Tanamkan Jiwa Mengasihi

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Ulangan 6:5-7

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Tuhan itu Maha baik, Ia menghadirkan hari baru dengan kasih yang baru. Kita melewati malam dan kita menikmati istirahat dengan selamat. Kini kita memasuki hari baru. Puji Tuhan.

Firman Tuhan yang kita jadikan landasan refkeksi, Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, (7) haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Ulangan 6:5-7

Saudaraku, setiap kebaktian Minggu ada bagian liturgi yang berisikan Hukum Kasih. Bagian ini disampaikan ke seluruh Jemaat yang beribadah. Tentu, dengan maksud agar semua mempraktikkan hukum kasih tersebut. Yakni, kasih kepada Allah, yang bersifat vertikal (ke atas) dan kasih kepada sesama yang bersifat horizontal (ke samping). Bolehlah kita katakan, hukum kasih itu standar kita berucap dan bertindak. Kita sudah atau belum memenuhi jiwa kekristenan kita, diukur dengan sudah menunaikan hukum kasih atau belum.

Ternyata, bagian firman ini menyatakan bahwa menanamkan untuk memenuhi kasih Tuhan tidak seminggu sekali. Tidak berhenti saat ibadah minggu. Didarah dagingkan dalam kesempatan apa pun agar kita menjiwainya. Sedang duduk, berbaring, tengah dalam perjalanan, pendeknya setiap momen berharga untuk menyelipkan pesan untuk mengasihi. Apa tidak bosan? Apalagi, saat kita harus menyampaikannya kepada anak2 kita, “apa mereka tidak jenuh?”

Saudaraku, dengan menanamkan jiwa mengasihi lewat segala aktivitas dan momen, memperlihatkan betapa pentingnya mengasihi. Kasih itu nilai utama kita. Tanpa itu, keroposlah kekristenan kita. Sementara itu, jika kita sedikit-dikit bicara kasih. Memang bisa bosan. Bosan jika kita bergaya mengkotbahi. Memakai metode menasihati yang menggurui. Terlebih, minus disertai contoh keteladanan. Bisa-bisa para anak kita mendengar tapi tidak menyimak.

Saudaraku, penanaman jiwa mengasihi kepada anak-anak kita akan efektif dan berkesan, saat mereka melihat kita terlebih dahulu mempraktikkannya. Sebuah perbuatan jauh lebih kuat daripada ribuan kata-kata nasihat. Dengan demikian, saat bangun, saat berbaring, saat dalam perjalanan, kita konsisten di mata anak-anak dengan sepenuh hati mengasihi secara konkrit. Mereka akan tercerahkan. Mereka terinspirasi. Dan mereka membatinkan dalam dirinya bahwa kasih itu indah.

Saudaraku, saat kita mengisi hari ini, mewujudkan tindakan kasih dengan penuh penjiwaaan. Sekaligus anak-anak kita ditanamkan semangat mengasihi. Niscaya, kita memetik indahnya hidup dalam kasih.

Dalam rangka mengasihi patut dihindari mengasihi diidentikan dengan hal perbuatan besar. Pagi ini tersenyum tulus. Menyapa dengan nada hangat. Mengucapkan hati-hati di jalan dengan wajah berseri. Kita mencium kening orang yang kita kasihi sambil berucap, “hati-hati, di jalan, sayang”. Betapa, kasih itu membuat hati kita dan anggota keluarga kita berbunga-bunga sepanjang hari ini. Mungkin, ada yang mengatakan “ah, lebay”. Tidak apa-apa lebay sejauh tidak merugikan pihak lain, dan malah menghadirkan keindahan hidup. Dan kita melakukannya bukan buat basa-basi. Tapi, karena kita bertekad kasih harus menjadi standar kehidupan kita sehari-sehari.

Kita berdoa, “Tuhan nyalakanlah api kasih di dalam diri kami hari ini. Sehingga kami menjadikan hidup penuh kehangatan cinta kasih.

Berkati aktivitas kami semua sepanjang hari ini. Kiranya aktivitas menjadi media kami menyalurkan kasih dalam wujud yang nyata. Doa ini seluruhnya kami minta dalam nama Yesus Juru selamat kita.

Selamat beraktivitas.