Tangguh Hadapi Kesulitan

Oleh Pdt. Supriatno

Bacaan: Wahyu 3:15-16

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Kita menaikkan puji syukur dan terima kasih kepada Allah, yang kasih setia-Nya kepada kita tidak berubah. Pagi ini pun, kita merasakannya. Kita masih membuka mata dan melihat betapa baiknya Tuhan atas kita.

Firman Tuhan hari ini diambil dari, “Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! (16) Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku.”

Wahyu 3:15-16

Saudaraku, melakukan sesuatu yang kita anggap penting, tentu perlu sepenuh hati. Sehingga hasil akhirnya menggembirakan. Sebaliknya, aktivitas apapun yang dilakukan setengah hati. Maka hasilnya akan mengecewakan. Lihat saja bedanya, saat seorang belajar. Prestasi yang dicapai oleh yang melakukan dengan sepenuh hati berbeda dengan yang setengah hati.

Padanan kata setengah hati itu banyak. Ogah-ogahan. Kurang semangat. Tidak bergairah. Kurang motivasi. Dan masih ada yang lain. Ketika kata itu masuk dalam diri kita, niscaya kita akan melakukan kegiatan apapun kurang maksimal.

Saudaraku, iman yang suam-suam kuku adalah gambaran iman yang setengah hati itulah. Apa jadinya, orang beriman tanpa gairah, semangat dan roh yang menyala-nyala? Tentu saja, pola hidup Kristus tidak tercermin. Tidak ada gregetnya.

Banyak sebutan dilekatkan buat tipe orang kristen demikian. Ada orang kristen ‘kapal selam’. Lebih banyak tidak kelihatan dalam aktivitas imannya, daripada kerajinannya. Atau, orang kristen ‘napas’. Orang kristen yang muncul waktu tertentu saja, yakni momen natal dan paskah. Dan Anda bisa menemukan banyak istilah lain. Tentu, corak orang kristen seperti itu memprihatinkan. Sayangnya, itulah yang terjadi di Jemaat Laodikia.

Saudaraku, kesulitan bisa melahirkan dua sikap. Pertama, menempa seseorang jadi matang. Dewasa. Tahan bantingan. Tidak mudah menyerah. Kedua, melahirkan orang yang cengeng. Kesulitan membuatnya terpuruk. Menjadi malas. Rasa tidak berdaya menguasainya.

Sikap kedua itulah yang ditampilkan Jemaat di Laodikia. Kesulitan membuat mereka suam-suam kuku. Gairah keimanannya rendah. Kesulitan menjadikannya terpuruk, dan tidak mau bangkit. Di mata Tuhan, bukan sikap demikian yang ideal. Karena itu, Tuhan tidak menyukainya. Tuhan memuntahkan mereka. Tuhan menolak watak demikian.

Saudaraku, kesulitan adalah salah satu realitas yang menjadi bagian hidup manusia. Selama kita masih bernafas, kita masih berhadapan dengan rupa-rupa kesulitan. Ada saja kesulitan muncul. Bahkan kita tidak undang.

Jadi orang beriman bukan berarti bebas dari kesulitan. Yang membedakan adalah memaknainya. Ada yang terpuruk. Hilang semangatnya. Ogah-ogahan. Atau, ada yang bersikap tetap tegar. Tahu kesulitan itu pahit. Tapi tetap menghadapinya dengan tabah.

Konon, pelaut-pelaut ulung Indonesia berasal dari Indonesia Timur. Mereka orang Bugis, Sangir, Ambon, dsb. Mereka pemberani dan trampil. Mengapa? Sebab, mereka biasa mengarungi laut di wilayahnya yang ganas. Ombak yang besar. Terbiasa ditempa dunia laut. Bandingkan, nelayan-nelayan di pantura. Yang biasa melaut dengan medan relatif tenang. Kesulitan yang menempa menjadikan pelaut-pelaut hebat. Bahkan, sejarah mencatat dengan perahu sederhana orang bugis sampai ke pulau Madagaskar. Pulau dekat Afrika, ribuan kilo meter jaraknya dari negeri kita.

Saudaraku, semua orang ingin hidup yang bebas dari kesulitan. Itu harapan dan dambaan semua orang. Ya, itu memang menyenangkan. Tapi, jika kesulitan tiba-tiba datang dan sulit menghindarinya. Maka, sikap ideal kita adalah bersama dengan kekuatan Tuhan kita menghadapi. Dan kita tetap menjalani iman dengan semangat dan bergairah. Sekaligus, kami tidak abai melatih mental kami. Mental yang teguh dan tidak mudah menyerah.

“Tuhan, hari ini anak-anak dan cucu-cucu serta keponakan kami, masih menjalani kegiatan di rumah. Mampukan kami untuk bisa menyajikan kegiatan menarik buat mereka. Agar mereka bisa mengurangi kejenuhan. Lindungilah mereka, Tuhan dari paparan wabah yang membahayakan. Mampukan kami menjaga mereka. Jadikan mereka punya masa depan yang cerah. Kemurahan hati-Mu kiranya bersama mereka.

Doa ini, kami serahkan kepada-Mu. Kiranya Tuhan berkenan memenuhinya. Amin.