. Padahal, terlarang sekali berdua berkomunikasi dengan perempuan kawan bicara-Nya itu. Di mata norma atau aturan yang berlaku, pasti tindakan Tuhan Yesus tidak pantas. Pertama, kawan bicaranya jelas-jelas perempuan. Bukan istri atau pasangan hidup seperti yang diatur oleh norma. Kedua, perempuan itu orang Samaria. Orang Israel melihat keimanan orang Samaria itu tidak murni. Ketiga, perempuan itu tipe sudah lima kali 5 suaminya berganti. Statusnya sekarang, tengah hidup bersama dengan seorang pria tanpa ikatan perkawinan resmi.
Tentu saja, di mata orang Israel tindakan Tuhan Yesus digolongkan perbuatan tercela. Bercakap-cakap dengan perempuan yang jelas-jelas buruk secara moral keagamaan. Komentar kita, berani sekali Tuhan Yesus melakukan itu? Bukankah masyarakat bisa menjatuhkan sanksi atau hukuman sosial, bisa cibiran, gosip sampai pengusiran. Apakah dasar yang melatarbelakangi tindakan Tuhan Yesus?
Saudara, kita pernah mendengar ucapan Tuhan Yesus bahwa hanya orang sakit yang membutuhkan tabib. Betul, orang sakitlah yang membutuhkan dokter. Jika, perempuan itu dinilai perempuan sakit, dalam pengertian rohaninya sakit, justru tepatlah tindakan Tuhan Yesus. Perempuan itu membutuhkan tabib, dan Tuhan Yesuslah tabib yang tepat. Dia membimbing dan mengarahkan perempuan itu pada jalan kehidupan yang benar.
Saudaraku. Orang sakit bukannya disisihkan dan ditinggalkan. Dia akan makin parah penyakitnya. Seseorang yang rohaninya sedang haus atau selama ini tidak mendapatkan minum air yang sehat, berilah minum minuman rohani yang sehat. Adalah keliru jika yang tersesat lalu malah disisihkan. Orang itu akan makin tersesat dan makin jauh.
Hal lain yang juga patut kita renungkan, Tuhan Yesus mengajarkan pola keagamaan yang benar. Yakni sikap keagamaan yang terbuka. Dalam bahasa sekarang disebut inklusif. Bahwa beragama itu membangun relasi bukan menutup relasi, terutama dengan yang berbeda. Bisa beda agama maupun sukunya. Atau biasa memakai kiasan membangun jembatan bukan membangun tembok.
Inilah tantangan kita sekarang. Di tengah pandemi dan bencana alam di mana-mana, seperti banjir. Dibutuhkan sikap bergandengan tangan. Menghimpun potensi bersama. Lalu menolong yang kena musibah tanpa melihat apapun agama dan sukunya.
Masih ada ketakutan bergaul dan hidup bersama dengan yang berbeda. Ada orang tua yang menanamkan sejak dini pada anak-anaknya tidak boleh bergaul dengan anak sebaya yang berbeda agama atau suku. Sejak dini sudah menanamkan hal buruk kepada anaknya tentang agama lain. Demikian juga, di perguruan tinggi marak dicekoki atau diindoktrinasi sifat-sifat buruk agama lain.
Orang Kristen melangkah dengan mengikui jejak Guru Agung kita. Tuhan Yesus sangat ramah, terbuka atas orang-orang yang berbeda. Berbeda baik agama, suku dan jenis kelaminnya. Justru, Tuhan Yesus mematahkan aturan-aturan yang membatasi pergaulan sosial lintas iman dan suku. Jadi, sebagai orang kristen kita membangun jembatan agar kita bisa terhubung dengan yang lain. Dan kita harus membobol tembok yang menghalangi perjumpaan kemanusiaan kita dengan mereka yang berbeda. Dengan cara demikian, kita menjadi orang kristen yang teguh, sekaligus luwes. Menghormati keperbedaan itu tidak mengurangi iman. Keperbedaan itu tidak menakutkan kita, melainkan menjadi pelangi kehidupan. Memperkaya kehidupan iman dan relasi kita. Dengan sikap toleran tidak membuat kekristenan kita merosot. Tidak sama sekali. Malah, itulah ekspresi iman seperti yang diajarkan Tuhan Yesus.
Kita berdoa, “ya, Allah Pencipta manusia dengan keragamannya. Berilah kami sikap keagamaan dan spiritualitas yang rendah hati dan toleran. Kami ingin dihargai oleh penganut agama lain, tetapi kami pun sebaiknya menghargai mereka.
Kami ingin berdoa untuk Tuhan telah tambahkan usianya. Semoga suka cita dan bahagia hadir di hari istimewa ini. Istri, anak-anak dan cucu juga ikut bersuka cita.
Berkati kami hari ini, ya Allah. Yang sakit tolong pulihkanlah, yang sehat tetap terjaga kesehatannya. Biarlah kebahagiaan menjadi milik kami semua pada hari ini.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno