Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Lukas 23:42b-43
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, mas-mbak yang baik. Kita bersyukur kepada Allah, dengan malam yang kita jalani bersama keluarga dan disertai Engkau Penjaga setia kami.
Firman Tuhan pagi ini dikutip dari, ”Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Lukas 23:42b-43
Saudaraku, meski tengah menderita, Yesus masih peka dan menyimak apa yang berlangsung di sekitar bukit Golgota. Tubuhnya yang lebam karena pukulan. Kulit-Nya yang terkelupas lantaran pukulan cemeti yang tajam. Luka menganga bekas tusukan. Tenaga yang sudah terkuras. Semestinya, Dia lebih memperhatikan rasa sakit dan ketidak berdayaan-Nya. Ternyata tidak. Yesus masih mengikuti kata-kata olokan, hinaan dan ucapan sinis tertuju pada diri-Nya. Ia bahkan menyimak dengan baik.
Terlebih dari itu, Yesus masih mendengar dari antara berbagai ucapan yang melukai hati-Nya, ternyata ada suara berbeda. Suara simpati. Sumber suara itu bukan suara murid-murid-Nya. Bukan pula dari orang terdekat-Nya. Melainkan suara dari seorang yang juga tengah menuju kematian. Ya, suara penjahat yang nasibnya sama, sama-sama disalibkan. Dari orang yang sama-sama tengah di salib, Ia mendengar suara berbeda. Ia mendengar suara simpatik.
Dari mulai penangkapan, pengadilan dan perjalanan ke Golgota. Berbagai suara yang didengar Yesus adalah suara kebencian, cacian, hinaan, tuduhan tidak berdasar, olok-olok, dan pelecehan. Saat Ia memasuki detik-detik berakhir hidup-Nya, di golgota, Ia mendengar suara yang berbeda. Suara menyejukkan. Suara bersimpati dan bernada “membela-Nya”, ”Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Ayat 41.
Suara salah seorang penjahat di sisi-Nya menyejukkan hati-Nya. Suara itu tengah meluruskan ucapan penjahat lain yang bernada cemoohan atas diri Yesus. Bersamaan dengan itu, dari orang yang sama, Yesus mendengar permohonan yang tulus, penuh kerendahan hati dan mengandung iman yang kuat, ” Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Ayat 42:b. Segera Yesus merespon suara yang berbeda, yang langka Dia dengar sejak masa penderitaan yang dijalani-Nya. Dengan cepat Ia bersabda, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Ayat 43.
Saudaraku, di saat Yesus menderita Ia masih terbuka atas sebuah permohonan, dan mengabulkannya. Sungguh, Yesus selalu punya tujuan atau orientasi hidup-Nya adalah memberi, memberi dan memberi. Yesus melihat salah satu penjahat itu mempunyai keinginan terdalam agar dipenuhi keinginan terakhirnya, sebelum ajal. Dan Yesus memberi sesuai permohonannya.
Saudaraku, apa artinya hidup yang tidak bisa memberi? Seseorang yang sepanjang hidupnya berorientasikan memberi, maka kematiannya akan berarti. Kematian Yesus bukan sia-sia. Hidup dan mati-Nya diabdikan untuk memberi. Bahkan pada detik-detik terakhir Ia masih memberi, yakni memberi yang paling berharga bagi manusia, yaitu “firdaus”.
Berbahagialah salah satu penjahat di samping Yesus. Ujung hidupnya memang berakhir mengenaskan. Penjahat itu mati dengan cara disalib yang menyakitkan. Tetapi, pada detik- detik terakhir hidupnya ia masih bisa mati dengan tersenyum. Ya, tersenyum, karena ia berjumpa dengan Yesus yang memberikannya firdaus.
Mari kita berdoa, “Ya, Allah, Engkaulah yang mengutus putra-Mu, Yesus Kristus. Hidup dan mati-Nya memberi yang paling didambakan manusia, yaitu firdaus. Kiranya, kami tetap setia beriman kepada-Mu. Karena hanya Yesuslah yang mampu menyediakan firdaus bagi kami..
Tuhan, kiranya di tengah pekan ini, hati dan pikiran serta iman kami disiapkan untuk menghayati penderitaan Kristus, yang memberi keselamatan. Dalam nama Yesus yang hidup dan menang, kami berdoa. Amin.