Oleh Pdt. Supriatno
Firman Tuhan yang memandu langkah kita adalah, “Ketika dilihat Delila, bahwa segala isi hatinya telah diceritakannya kepadanya, disuruhnyalah memanggil raja-raja kota orang Filistin, katanya: “Sekali ini lagi datanglah ke mari, sebab ia telah menceritakan segala isi hatinya kepadaku.” Lalu datanglah raja-raja kota orang Filistin itu kepadanya sambil membawa uang itu. “ Hakim-hakim 16:18
Saudaraku, uang itu bisa menyilaukan mata dan membutakan hati nurani. Pesona uang sungguh luar biasa, dulu, sekarang dan masa datang. Benda ini, bisa berpengaruh pada perilaku, emosi dan sikap seseorang. Termasuk tega mengkhianati iman dan cinta. Nama Simson dan Delilah merupakan kisah pasangan kekasih yang melegenda, kemudian berakhir tragis. Ikhwalnya, gara-gara Delilah yang kemaruk uang, Simson membongkar rahasia kekuatannya. Dari sanalah Simson sedang menggali kuburannya sendiri. Sebab, dengan menyingkapkan rahasia kekuatannya, sebenarnya ia membeberkan kelemahan. Rahasia kelemahan itu, segera dimanfaatkan maksimal bangsa Filistin.
Simson adalah salah satu hakim di Israel yang punya kehebatan fisik luar biasa. Kelebihan ini menimbulkan kegentaran di pihak Filistin, musuh Israel. Sayangnya, ia teramat mudah tertekuk hatinya oleh pesona kecantikan perempuan. Tidak perduli latar belakang dan watak perempuannya. Karena itu, meski Delila seorang sundal atau PSK, dan perempuan mata duitan istilah sekarang “cewek matre”, Simson tidak perduli. Ia melabuhkan cintanya pada perempuan itu. Cinta bersifat asmara yang membutakan Simson sehingga mengantarnya terperosok jatuh.
Saudaraku. Faktor kelemahan inilah, yang menjadi pintu masuk bangsa Filistin memakai Delila membongkar rahasia di balik kekuatan fisik luar biasa Simson. Dan bagi Delila, ia tidak perduli cinta Simson yang amat besar padanya. Ia melihat bahwa Simson tergila-gila padanya, itu merupakan peluang besar mendapatkan uang berlimpah. Baginya tidak ada cinta sejati. Cinta sejati itu non sense. Yang nyata itu uang, uang dan uang. Demikian prinsip hidupnya. Maka, Delila melihat Simson bukan lagi hakim perkasa, bukan pula pecinta sejatinya. Delila melihat sosok Simson tidak lebih dari sapi perah. Bisa jadi ATM. Itulah sebabnya, ia mau kolaborator, bekerja sama dengan bangsa Filistin mencari rahasia kehebatan Simson. Dan berhasil. Bahkan, Simson sendiri yang menceritakan langsung rahasianya kepada Delilah.
Saudaraku, ini drama percintaan yang membuat kita bisa mengenali watak manusia. Perkasa tubuhnya, tidak otomatis perkasa mental dan pendiriannya. Sehebat apapun seseorang pasti punya kelemahan. Simson sebagai hakim di Israel, tokoh bukan sembarangan. Ia menonjol kehebatan fisiknya dan punya nyali yang besar menghadapi musuh. Di bawah kepemimpinannya bangsa Filistin tidak bisa menyentuh Israel.
Ternyata, pada sisi lain, Simson takluk oleh pesona kecantikan seorang perempuan. Padahal reputasi buruk Delilah seharusnya menjauhkan Simson dari pelukannya. Simson bermain api dan terbakar. Memang, sekali lagi cinta itu buta, demikian kata orang. Di hadapan Delilah, Simson begitu patuh. Patuh tanpa kritis, laksana kerbau dicucuk hidungnya.
Saudaraku, saya, Anda dan kita semua manusia pasti punya kelebihan. Tuhan menciptakan talenta dan potensi pada keberadaan kita. Tetapi, kita pun harus terbuka, paling tidak menyadari sejak dini bahwa kita pun pasti punya kelemahan diri. Ya, setiap manusia punya kekemahan. Ada orang yang lemah soal uang. Ada orang yang lemah soal perempuan atau laki-laki. Ada orang yang lemah dalam mengendalikan emosi. Ada orang yang ambisius. Dan hal-hal lain.
Sejak dini, sebaiknya kita harus sadar sisi kelemahan kita. Dengan demikian, kita sudah mengantisipasinya. Kita sudah berjaga-jaga. Kalau lemah karena gampang takluk sama perempuan, apalagi sudah punya istri, ya hindari pergaulan yang berlebihan dengan perempuan tertentu. Bila lemah soal uang, perbesar fungsi kontrol pihak luar atas kita.
Simson, untunglah di ujung hidupnya dia masih menjadi berkat bagi bangsanya. Setelah sadar dia dimanfaatkan, dia bertekad menghancurkan bangsa Filistin. Dia masih menebus kekeliruannya dengan tindakan yang bermanfaat bagi bangsanya. Sayangnya, ada banyak orang berakhir hidupnya, tidak sempat berubah dan keluar dari lumpur kelemahannya. Sehingga orang demikian mati dalam kenistaan. Mati tanpa sempat memperbaiki dirinya.
Marilah, kita bijak mengelola kehidupan. Kelebihan yang kita miliki, kita jaga dan tingkatkan. Sedangkan sisi kelemahan kita, kita waspadai agar kita tidak tercebur dan tidak bisa keluar darinya. Kita tidak mau kekeliruan terus melekat pada diri kita, tanpa perbaikan diri. Dalam menghayati penderitaan Kristus, kita menghatinya dengan ketendahan hati. Kita sadar kita punya kelemahan. Pada sisi lain, kita bertekad terus-menerus memperbaiki diri.