Oleh Pdt. Supriatno
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menghirup udara hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Sebab, karena Dia-lah, kita dan keluarga kita masih diberi umur kehidupan.
Firman Tuhan yang hendak kita renungan adalah “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Kisah Para Rasul 11:26
Saudaraku, kita hidup melekat dengan identitas. Profesi bisa menjadi identitas. Saya pendeta. Anda guru. Bapak Anu bekerja sebagai motivator. Itu semus identitas. Demikian juga agama termasuk identitas yang dimiliki seseorang. Bagaimanapun, identitas menjadikan kita tahu siapa kita dan apa yang seharusnya kita kerjakan.
Nama kristen adalah identitas. Dari mana berawal? Di kota Antiokhia sebutan orang kristen muncul pertama kali. Sebuah kota di tepi pantai masuk wilayah negara Suriah saat ini. Latar belakang mereka bukan orang Yahudi. Tapi ada yang dari Siprus, Yunani dan Kirene, Libya. Boleh dikatakan pengikut Kristus ini merupakan perkembangan baik yang tidak terduga.
Maka, Gereja induk Yahudi di Yerusalem mengutus Barnabas ke Antiokhia. Mereka mendengar ada orang-orang yang percaya kepada Kristus. Barnabas pergi ke sana. Tujuannya agar orang-orang baru percaya ini didampingi, dan mereka tetap setia.
Penduduk kota Antiokhia yang mayoritas bukan kristen, melihat orang-orang itu melakukan praktik keimanan yang berbeda. Mereka tekun mengikuti bimbingan Barnabas selama setahun. Barnabas sendiri orang baik dan penuh Roh Kudus. Ia menyambut persekutuan ini dengan suka cita.
Jadi, kesetiaan iman yang kemudian melahirkan label identitas orang kristen. Selain itu, mereka juga orang-orang yang murah hati. Ketika bahaya kelaparan melanda para pengikut Kristus di Yerusalem, mereka tanggap. Menyingsingkan lengan baju dan membantu secara finanasial.
Saudaraku. Sementara itu, mereka tahu resiko menjadi pengikut Kristus. Secara jumlah merupakan persekutuan yang kecil. Dan terlebih dari itu mengalami penganiayaan atau persekusi.
Dengan demikian, saat kita melekatkan identitas sebagai orang kristen pada diri kita. Itu tidak semata-mata karena hal simbolis, seperti antara lain: kalung salib yang dikenakan, penyebutan dalam KTP, atau hiasan rumah, dll. Namun ada yang lebih utama, atau esensial. Yaitu praktik kesetiaan dan semangat kemurah hatian dalam kehidupan beriman. Kita dikenal dan memperkenalkan diri dengan “buahnya”. Dalam hal ini, perbuatan terpuji.
Apa artinya kita menyebut diri orang kristen, tapi praktik hidupnya jauh dari esensi atau inti kekristenan? Apa artinya gembar-gembor menonjolkan simbol atau lambang kristen, sedangkan perbuatannya menodai kekristenan? Kekristenan adalah identitas yang nyata dari praktik hidup. Dalam hal ini orang yang mempraktekkan nilai: setia, penuh antusias, murah hati, suka cita dan tetap tegar. Dan itu semua diwujudkan oleh orang kristen di Antiokhia.
Semoga, kita mampu menyandang identitas kekristenan dengan sikap dan perilaku yang senafas dengan “jiwa” kekristenan. Sehingga orang-orang di jaman ini melihat kita sebagai orang kristen sejati. Sebab sebagai orang yang punya praktik hidup terpuji. Tuhan memampukan kita.
Kita berdoa, Tuhan, kami bersyukur kebaikan-Mu menjadi bagian sehari-hari hidup kami. Kami adalah kawanan kecil, namun kiranya mampu menjadi murid-Mu yang berkualitas. Jadikan kami orang kristen yang sejati. Kami ingin memuji-Mu setulus hati.
Kami berdoa agar apa yang kami alami hari ini, kiranya kami jalani bersama-Mu mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kedekatan dengan kebenaran-Mu.
Tuhan, semoga yang sakit disembuhkan. Yang bergumul, dikuatkan. Kiranya kami bisa berbagi kebaikan dengan sesama kami hari ini.
Seluruh doa dan harapan kami ini kami panjatkan dalam nama Yesus, Tuhan kami. Amin.
Kiranya dengan beraktivitas kita menjadikan lebih berarti.