Sahabat Setia

Oleh Pdt. Supriatno

Selamat pagi, mas-mbak, bapak-ibu, opa-oma dan saudaraku yang baik. Puji syukur kepada Allah yang menempatkan kita di bawah sayap pernaungan-Nya. Laksana anak ayam di bawah sayap induknya. Sehingga pagi ini, kita bangun dan menghirup kehidupan.

Firman Tuhan yang kita renungkan, “Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya.” Ayub 23:11-12

Saudaraku, betapa indah isi firman di atas. Menunjukkan tekad kuat dari orang yang mau tetap taat. Dan orang yang ingin mengikuti jejak yang dibuat Allah kemanapun Allah pergi. Dia ingin berjalan di jalan yang lurus.

Mengapa saya katakan indah? Karena pernyataan itu terucap dari seorang Ayub. Sedangkan Ayub tengah berada dalam situasi berat. Harta yang tadinya berlimpah, telah sirna semua. Hartanya sungguh berlimpah. Setara ratusan miliar rupiah. Jumlah yang bukan main. Anak-anak telah pergi selamanya. Sedangkan istri kecewa dan minggat. Tidak hanya itu, Ayub pun telah kehilangan kesehatan terbaiknya.

Jadi, ungkapan tekad itu lahir dari seorang yang tengah menghadapi kemalangan besar. Untuk orang biasa, mungkin bisa memerlukan penanganan dokter jiwa. Sebab beban yang dipikul amat berat. Ada yang hilang sementara, seperti harta benda. Ada yang hilang selamanya, yakni kematian anak yang dicintainya.

Bagaimanapun, tidak mudah menyatakan komitmen atau tekad mau taat pada saat menderita. Lebih mudah mengeluh dan menggugat. Lebih gampang menyatakan kata “mengapa?”. Mengapa saya jadi miskin, Tuhan? Mengapa anak-anakku mati, Tuhan? Mengapa istriku tidak tabah dan menemani di saat kesusahan berat, Tuhan? Namun, Ayub memperlihatkan yang tetap mau setia dan taat pada Allah. Ini sungguh mental baja dan iman luar biasa.

Dalam kehidupan nyata, kehilangan banyak hal yang berharga menyebabkan hati seseorang limbung. Semangat hidup hilang. Perasaan lesu. Gairah untuk melanjutkan hidup sangat rendah. Pengalaman keterpurukan Ayub itu, kisah contoh bagaimana kehilangan hal yang terbaiknya. Bahkan tidak hanya harta benda, sosok-sosok tercinta pun hilang selama-lamanya. Saya yakin, ini situasi yang stressfull. Artinya, berat sekali. Orang yang tidak tahan akan stress berat.

Orang stress kehilangan energi terbaik untuk mau melakukan keinginan dari pihak di luar dirinya. Coba saja lihat, orang yang demikian tidak mau menggubris nasihat orang lain. Hati tertutup atas nasihat. Ia hanya melamun dan melamun.

Apalagi, mau menjalankan tindakan tertentu. Orang yang tengah bergumul dalam situasi demikian, maunya menenggelamkan diri dalam kemasa bodohan. Sekaligus hanyut dalam kepedihan. Jiwanya lumpuh.

Saudaraku, artinya, dalam situasi terburuk apapun, Ayub masih menyimpan rasa percaya kepada Allah. Semua memang sudah habis. Anak, istri, harta semuanya hilang. Termasuk teman-temannya yang hanya pandai menasihati dan menyalahkan dirinya. Yang masih tetap mau di samping Ayub cuma satu. Dia adalah Allah. Allah tetap sabar menjadi Sahabat setia di kala duka.

Itulah yang membuka mata batin Ayub. Allah tidak beranjak dan meninggalkan dia sendiri. Di tengah beban akhirnya Ayub menegaskan kesediaannya tetap mengikuti jalan Allah. Jalan dari Dia yang amat setia mengerti kesusahan batin dan fisiknya.

Saudaraku, sisi inilah yang menjadikan inspirasi buat kita. Kita belajar tentang ketahanan iman. Orang yang tahan iman tidak hanyut oleh arus hidup yang berat. Dia tidak tenggelam oleh badai kehidupan yang menakutkan. Tapi, tetap jalan hidupnya mengikuti suara Allah.

Sulit. Jelas, memang amat sulit. Kita pun saat ini, masih berada dalam bayangan kesulitan berat. Bahkan, kesulitan nyata. Wabah belum selesai. Perjuangan melawan dan mengatasinya belum usai. Ayub menginspirasi kita. Kita tidak boleh kalah oleh kesulitan. Kesulitan tidak boleh menumbangkan iman dan ketahanan mental kita.

Sumber kekuatan adalah Allah tidak meninggalkan Saudara dan saya. Allah setia di samping kita. Seperti yang dilakukan Allah atas Ayub. Sehingga kisah Ayub membuktikan, ia bisa. Sulit. Sungguh amat sulit. Jalan terjal kehidupan ia bisa lewati. Semoga, iman yang demikian dianugerahkan Tuhan kepada kita.