Jiwa Mengabdi

Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, oma-opa dan seluruh Saudaraku yang baik dan dikasihi Allah. Semalam, sebelum berangkat tidur kita berdoa agar kita bisa istirahat dengan baik. Pagi ini, kita bangun maka kita menyambut hari baru ini juga dengan doa. Terpujilah Allah yang berkenan mendengar doa kita. Refleksi hari ini kita akan memaknai tentang jiwa mengabdi

Firman Tuhan pagi ini, “Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. (21) Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”

Matius 20:20-21

Saudaraku, orang tua mana yang tidak menginginkan hal terbaik bisa dimiliki anaknya? Seorang ayah, atau ibu, bahkan keduanya, ayah dan ibu yang baik, pasti menginginkan anaknya bisa meraih hal paling ideal. Dalam studi, berprestasi. Buat yang telah bekerja, mereka bisa punya jabatan dan gaji yang baik. Dalam hal persahabatan, anaknya terhindari dari lingkungan pergaulan buruk, dan teman yang berpotensi merusak masa depannya.

Untuk meraih hal terbaik buat anaknya, ada sosok ibu (ada juga sosok ayah) yang tidak segan-segan berjuang bahkan sampai berkorban. Tujuannya, supaya anaknya dapat meraih seperti yang dimimpikannya. Ada banyak ibu (atau ayah) demi masa depan cerah anaknya bekerja sangat keras. Berangkat pagi buta, pulang sudah cukup malam. Setiap hari membanting tulang, dan menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Selain itu, dengan tubuh penat masih mendampingi anaknya belajar. Untuk apa? Ia tidak mau anaknya hidup kelak bergelimang kesulitan. Semua ditempatkan demi masa depan terbaik anaknya.

Karena itu, permintaan Salome, ibunda dua murid Tuhan Yesus bernama Yakobus dan Yohanes, sebenarnya normal. Tidak mengagetkan. Salome memohon Yakobus dan Yohanes duduk di kanan-kiri Kerajaan Allah. Aspirasi yang disampaikan kepada Tuhan Yesus, merupakan cerminan keinginan seorang ibu agar anaknya mendapat kedudukan terbaik. Sah-sah saja, Salome sebagai ibu meminta dua anaknya berada pada posisi paling istimewa, di sebelah kanan dan kiri Tuhan Yesus. Di mata Salome posisi itu merupakan posisi paling terhormat. Posisi itu mengandung prestise sosial. Bergengsi. Dengan posisi itu, anak-anaknya bakal dihormati orang banyak, sekaligus mengkatrol gengsi Salome sendiri sebagai ibunya.

Hanya sayang, permintaan Salome ini keliru. Permohonannya salah tempat. Dia salah mengerti tentang misi Tuhan Yesus. Tuhan Yesus datang tidak untuk memerintah. Dia datang bukan untuk berkuasa. Dalam dunia pemerintahan posisi kanan-kiri itu diperuntukkan buat orang-orang yang sangat dipercaya. Orang yang dekat pemilik kekuasaan.

Bagaimanapun, Tuhan Yesus datang bukan mau berkuasa, seperti pemahaman atau persepsi Salome. Dia datang menjadi Juru Selamat dan dalam rangka itu, Ia harus menderita hingga mati di kayu salib. Sedangkan seluruh yang dikerjakan-Nya bernafaskan pelayanan, bukan pendekatan kekuasaan.

Saudaraku, akhirnya kita melihat niat luhur Salome itu sepertinya tidak lebih sebagai ambisi yang salah sasaran. Jelas, permohonannya harus diluruskan. Menjadi murid terbaik dalam misi Tuhan Yesus bukan untuk mendapatkan kekuasaan. Bukan pula untuk memerintah. Dua-duanya bukan.

Bila orang yang bekerja di lingkungan gereja, bukan untuk mengabdi melainkan demi kekuasaan. Bukan melayani tapi untuk memerintah. Maka, akhirnya kehidupan bergereja menjadi tempat untuk berebut kekuasaan. Tidak heran, suka muncul konflik dalam organisasi dan kepemimpinan gereja. Sayang sekali, bilamana ada gereja yang dirundung perpecahan. Mungkin ada yang nyeletuk, “apa kata dunia?”.

Penyebab utamanya jangan-jangan karena itu tadi, mereka saling berebut kekuasaan. Dikuasai ambisi untuk berkuasa bukan ambisi mengabdi dan melayani. Jalan Tuhan Yesus bukan rute menuju kekuasaan duniawi. Jalan yang ditempuh-Nya adalah jalan pengabdian. Pengabdian yang merelakan pengorbanan yang tidak mudah dipenuhi. Melayani bisa membuat, “pegal di kaki dan pegal di hati”. Sudah merendahkan diri masih bisa dicaci. Sedangkan memerintah dan berkuasa menjanjikan nama besar, kehormatan dan kelimpahan material.

Jadi, setiap murid Kristus mengedepankan jiwa mengabdi, dengan berlomba-lomba berbuat kebaikan, bukan berambisi mencari keuntungan pribadi. Kita patut menjaga dan merawat terus jiwa mengabdi ini. Dengan demikian, dunia bisa melihat kita lewat semangat melayani dan mengabdi. Sebaliknya, dunia pasti akan melihat kita dengan sinis dan mencemooh, manakala dalam bergereja terjadi konflik memperebutkan kekuasaan.

Kita berdoa,” Tuhan, kiranya kami berjuang sungguh-sungguh agar pelayanan dan pengabdian terbaik menjadi perwujudan kecintaan kami kepada-Mu. Ajarlah kami, agar terlebih berbahagia melayani daripada dilayani.

Kami berdoa buat para bayi, anak-anak, dan pemuda-remaja kami. Mereka kiranya mendapatkan pertumbuhan terbaik baik fisik, kepribadian dan iman mereka. Mereka pun mengecap hal terbaik dari apa yang Tuhan lakukan.

Tuhan, kiranya kami semua diperkenankan untuk mendapat berkat hari ini, agar kami menjadi berkat buat sesama kami, tempat kerja kami dan masyarakat kami.

Kami berdoa agar negeri kami aman dan damai. Hak-hak dasar sebagai manusia dipromosikan, dilindungi dan dipenuhi.

Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno