Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Amsal 28:23
Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Tuhan itu baik, Ia telah menemani kita melalui malam dan kita menikmati istirahat dengan selamat. Puji Tuhan.
Firman Tuhan pagi ini, “Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi dari pada orang yang menjilat.”
Amsal 28:23
Saudaraku, ada dua jenis ungkapan komentar atas kita, yaitu kritik dan pujian. Di dalam sebuah kritik ada unsur yang menyingkapkan kekurangan kita. Sedangkan pujian mengungkapkan kelebihan kita. Ketika mendengar kritik kebanyakan orang tidak siap. Seolah-olah ditafsirkan ‘menelanjangi’ kelemahan seseorang dan ingin mempermalukannya. Sementara itu pujian, dimaknai sebagai bentuk ungkapan penghargaan. Pujian ditempatkan sebuah ungkapan pengakuan atas nilai positif pada diri kita.
Penempatan kritik seperti itu, tentu akhirnya orang tidak suka kepada seseorang yang mengajukan kritik. Orang yang mengkritik disamakan mau menyerang dan menjatuhkan orang lain. Sebaliknya, pujian lebih diterima. Membuat relasi antar manusia menjadi lebih hangat. Apalagi, pada dasarnya setiap orang suka pujian. Taruhlah contoh sederhana. Anda pergi ke tempat pesta dengan busana batik. Lalu di sana bertemu seseorang yang mengomentari, “wah, batiknya cerah sekali. Ibu kelihatan lebih cantik.” Spontan, pasti pujian itu meresap ke hati dan membuahkan rasa suka cita.
Saudaraku, kritik dalam bahasa lain itu teguran. Menyatakan kekurangan sesuatu sambil mengarahkan ke arah yang benar. Dalam firman Tuhan justru orang yang menegur akan makin disayangi. Padahal, tadi saya utarakan banyak orang tidak suka ditegur. Sebab, teguran dimengerti sebagai bentuk membuka kelemahan orang lain.
Mari kita mendudukan teguran atau kritik secara pas dan tepat. Saya ambil ilustrasi simpel. Jika Anda mengritik atau menegur orang yang malas, misalnya. Tentu, kita akan membeberkan akibat buruk kemalasan. Lupa masa depan, lupa waktu bahkan menyia-nyiakan waktu berharga pemberian Tuhan. Lalu, kita katakan orang malas itu jelek kepada orang itu. merugikan. Bisa jadi, awalnya buat si pemalas teguran itu bukan yang diharapkan.
Tapi, teguran itu apalagi terus-menerus tanpa lelah dilakukan, sehingga suatu saat sang pemalas itu sadar. Terlebih sadar sebelum yang terburuk terjadi. Niscayalah, orang yang melakukan teguran pada awalnya dinilai suka ikut campur urusan orang lain. Pastilah, sang mantan pemalas itu berbalik sikapnya. Justru ia akan sangat berterima kasih atas tegurannya. Tegurannya menyelamatkan masa depannya. Dan, selanjutnya orang yang menegur bukan dibenci tapi dikasihi.
Teguran itu menyelamatkan seseorang dari arah hidup yang bisa menghancurkan dirinya. Teguran itu pahit di awal, namun manis di penghujungnya. Ingat Tuhan Yesus banyak melakukan teguran. Itu semua demi perbaikan dan niat mulia.
Kini, perihal pujian. Pujian tentu menyenangkan. Konon, setiap manusia senang dipuji. Tak heran sebuah ungkapan pujian membuat hati gembira. Pujian bisa membuat relasi antara yang memuji dan dipuji menjadi makin baik. Tapi, harus diingat. Itu bila pujian yang tulus. Murni mengungkapkan kelebihan orang lain dan mengapresiasinya.
Sayangnya, ada jenis pujian yang bagaikan racun. Awalnya menyenangkan, kemudian cepat atau lambat bisa membinasakan jiwa seseorang. Yaitu menjilat. Pujian menjilat itu sebuah pujian tapi tidak tulus. Ada maksud terselubung. Biasanya maksud yang buruk. Ada ungkapan ABS, asal bapak senang. Itu kalau anak buah menjilat pimpinannya. Orang yang menjilat adalah orang penuh kebohongan. Hal jelek disebut bagus. Hal yang kurang dimanipulasi menjadi hal hebat. Jilatan memang bisa menyenangkan orang.
Anda bisa bayangkan rasa senang seorang berusia 70 tahun, lalu dipuji dengan ucapan, ”wajah Anda sama seperti umur 40 tahun. Masih segar, seperti Ade Rai. Jalan masih sigap. Hebat, ya”. Itu pasti jilatan jika faktanya, orang yang dipuji itu wajahnya sudah penuh kerutan, jalan sudah tertatih-tatih. Saya yakin orang yang dipuji seperti itu langsung merasa melayang, senang. Sayangnya itu pujian bersifat menjilat. Sangat tidak etis.
Saudara, kritik atau teguran memang kadang tidak menyenangkan. Tapi itu bagaikan obat, pahit yang menyehatkan. Kritik membantu kita tahu sikap yang tepat dan arah hidup yang benar. Jadi, jika dalam sebuah kotbah Anda merasa dikritik, terimalah dengan lapang dada. Sebab itu sedang menyehatkan tubuh dan jiwa Anda. Karena kritik bersifat membangun. Hanya patut diingat, kritik atau teguran bukan kecaman. Kecaman hanya melihat kekurangan orang dengan niat menjatuhkan.
Demikian juga, Anda dan saya jangan cepat senang dan bangga saat mendapat pujian. Kita harus waspada, apakah itu pujian murni atau ungkapan orang yang mau menjilat. Menjilat terdengar menyenangkan, padahal ke depan bisa mencelakakan kita. Menjilat itu bungkus luarnya menyenangkan, namun isinya membahayakan jiwa dan mental kita. Apalagi disertai motif mencari keuntungan.
Karena itu juga, jika kita memuji seseorang, itu tentu hal bagus. Tapi, hati-hati jangan menjilat. Karena ada unsur kebohongan, dan orang lain bisa terantuk jatuh oleh pujian yang bersifat menjilat. Kasih yang sejati adalah setiap kata yang keluar niatnya selalu baik dan dilakukan tidak mencelakakan orang lain. Tuhan menolong kita mengungkapkan hal secara benar, jujur dan murni.
Mari kita berdoa, Tuhan, tanamkan dalam lidah kami kemauan menegur orang lain daripada menjilat orang lain yang menyebabkannya terjatuh.
Tuhan, perkenankan kami mensyukuri kebaikan kasih-Mu yang ajaib. Terutama hari ini Tuhan memberi pertolongan dan keselamatan dalam aktivitas kami.
Tuhan, kami ingin berjalan terus bersama-Mu. Peganglah tangan kami di sepanjang perjalanan kami hari ini. Yang sakit dipulihkan. Yang sehat tetap terjaga kesehatannya. Doa ini, kami mohon dalam Kristus Tuhan kami. Amin.