Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, Saudara-saudaraku yang baik. Pada saat bangun pagi ini, semoga tubuh kita lebih bugar dan perasaan kita lebih segar. Kita menyongsong hari baru dengan kehadiran Allah yang memimpin hidup kita. Mari mengawalinya dengan berterima kasih dan mengucap syukur. Refleksi hari ini kita diajak memaknai berani berbeda.
Firman Tuhan yang memandu langkah kita adalah, ”Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.”
1 Petrus 2:11
Saudaraku, banyak warga Jakarta adalah para perantau. Mereka berasal dari seluruh pelosok negeri kita, Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga pula Rote. Termasuk juga keanggotaan Gereja atau Jemaat beragam asal usul daerahnya.
Mereka yang disebut perantau. Tiba dan tinggal di Jakarta mengadu nasib.
Semua pendatang dan ingin sukses di kota, tempat yang ditinggalinya. Jarang yang mau pulang ke tempat asal dengan dalih mengalami kegagalan. Pulang kampung sesekali saja. Bahkan, ada yang tidak tahu lagi kampung atau kota asalnya. Terutama para generasi kemudian.
Salah satu cara agar para pendatang dan perantau sukses di tempat perantauannya adalah, bisa membawa diri. Ya, dia harus memahami kebiasaan lingkungannya. Agar mereka bertindak pas dan dapat diterima dengan baik. Seorang perantau yang senang minuman keras dan bernyanyi hingga tengah malam. Niscaya cepat atau lambat diminta untuk meninggalkan lingkungan tersebut.
Status kependudukan orang kristen yang menerima Firman Tuhan ini, mereka juga pendatang dan perantau. Mereka bukan penduduk pribumi. Nasihat kepada mereka sangat berbeda. Mereka justru diminta supaya jangan mengikuti kebiasaan lingkungan sekitar mereka. Mengapa? Apakah tidak takut diusir?
Saudaraku, mereka diminta berani berbeda. Nasihat ini muncul lantaran pola perilaku lingkungan, tempat orang kristen hidup di sana, bertentangan dengan pola perilaku kristiani. Yaitu sikap-sikap: percabulan. Menyembah dewa. Kerakusan. Munafik. Suka menipu. Terbiasa saling memfitnah. Orang kristen sebagai komunitas kecil diminta loyal pada ajaran Kristus, daripada terseret sikap-sikap tadi.
Mereka diminta jangan ikut-ikutan dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan lingkungannya. Bahkan, jangan bergaul erat dengan lingkungan. Sebab, kebiasaan dan perilaku lingkungan itu bertentangan dengan etika kekristenan. Mengambil sikap yang berbeda ini sungguh berat. Karena beresiko dimusuhi dan tidak disukai. Bagaiamanapun tekanan masyarakat bisa menimbulkan penderitaan.
Tentu saja, kebiasaan dan perilaku yang bertentangan itu merugikan kualitas iman orang kristen. Sekaligus, merusak kehidupan moral mereka. Jika mereka ikut-ikutan. Pesannya jelas, meski kita pendatang di sebuah lingkungan jangan karena ingin diterima lingkungan, lalu ikut-ikutan kebiasaan buruk.
Tantangan ini sering dialami kita maupun anak-anak muda. Agar mereka diterima oleh teman-temannya, kemudian karena terpaksa atau tidak mereka ikut saja kebiasaan ‘gangnya’. Misalnya: tanda kesetiaan mereka dibuktikan dengan kesediaan berani mengkonsumsi narkoba, minum minuman keras, memalak, dsb. Jika mereka tidak mau, mereka disisihkan. Atau diolok-olok bukan pemuda sejati.
Saudaraku, jika kebiasaan di lingkungan kita ada yang baik, tentu bagus kita bergabung dan bersedia melakukan bersama-sama. Sebaliknya, kita berani menyatakan sikap dan pendirian berbeda atas kebiasaan buruk yang dilakukan lingkungan. Kita perlu berani berbeda. Kita punya identitas. Kita bukan bunglon, yang berubah warna tergantung lingkungan di mana kita hadir.
Di sinilah, kita harus berani menyatakan “tidak” jika ada ajakan lingkungan kantor, pergaulan, yang mengajak, merayu bahkan mengancam agar kita menyesuaikan dengan kebiasaan buruk di tempat-tempat itu. Belajarlah dari perbedaan ikan mati dan ikan hidup. Ikan mati jika dibuang ke air yang mengalir. Ikan mati itu cuma mengikuti kemana arus mengalir. Ikan hidup, tidak. Ada saat tertentu ikan itu ikut arus. Pada saat lain, ia berani berenang melawan arus. Ikan tersebut berani berbeda dengan arus yang ada. Semoga sepanjang tahun ini, Tuhan menguatkan kita.
Mari Kita berdoa, “ya, Tuhan, kiranya ucapan, pikiran dan perbuatan kami berani berbeda sesuai dengan iman kami kepada-Mu.
“Tuhan, kami berdoa untuk orang yang setia kepada-Mu menghayati sikap kristianinya. Tuhan, perkenankan hari ini, seluruh anak-Mu, hidup dalam kegembiraan dan kebahagiaan. Tetap tersenyum di tengah kesulitan. Tetap setia pada-Mu di tengah ujian kehidupan.
Kiranya Engkau berkenan bersama kami sepanjang hari ini. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno