Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang menuntun kita melewati malam dengan istirahat yang baik. Refleksi kita pada hari ini mengajak kita untuk berpijak pada rencana Allah.
Firman Tuhan pagi ini, ”Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir”.
Matius 2:14
Saudaraku, situasi di Betlehem sangat membahayakan keselamatan bayi Yesus. Karena Herodes menempatkan bayi Yesus kelak pesaing atau kompetitor masa depannya. Ia merasa kelanggengan kekuasaannya terganggu. Betapa berbahayanya penguasa yang dihinggapi perasaan demikian. Akibatnya, terasa langsung. Yusuf, Maria dan Yesus harus hengkang dari kampung halaman.
Keputusan Yusuf sungguh berani dan tepat. Perjalanan dari Betlehem ke Mesir tidak boleh disamakan seperti perjalanan dari Jakarta Surabaya saat ini. Jauh, membahayakan dan lama. Maklum alat transportasinya yang tersedia adalah unta. Keputusan yang merupakan bentuk ketaatan Yusuf atas suara malaikat yang memberi perintah supaya pergi ke Mesir.
Dua kali Yusuf mendapat pesan dari malaikat. Pertama, malaikat meminta Yusuf tidak memutuskan pertunangannya dengan Maria. Oleh sebab kehamilan Maria. Yang kedua, permintaan malaikat untuk menyelamatkan bayi Yesus ke Mesir. Kedua permintaan dan nasihat malaikat itu dia ikuti. Suatu sikap penyerahan diri mengikuti rancangan Allah. Yusuf tetap berpijak pada rencana Allah.
Kedua permintaan malaikat itu beresiko. Tetapi, ia tetap mengutamakan kepatuhan daripada mencari selamat sendiri. Saudaraku, bagaimanapun kepatuhan kepada keinginan dan rencana Allah itu baik. Sikap terpuji. Tindakan mulia. Wibawa Allah kita hormati. Pada sisi lain, pemenuhan keinginan Allah menuntut keberanian menanggung resiko. Ada akibat yang harus dihadapi.
Yusuf dan Maria tentu harus berhadapan dengan kelelahan fisik, ketidak nyamanan padang gurun, bahkan ancaman orang-orang jahat yang beroperasi di wilayah padang gurun. Bisa jadi inilah salah satu perjalanan migran paling awal dengan motif keagamaan. Terpaksa pergi ke luar dari negerinya karena situasi dalam negerinya yang memaksa.
Saudaraku, kita melihat bahwa Allah yang hadir ke dunia, selain penuh kesederhanaan. Tetapi juga sarat dengan ancaman yang membahayakan. Penolakan manusia begitu kasat mata. Bayi Yesus diwarnai pengorbanan. Dan kelak puncaknya di kayu salib.
Kita bersyukur sebagai orang menyambut Yesus Sang Bayi Natal. Sekarang memang tidak ada lagi Herodes. Namun, orang yang menolak bayi Natal masih ada di mana-mana. Mereka yang takut Bayi Yesus mengancam kemapanannya. Mereka yang berwajahkan rasa takut dengan kehadiran natal. Ya, rasa takut bahwa Yesus mengusik rasa aman mereka. Seperti sikap melarang penyelenggaraan kebaktian perayaan natal. Hal ini menghambat hak paling dasar milik manusia, yakni kebebasan beragama.
Saudaraku, seperti Yusuf tidak menghentikan ketaatan dan kepatuhan atas suara Allah. Hendaknya kita pun bisa berbuat demikian. Langkah kita berpijak pada rencana dan keinginan Allah, meski jalannya terjal. Melelahkan. Tapi kita tidak boleh menyerah dan berhenti. Apalagi level tantangan dan masalah kita masih lebih rendah dibandingkan yang dihadapi Yusuf dan Maria.
Kita berdoa, Tuhan, ajarkan sikap taat dan mau dengar-dengaran suara-Mu. Meski untuk itu, terbentang resiko yang harus dilewati. Namun, kami percaya Engkau menuntun kami sehingga bisa menghadapinya.
Tuhan sertai perjalanan kami hari ini. Karuniakan kami dengan kesehatan, suka cita dan perlindungan-Mu.
Doa-doa ini kami naikkan dalam nama yang indah Yesus Kristus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno