Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Tuhan itu baik, Ia telah menemani kita melalui malam dan kita menikmati istirahat dengan selamat. Puji Tuhan. Refleksi hari ini kita diajak memaknai bekerja segiat-giatnya.
Firman Tuhan hari ini, ”Maka datanglah suara kepadanya yang berbunyi: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (14) Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup, dan mereka ingin mencabut nyawaku.”
1 Raja-raja 13b-14
Saudaraku, Elia tengah berada di gunung Horeb. Puncak gunung selalu dimaknai tempat yang sakral, atau keramat. Di sanalah perjumpaan Allah dan nabi-nabinya berlangsung. Anda ingat, gunung Sinai. Di puncaknyalah Allah memberi 10 hukum Allah. Kini, Elia pun ditemui Allah di gunung, gunung Horeb.
Dalam perjanjian Baru, kita tentu ingat bagaimana Tuhan Yesus berubah wujud. Kejadiannya berlangsung di puncak gunung Tibo. Di sanalah, dua orang murid-Nya melihat Gurunya bertemu dengan Musa dan Elia.
Saudaraku, gunung bukan semata-mata lokasi indah untuk menikmati pemandangan. Tapi, di sanalah perjumpaan dengan Allah. Khususnya menyangkut misi yang harus diemban. Jadi, gunung bukan lokasi melepaskan kesuntukan. Puncak gunung bukan buat bermalas-malas. Memang, udara yang segar dan pemandangan menarik menggoda untuk menghabiskan waktu buat melepaskan kepenatan.
Di puncak gunung Horeb, Allah menanyakan apa aktivitas nabi Elia. Tuhan tidak mau gunung menjadi tempat melarikan diri dari tanggung jawab. Atau lokasi menyembunyikan diri dari tugas yang harus dipikul. Gunung ditempatkan bukan buat itu. Gunung itu lokasi pengutusan. Sekaligus tempat mereka melihat karya Allah dialami.
Saudaraku, tepatlah Elia menjawab pertanyaan Allah. Bahwa, ia bukan berleha-leha. Tidak juga untuk menghabiskan waktu belaka. Elia menjawab, “bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan”.
Apa artinya bagi kita? Jangan sampai kita dijumpai Tuhan tengah malas-malasan. Apalagi malas yang kebablasan. Menghabiskan waktu tanpa berkarya apa-apa. Waktu hanya dibiarkan lewat tanpa makna.
Semalam, saya menonton acara Kick Andy. Ia mewancarai ibu Fera Manayang. Tindakannya inspiratif. Mencerahkan budi dan memotivasi hati. Ibu Fera ini, hidup bersama dan mengurus dengan orang yang kena gangguan jiwa. Suami, dua anak kandung serta kakak dan seorang keponakan, mengurus 71 orang perempuan. Mereka membawa orang-orang yang kena gangguan jiwa yang terlantar di jalan-jalan.
Bahkan ada beberapa yang menjadi korban perkosaan. Atau, yang ditelantarkan oleh keluarga. Bersama-sama di bawah satu atap mereka hidup bersama dengan suasana cinta kasih. Ketika Andi Noya bertanya, “sampai kapan ibu Fera akan mengurus dan mengasihi mereka. Jawabnya, “sampai selama-lamanya. Artinya hidupnya berakhir”.
Sebaiknya, kita melihat kisah ibu Fera sebagai contoh bagaimana menghargai waktu dan kehidupan yang berharga ini dengan aktivitas dan karya yang berharga pula. Waktu untuk dipakai buat bekerja dan berkarya. Ibu Fera menyatakan, sebelum tidur malam dia menengok keadaan mereka. Dan begitu bangun pagi, yang dilakukan menengok bagaimana keadaan mereka kembali.
Kita tahu, waktu yang datang tidak berulang. Sekali lewat terus hilang. Jangan sampai kita membiarkan waktu yang merupakan karunia Tuhan itu lewat tanpa karya apa-apa. Sungguh indah Tuhan bertanya “apa kerjamu?” Kita menjawabnya seperti nabi Elia, “bekerja segiat-giatnya buat sesama dan untuk Tuhan.” Semoga.
Kita berdoa, “Tuhan, kiranya kami terus bekerja dan berkarya, baik yang sederhana maupun yang agung. Karena waktu sangat berharga.
Kita berdoa, “Tuhan, Kami berdoa buat anak-anak Tuhan yang telah lama merindukan: pasangan hidup, keserasian dalam perkawinan, mendapatkan pekerjaan, sakit yang tak kunjung sembuh. Tuhan, kiranya Engkau membuka jalan agar pada waktunya mereka memperoleh apa yang mereka rindukan.”
Mampukan kami mengelola waktu dengan bekerja segiat-giatnya. Bentuklah kami sebagai pribadi yang ingin berkarya di tengah-tengah waktu yang diberikan Tuhan.
Doa ini seluruhnya kami minta dalam nama Yesus, Juru Selamat kami. Amin. 😇😇
Oleh Pdt. Supriatno