Selamat pagi. Selamat memasuki hari yang baru, ibu-bapak, oma-opa dan saudara-saudaraku yang baik. Terima kasih kita panjatkan kepada Tuhan. Tuhan melindungi istirahat malam kita. Dan kini kita memasuki hari Senin. Refleksi kali ini kita akan memaknai relasi serta komunikasi.
Firman Tuhan yang menjadi dasar refleksi, ”Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”
Yohanes 1:14
Saudaraku, seorang raja ingin tahu, bahasa apakah yang dikuasai seorang bayi jika sudah bisa bicara? Dan bayi itu tidak boleh ada yang mengajarinya bahasa tertentu, apakah bayi itu berbahasa Inggris, Korea, Jawa, Batak, Sunda, atau apa?
Lalu, sang raja membuat titah, “tidak boleh seorang pun yang mengajak bicara bayi-bayi yang dijadikan eksperimen”. Jika bayi itu menangis, tertawa atau ingin disapa, tidak boleh direspon. Termasuk orang tuanya. Mereka jangan mengajak bicara bayinya. Raja sekali lagi ingin tahu, dengan cara demikian, jika sudah waktunya bayi itu bisa bicara, bahasa apakah yang kemudian dipergunakannya.
Apa hasilnya? Apa yang terjadi? Memasuki usia 3 tahun, ternyata 2/3 dari bayi-bayi itu mengalami kematian. Sedangkan yang masih hidup mengalami kerusakan otak. Penelitian gagal dari tujuannya.
Tapi, muncul pandangan baru. Bahwa seseorang akan mengalami kematian atau mengalami gangguan otak dan pikiran, karena tidak ada relasi serta komunikasi. Manusia yang tidak bicara dan bergaul bersama orang lain akan mengalami gangguan perkembangan hidupnya.
Coba saja, jangankan 3 tahun, 8 bulan saja kita berada dalam isolasi sosial. Dikurung di tempat tertentu. Tanpa melihat orang lain. Jika pun melihat orang lain, tidak ada tegur sapa. Bicara sendiri. Tertawa sendiri. Menangis sendiri. Tidak ada yang menghibur. Tidak ada yang membuka diri dengan kita. Singkatnya, tidak ada yang mau berkomunikasi. Pasti manusia yang mengalami perlakuan seperti itu akan mengalami gangguan kejiwaan.
Saudaraku. Manusia tidak hidup dari makanan saja, tapi juga memerlukan relasi serta komunikasi. Saya mempunyai beberapa teman, di Jogja dan Cirebon yang terpapar virus. Mereka harus menjalani isoma, isolasi mandiri. Dalam status yang ditulisnya, ternyata mirip. Tantangan beratnya adalah kesepian, kejenuhan dan terputusnya komunikasi face to face dengan keluarga dan sahabat.
Keluhannya tidak soal makan, karena makan cukup. Tidak lantaran tempat pelayanan isolasi, karena fasilitas kesehatan cukup memadai. Melainkan, yang dirindukan sosok keluarga, teman, mereka yang bisa diajak bicara bersama atau tertawa bersama. Atau mendengar langsung kata-kata yang meneguhkan. Perasaan itu tidak terjawab, padahal sudah ada kemajuan teknologi media. Bisa video call atau percakapan lainnya.
Saudaraku. Bisa dibayangkan jika Allah tidak berkomunikasi dengan manusia? Kondisinya juga pasti buruk buat manusia. Kita mengalami ketidak beresan. Ada kekosongan jiwa. Jiwa yang labil. Tersumbat luapan emosi dan hati kita kepada Allah. Ada kehilangan dan kerinduan atas inti atau esensi kehidupan. Natal adalah Allah yang berkomunikasi. Ia memperkenalkan diri, bahkan tinggal di antara kita. Jauh jadi dekat.
Sedangkan doa adalah ekspresi komunikasi kita dengan Allah. Kepada-Nya kita mengeluh, menangis, melepaskan kepenatan jiwa. Tetapi juga doa penuh suka cita kita ungkapkan kepada-Nya. Pendeknya, kita tidak bisa hidup tentram, sehat, tenang, bahagia tanpa kehadiran berkomunikasi yang sehat dengan Dia.
Di hari Senin ini, kita melangkah. Kita tetap terpaut komunikasi dengan Allah, dengan sesama, dengan keluarga. Kita jaga dan pelihara komunikasi. Tanpa itu, kita tidak bisa mengecap hidup yang sehat dan sejahtera pikiran, hati dan emosi kita.
Kita berdoa, Tuhan, ikatkan kami dengan Engkau agar terus terpelihara komunikasi Engkau dan kami. Kami pun menjaga dan terus memelihara komunikasi dengan sesama kami.
Kami tengah menantikan kedatangan-Mu. Semoga relasi dalam keluarga kami tidak terputus atau terganggu yang disebabkan konflik keluarga. Kiranya damai dan rukun mewarnai keluarga kami masing-masing. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.