Menabur Kekeliruan, Menuai Penyesalan

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: 1 Samuel 2:22

Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, opa-oma dan seluruh Saudaraku yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Dia memberi istirahat dan tidur dengan didampingi-Nya. Hari baru telah disediakan. Sungguh, Dia senantiasa Maha Baik kepada kita.

Petikan firman Tuhan untuk direnungkan, Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan.

1 Samuel 2:22

Saudaraku, masa tua adalah anugrah Tuhan. Sebab, Tuhan memberi kesempatan untuk melihat dan mengecap berbagai ragam peristiwa dalam hidup. Orang yang diberi usia panjang, bisa melihat dan menikmati banyak hal. Seseorang bisa melihat kehidupan dari sudut perkembangan transportasi. Mereka bisa cerita tentang jaman kendaraan oplet hingga busway, misalnya.

Sungguh kaya pengalaman menjadi orang tua. Apalagi ditambah punya kesempatan mengunjungi tempat-tempat indah di dalam negeri atau negara lain. Wah, makin berkesan diberi Tuhan usia yang tua. Tidak heran, banyak orang berdoa agar diberi panjang umur. Agar banyak hal atau peristiwa dapat dilihat dan dialami.

Selain itu, usia panjang sebagai pemberian Tuhan yang indah bagi kita, karena kita bisa mengikuti perjalanan karier, pertemanan atau perkawinan kita. Dalam perkawinan bisa merasakan saat masih berdua, lalu hadir anggota keluarga yang lain hingga menikmati indahnya dan manisnya kedatangan cucu. Bagaimanapun, pesona bisa berusia tua mendorong seseorang bersyukur atas pemberian Tuhan itu. Jadi kakek, opung, wow..sungguh bahagia dan bersyukur kepada Tuhan.

Sekali lagi, dengan kesempatan memasuki masa tua, maka tersimpanlah dalam memori kita, berupa pengalaman, peristiwa dan aneka pernak-pernik kehidupan yang mewarnai hidup kita. Tidak heran ada yang menyebut usia tua itu usin, usia indah. Ya, memang betul indah.

Saudaraku. Sayang sekali, imam Eli mengalami masa tua yang berbeda. Bukannya mengecap keindahan dan pesona masa tua, malah sebaliknya. Ia menjalani usia tua dengan kepedihan. Siapa yang tidak sedih, masa tua harus melihat fakta bahwa anak-anaknya tukang buat ulah. Perilaku anak-anaknya mencoreng muka orang tuanya sendiri.

Hopni dan Pinehas bukannya menjadikan ayahnya di usia tuanya bangga dan bahagia. Melainkan mereka malah membebani orang tuanya dengan pergumulan berat. Kedua anak imam Eli itu, mencemari persembahan kepada Allah dan mengumbar kehidupan seksual yang tidak senonoh. Perbuatan mereka tidak tahu malu. Sedangkan Imam Eli tentu terpukul, sedih dan merasa gagal, itulah yang dipetik imam Eli pada usia tuanya.

Dosa-dosa Hopni dan Pinehas sudah melampaui batas. Memang sebagai anak seorang pemimpin agama tidak ada seorang pun yang berani menegur. Orang-orang bisa saja sudah jengkel dan muak dengan perbuatan keterlaluan dua anak imam besar itu. Tapi, semua bungkam. Dan sikap diam orang-orang Israel, malah membuat Hopni dan Pinehas makin meraja lela berbuar kurang ajar.

Mereka melihat jabatan orang tua untuk melindungi kebobrokan perilakunya. Mereka betul-betul tidak tersentuh hukum. Dan memang betul. Siapa yang berani menjatuhkan sanksi atas mereka. Jangankan menjatuhkan sanksi, menegurpun mereka merasa enggan. Sedangkan nasihat imam Eli saja tidak digubris. Mereka mengabaikan pesan yang berguna untuk membaharui diri.

Hopni dan Pinehas merusak masa tua ayahandanya. Mereka tidak peka atas hati imam Eli yang gundah oleh sebab perbuatan mereka. Dan yang mereka lupa adalah, kalau manusia diam, maka Tuhan tidak diam. Tuhan tidak mentolerir perbuatan yang mencemari kehidupan pribadi dan dampaknya kepada umat Tuhan.

Saudaraku. Kita tahu ujung episode nasib anak-anak imam Eli. Mereka tewas mengenaskan. Sungguh masa tua bagi imam Eli, hamba Tuhan itu, menjadi masa muram. Momen yang menyedihkan. Hilangnya kebanggaan dan kebahagiaan.

Di sini, kita belajar bahwa masa tua kita sangat ditentukan oleh anggota keluarga kita sendiri. Dalam hal imam Eli oleh anak-anaknya. Karena itu, betapa pentingnya pendidikan budi pekerti dan takut akan Tuhan ditanamkan dengan baik oleh orang tua kepada anak-cucu.

Pendidikan karakter itu akan menentukan apa yang akan kita tuai nanti. Kita perlu lembut tapi tegas mendidik anak, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Jangan melakukan pembiaran jika mereka melakukan kesalahan. Memanjakan yang berlebihan sama dengan menuntun orang tua sendiri kelak menuai situasi sulit.

Kita patut mendampingi dan membimbing mereka dengan bijaksana. Dengan diam dan memanjakan secara keliru, itu sama dengan kita sedang menabur kekeliruan dan kelak menuai penyesalan. Ya, penyesalan disertai kepedihan nanti.

Buat kita sebagai anak, mari tatalah perilaku dan perbuatan yang mencerminkan niat dan kehendak agar membuat orang tua bangga dan bahagia di masa tuanya. Orang tua meski tidak kita taburi harta yang bergelimang, mereka akan senang jika perilaku anak-anaknya baik. Penuh perhatian.

Mari kita berdoa, ” Tuhan karuniakan kami tahu dan memahami mana tindakan salah dan benar. Bentuklah kami pribadi yang takut kepada-Mu dan penuh hormat atas orang tua kami, sehingga mereka tidak menuai kepedihan nanti atau pada masa tuanya.

Sertai para tua kami agar saat ini mereka bisa menikmati indahnya dan manisnya masa tua pemberian Tuhan.

Iringi kami, ya Tuhan, yang pergi belajar, kerja atau aktivitas lain. Iringi dengan keselamatan dan hari yang indah. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.