IRI HATI MENGHANCURKAN KEHIDUPAN

Ayub 5:1-2

“Berserulah-adakah orang yang menjawab engkau? Dan kepada siapa di antara orang-orang yang kudus Engkau akan berpaling? Sesungguhnya orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati”

Jika kesuksesan dan keberuntungan hidup dialami oleh orang yang kita kasihi, maka akan timbullah rasa bangga. Siapa yang tidak bangga dan senang melihatnya sukses, berhasil dalam karier, memiliki pangkat dan jabatan penting, serta harta berlimpah. Orang semacam itu, patut dijadikan contoh dan teladan bagi yang lain. Berswafoto dengannya pasti menyenangkan.

Hal yang berbeda ketika yang mengalami kesuksesan dan keberuntungan hidup ialah orang yang kita benci atau orang yang bukan siapa-siapa dalam hidup kita. Melihat semua yang dikerjakannya, akan selalu ditafsirkan sebagai sesuatu yang buruk. Apa yang dimilikinya, akan selalu dinilai sebagai hal negatif. Ada kalanya mungkin juga terbersit secuil harapan supaya keberhasilannya dan keberuntungannya segera berakhir dan terjadi malapetaka dalam hidupnya. Ini baru menyenangkan hati, saat melihat kehancuran orang demikian. Puas pisan.
Mengapa ketika melihat seseorang bahagia dalam hidupnya kita menjadi sakit hati dan tidak menerima kenyataan tersebut? Realitanya ia mengalami kebahagiaan, kesuksesan, dan keberhasilan. Mengapa kita menjadi iri hati dan tidak sudi? Artinya, ada persoalan dalam batin, yaitu sikap kurang bersyukur.

Kenyataan lain, menjadi silau saat orang lain sukses dan berhasil, lalu mengagung-agungkannya. Seolah hidupnya lebih baik dari hidup kita. Bahkan jika diperkenankan, “aku ingin hidup seperti dirinya”. Bukankah itu artinya kita kurang bersyukur? Mengapa kita membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain? Bisa jadi, dalam kehidupan orang-orang yang selama ini kita anggap sukses dan menjadi teladan, ternyata di dalamnya penuh kepalsuan.

Ayub 5:1-2 menasehatkan kepada kita, tidak ada yang bisa menolong keadaan orang yang sedang sakit hati. Hal itu merupakan kebodohan danmembawa sakit hati sepanjang usia. Hal itu berbahaya dan dapat mencelakai diri sendiri; sakit hati dapat ‘membunuh’mu, ‘membunuh’ pikiran, perasaan serta menghancurkan keluarga. Sakit hatilah yang memicu segala macam penyakit dalam tubuh.

Mengapa iri dengan hidup orang lain? Apakah hidup orang lain lebih baik? Kita tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Andaikata kita tahu, maka kita tidak akan mau mengalaminya. Ada perasaan benci dan tidak terima atas ketidakadilan dalam hidup. Seolah hidup orang lain itu baik-baik saja, tetapi hidup saya begini keadaannya. Kita terjebak melihat semua dari kulitnya dan menafsirkan seolah: “hidupku tidak seberuntung orang lain”.

Tetaplah bersyukur. Akan tetapi, jika pikiran kita masih diisi dengan terus membandingkan hidup kita dengan orang lain berarti kita masih bebal. Oleh karena itu, mari kita terus bersyukur. Bersyukur itu bukan hanya ketika kita bisa memberi kepada orang lain dengan sukacita. Hal itu merupakan ekspresi eksternal.

Satu hal lain yaitu yang internal. Menghargai diri sendiri. Dalam hukum kasih tertulis bahwa pertama-tama kita harus belajar mengasihi diri sendiri. Itu yang sering kita lupa, lalu meloncat dan langsung mengasihi orang lain. Ketika kita mengasihi diri sendiri, berarti kita mampu bersyukur dengan segala hal yang terjadi dalam hidup, sebagai kehendak Tuhan.

Jangan mengucapkan doa yang isinya tentang iri hati. Jangan memulai pekerjaan-bisnis dengan hati yang dikuasai iri hati. Jangan membangun keluarga jika di dalamnya tersimpan iri hati. Iri hati membuat langkah hidup menjadi mati. Katakan kepada diri sendiri: Hidup saya jauh lebih baik, terima kasih Tuhan.” (YHY)

Pertanyaan Pendalaman:

  • Adakah orang yang mengajarkan Saudara untuk sakit hati kepada orang lain?
  • Bagaimana cara untuk terlepas dari perasaan iri hati?