Oleh Pdt. Supriatno
Bahan: Kisah Para Rasul 28:24
Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, opa-oma dan saudara-saudaraku yang baik. Sungguh kita bersyukur, begitu membuka mata di samping kita atau di kamar lain, orang yang kita kasihi dapat bangun di pagi ini. Tanda kita disambut kasih Tuhan di hari yang baru.
Firman Tuhan hari ini, “Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya.”
Kisah Para Rasul 28:24
Saudara, ada kerinduan dalam diri setiap orang bahwa jalan hidup yang dilaluinya adalah “jalan mudah”. Semuanya lancar dan tanpa hambatan. Bukankah itu juga muncul dalam bentuk permohonan dukungan moril, “doain, ya. Semoga semuanya lancar.” Sedangkan, “jalan yang sukar” itu ditakuti. Semua menghindar dari suasana kesulitan. Kesulitan dan ketidak mudahan dianggap hal mengganggu, oleh karenanya patut dihindari.
Mari, saya mengajak Anda melihat sisi lain dari “jalan sukar”. Ternyata di balik jalan sukar malah mengandung hal positif. Ada manfaat besar bagi pembentukan iman, dan perangai atau watak manusia. Berarti jalan sukar bermanfaat buat saya dan Saudara.
Tadi, saya sampaikan bahwa “jalan sukar” itu dihindari sedangkan yang dimimpikan bisa melalui “jalan mudah”. Betul, “jalan mudah” itu menyenangkan. Energi kita tidak terkuras. Dengan melaluinya, kita bisa berjalan sambil menyanyi dan bersuka cita.
Sayangnya, di balik “jalan mudah itu” tersimpan bahaya. Kita bisa terlena. Kita dimanjakan keadaan. Akibatnya “jalan mudah” itu malah merugikan. Kontra produktif. Betulkah?
Jika kita membawa kendaraan lewat jalan tol, begitu masuk tol sudah terpampang sebuah papan informasi yang didirikan di pinggir jalan tol. Isinya berupa keterangan bulanan. Berapa kali terjadi kecelakaan. Berapa korban mati dan luka-luka.
Umumnya, jika kita menyimak tulisan itu ternyata tingkat kecelakaan di jalan tol cukup tinggi. Bahkan semakin panjang jalan tol, semakin tinggi tingkat kecelakaannya. Padahal, jalan tol relatif mulus. Rambu2 cukup lengkap. Lho, mengapa justru tingkat kecelakaan yang cukup tinggi itu bisa terjadi?
Itu tadi, karena “jalannya mulus” atau “jalan mudah” membuat pengendara mudah pula terlena. Akibatnya tidak sedikit yang terserang kantuk, yang akhirnya kecelakaan terjadi. Atau, karena jalannya mulus, menggoda untuk membawa kendaraan dengan ngebut dan ugal-ugalan.
Sedangkan di “ jalan sulit”, malah lebih rendah tingkat kecelakaannya. Orang membawa mobil hati-hati. Sabar. Tidak membawa mobil melampaui kecepatan. Kewaspadaan sangat diperhatikan. Akhirnya, “jalan sukar” itu justru memberi sesuatu yang positif.
Saudaraku, rasul Paulus merupakan hamba Allah yang kaya dengan pengalaman. Begitu banyak “jalan sulit” yang harus ditempuh. Ia harus menjalani perjalanan panjang menuju ke kota Roma. Sebagai tahanan pasti berat sekali perjalanan itu. Serba dibatasi. Serba kurang nyaman.
Ditambah lagi, ia pun mengidap penyakit yang tak kunjung sembuh. Kita sakit flu satu minggu saja terasa pusing, badan meriang, pokoknya tidak nyaman. Tidak heran ‘baru’ sakit seperti itu, kita mengeluh. Rasul Paulus sakitnya lebih berat. Sulit disembuhkan. Bertahun-tahun.
Dalam kondisi demikian, ia tetap mengajar semua orang yang dijumpai. Seperti kutipan firman di atas, pendengarnya pun ada yang percaya dan ada yang tidak. Jelas, proses dan hasil pelayanannya tidak semua disambut baik. Ia juga mengalami penolakan.
Itu semua gambaran dari “jalan sukar” yang ditempuh rasul Paulus. Menyesalkah dia bahwa tidak semua yang dijalaninya lancar? Tidak. Apakah rasul Paulus tidak mendapat hal positif dari “jalan sukar” itu? Oh, justru rasul Paulus mendapat banyak hal. Salah satu ungkapannya adalah “ dalam kelemahanlah aku menjadi kuat.” Artinya, jalan sukar itu menempa imannya. Ia makin merasakan kekuatan dari Allah. Ia jadi sabar. Ia sangat menyadari betapa besarnya kasih Kristus atas dirinya.
Karena “jalan sukar” yang dijalani maka rasul Paulus tidak punya kepribadian cengeng, tidak mudah menyerah, tidak manja. Sebaliknya, ia tahan uji. Pantang menyerah. Imannya tidak mudah goyah. Keterbukaan atas kekuasaan Tuhan semakin besar.
Saudaraku, jika saat ini atau mungkin kelak esok Anda menjalani “jalan sukar”, jangan berputus asa. Hadapilah. Nanti kita akan memetik manfaatnya. Sering pola pikir orang beriman perlu diluruskan. Terutama yang berkaitan dengan hal permohonan kepada Allah. Yakni, ingin semua lancar. Mudah diterima dan didapat. Ingin instan.
Jelas, ada jalan yang mudah tapi juga terdapat jalan yang sukar. Teologi yang menanamkan bahwa hidup dalam Allah itu menjadikan semua mudah dan lancar, itu bertentangan dengan prinsip kristiani. Mengapa? Para nabi, hidupnya menempuh jalan sukar. Puncaknya, Tuhan Yesus pun menempuh “salib” sebagai jalan sukar. Tak terkecuali dengan pengalaman hidup rasul Paulus.
Jadi, kita berdoa agar tatkala kita mendapat giliran menempuh “jalan sukar”, kita kuat. Mental dan iman kita tabah dan tegar. Saat permohonan kita lama belum terealisasi, menempa kita untuk menyesuaikan dengan kehendak dan rencana Allah.
Saudara, tidak akan lahir seorang yang sabar jika tidak ada kesulitan yang dihadapinya. Barangkali aneh, pagi ini saya mengajak “ selamat menjalani jalan sukar?” Tapi, jika diresapi pelan-pelan, kita akan menyimpulkan bahwa lewat “jalan sukar” Tuhan memberikan hikmat darinya.
Kita berdoa, Tuhan, tuntunlah kami jika suatu saat kami menempuh “jalan sukar”. Agar dari situ kami lebih merasakan kehadiran-Mu.
Kami menyerahkan seluruh diri kami dan saudara seiman dalam keadaan sehat maupun sakit, di mana pun berada. Kiranya Tuhan mendampingi kami semua satu persatu. Di dalam Kristus, kami berdoa. Amin.