Oleh Pdt. Supriatno
Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih pada Allah, jantung kita masih berdetak, paru-paru kita masih bernafas, panca indra kita masih bekerja dan organ tubuh yang lain tetap berfungsi. Itu tanda nyata, betapa baiknya Tuhan. Sekaligus kita masih dipercaya Tuhan melanjutkan kehidupan.
Firman Tuhan yang hendak kita renungkan berbunyi, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Yohanes 14:2
Saudaraku, gelisah adalah salah satu gejolak perasaan. Ditandai dengan adanya rasa hati yang tidak tentram. Ketika tidur malam, kualitas tidur tidak lelap. Bahkan, suka bangun tiba-tiba di malam hari dan sulit memejamkan mata kembali. Pikiran menerawang kemana-mana.
Orang yang dilanda kegelisahan mengalami “tidur tak nyenyak, makan tak enak.” Ada persoalan yang seakan-akan tak terselesaikan. Atau ada persoalan yang kelak dihadapi. Kedua hal itu, bisa langsung memicu kegelisahan seseorang.
Bagaimanapun, Saudaraku, setiap gejolak perasaan tentu ada sebabnya. Orang yang tidak pasti masa depannya bisa gelisah. orang yang tiba-tiba mengalami pemutusan hubungan kerja. Tentu, tak lepas dari sergapan kegelisahan. Khususnya, manakala orang itu tidak tahu pasti bagaimana mengisi hari-hari ke depan. Belum tahu mau bagaimana membiayai hidup esok hari.
Saudaraku, banyak faktor penyebab ketidaktentraman hati. Kini kasus virus korona pun bisa menjadi sumber kegelisahan.
Orang yang gelisah bisa siapa saja. Bisa dari buruh kecil sampai pejabat tinggi. Dari orang yang serba kekurangan sampai orang yang serba kelimpahan. Atau bisa juga Anda dan saya. Sesungguhnya, semua orang bisa dihinggapi kegelisahan diri. Tidak ada yang imun dari kegelisahan.
Sama. Para murid Tuhan tidak kebal dari perasaan gelisah. Mereka pun gelisah. Mereka sadar kelak akan ada perpisahan fisik dengan Guru mereka, Yesus Kristus. Akibatnya, mereka takut dan kuatir bilamana hal itu menjadi kenyataan. Bagaimana nasib mereka baik, Atau nasib buruk yang menanti mereka? Pertanyaan-pertanyaan demikian, mengusik ketentraman hati mereka.
Saudaraku, Tuhan Yesus menangkap suasana hati dan batin mereka. Hati dan batin yang tidak tenang dan tentram. Ada keraguan dalam diri para murid-Nya memasuki masa depan. Kurang percaya diri. Rasa ragu yang menumbuhkan rasa takut.
Tuhan Yesus melihat gelagat itu. Ia menyadari bahwa para murid-Nya musti diyakinkan agar mereka tidak takut maupun kuatir. Untuk itu, Tuhan Yesus meminta mereka percaya. Ya, kata kunci menangkal kegelisahan adalah percaya. Dalam hal ini percaya kepada Allah dan percaya pada Tuhan Yesus.
Percaya di sini mengandung arti menyerahkan hidup dan masa depan kepada rencana Allah. Percaya bahwa Tuhan memiliki kekuatan dan kekuasaan yang mampu menghapuskan atau paling tidak mengurangi beban batinnya. Kegelisahan akan terobati dengan memasrahkan nasib kepada Tuhan saja. Sebab Tuhan yang penuh kuasa itu, adalah Tuhan perduli atas mereka yang percaya kepada-Nya. Tuhan yang peka melihat kegelisahan hati seseorang.
Saudaraku. Banyak orang tetap gelisah sebab beban kekuatirannya tidak dilepaskan. Dia pegangi terus masalahnya. Segelas air itu ringan. Namun jika kita angkat terus berhari-hari apalagi berbulan-bulan. Segelas air itu akhirnya menjadi hal berat yang bisa melelahkan tangan yang mengangkatnya terus-menerus.
Demikianlah juga jika sebuah beban hidup yang tidak dilepaskan. Jika beban hati tidak diserahkan kepada Tuhan. Bisa melumpuhkan hidup seseorang.
Untuk itu, mari, kita biarkan Tuhan yang memimpin hidup kita ke depan. Biarkan Allah memegang tangan kita. Serahkan masa depan kita kepada-Nya. Kita pasrahkan kesehatan kita, keluarga kita, pekerjaan kita ke dalam tangan-Nya.
Bagaimanapun, Dia paling tahu hal terbaik buat kita. Niscaya, kelak Dia akan melepaskan beban kegelisahan kita. Bukankah kita ingat dan meyakini kebenaran firman Tuhan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” ( 1Petrus 5:7).