Oleh Pdt. Supriatno
Bacaan: Kis 18:1-3
Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Saat kita terbangun dari tidur kita, marilah mengarahkan rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah yang Maha Baik.
Firman Tuhan diambil dari Kisah Para Rasul 18:1-3, “Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka.”
Kisah Para Rasul 18:1-3
Saudaraku, orang tidak selalu siap hidup bersama dengan yang berbeda. Berbeda karena agama, suku, etnis atau apapun. Yang menakutkan, ketidaksiapan itu berubah menjadi prasangka dan kebencian.
Peristiwa beberapa waktu lalu di Surabaya, Saudara kita berasal dari wilayah paling timur, diumpat dengan memakai nama binatang. Atau, di Cikarang seorang penganut kristen diminta menghentikan ibadah Minggu di rumah. Padahal ibadah di rumah dilakukan untuk memenuhi himbauan pemerintah. Karena untuk memutus rantai penyebaran virus corona, dihimbau ibadah diselenggarakan di rumah.
Sejak dulu sikap ketidaksiapan hidup bersama dengan yang berbeda menuai korban. Tentu saja, korbannya adalah sekelompok orang atau individu yang tergolong ‘minoritas’. Banyak korban yang jatuh karena ketidaksiapan hidup dengan yang berbeda. Banyak tragedi yang penuh kepedihan akibat prasangka dan kebencian atas yang berbeda.
Saudara, sikap demikian bukan hanya gejala sekarang ini. Sejak dulu sudah terjadi. Akwila dan Priskila merupakan pasangan suami istri. Mereka berdua korban dari sikap yang tidak mau menerima pihak yang berbeda. Suami-istri itu menjadi obyek dari orang-orang yang anti orang asing. Namanya xenophobia.
Mereka diminta hengkang dari tempat tinggalnya dan keluar dari negeri Italia. Mereka diusir karena etnis Semit. Mereka didesak keluar dengan paksa karena bukan pribumi. Kaisar memerintahkan seluruh orang Yahudi tanpa terkecuali, segera harus meninggalkan Roma.
Sedih sekali, manusia diterima atau tidaknya karena agama, suku atau etnisnya. Begitu agamanya berbeda diusir. Begitu etnisnya lain, dipaksa pergi. Kepahitan dan kesedihan menimpa seluruh orang Yahudi, termasuk pasangan suami-istri tersebut. Mereka harus mulai lagi dari nol. Merintis lagi di tempat baru. Ini sungguh ujian kesabaran. Tanpa kesabaran yang kuat akan frustasi dan mengalami stress berat.
Rasul Paulus singgah di tempat baru Akwila dan Priskila di Korintus. Sebuah kota di Yunani. Di sana pula Rasul Paulus mengabarkan injil keselamatan. Di antara orang Yahudi ada yang menerima dan tidak sedikit menolaknya. Karena rasul Paulus berprofesi sama dengan Akwila, yaitu tukang kemah, ia tinggal bersama mereka.
Dari sanalah persahabatan mereka menjadi kuat. Dari sanalah pasangan suami-istri mengenal Kristus Yesus. Pengenalan yang kemudian menumbuhkan iman dan kesetiaan.
Saudaraku, dari nasib buruk karena korban kebencian etnis, ternyata menuntun mereka mengenal Kristus. Dari tragedi menjadi jalan yang mengantar Akwila dan Priskila menjadi pengikut Kristus. Dari kemalangan mengantar ke kemenangan. Tuhan bisa membuat banyak cara orang mengenal dirinya.
Bisa jadi, suami-istri itu tidak pernah membayangkan, dari nasib terusir mereka kemudian bisa mengenal Juru selamat. Itulah, Saudaraku, Allah bekerja dalam segala peristiwa. Terbukti realitas yang buruk, yang pahit, yang menyedihkan, ternyata Tuhan pakai sehingga Akwila dan Priskila mengenal-Nya. Sedangkan rasul Paulus menjembatani perjumpaan mereka dengan Juru Selamatnya.
Kini, kita yang sudah mengenal-Nya teruslah setia kepada-Nya. Selain Akwila dan Priskila, ada banyak yang lain, di mana mereka harus mengalami kepahitan dan kegetiran hidup dulu. Baru, kemudian mereka mengenal dan beriman kepada Tuhan Yesus. Setiap orang punya jalan mengenal Tuhan Yesus. Yang paling penting kita setia dan terus berbakti kepada-Nya. Iman kita tidak menjadi padam di tengah orang yang tidak siap hidup dalam keperbedaan.
Kita berdoa, Tuhan, Engkau memakai berbagai cara agar manusia mengenal-Mu. Ajar kami tetap setia. Mampukan kami hidup di tengah keragaman dan keperbedaan.
Tuhan berkati hari ini, anak-anak dan cucu-cucu kami, orang-orang yang kami kasihi. Mereka yang menjalani proses belajar dan kerja di rumah. Kiranya segala aktivitas mereka menyenangkan Hati-Mu dan para orang tua dan sesama.
Tuhan, iringi mereka yang sedang bergumul dalam ujian hidup, yang sakit dan lansia dengan pengasihan-Mu, Tuhan. Sehingga mereka sabar dan kuat di dalam Engkau di saat-saat kelemahan emosi dan tubuh dan situasi menekan.
Seluruh doa dan harapan kami, kami alaskan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.