Oleh Pdt. Supriatno
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Semoga pagi ini, kita menghirup udara hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Hanya karena
Anugerah-Nya, kita dan keluarga kita masih diberi umur kehidupan.
Firman Tuhan yang hendak kita renungan adalah, “ Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.”
Kejadian 39:12
Saudaraku, mempunyai kelebihan bisa mengundang cobaan. Karena itu, jika tanpa dibekali sikap dan mental yang kokoh, kelebihan itu menjadi sumber mala petaka. Kelebihannya mengantar dia menjadi “jatuh”. Demikian pengalaman dari episode atau penggalan hidup Yusuf.
Yusuf adalah salah satu putra Yakub. Dia lahir di masa tua Yakub. Demikian pula, di antara saudara-saudaranya, Yusuf punya kelebihan yang tak dimiliki saudara-saudaranya. Hal itulah yang membuat Yakub terlalu mengistimewakannya. Kasihnya atas Yusuf amat berlebihan. Sehingga hal itu menjadi pemantik api kecemburuan saudara-saudaranya. Akhirnya, konflik antar saudara tidak bisa dicegah. Yusuf dijadikan sosok paling dibenci bukan dicintai. Klimaksnya, Saudara-saudaranya nyaris membunuhnya, meski berubah pikiran dengan membuangnya ke dalam sumur di padang gurun.
Allah menolong Yusuf. Ada kafilah lewat sehingga mereka menyelamatkannya. Lalu, Yusuf menjadi orang yang dijual di pasar budak. Di sanalah kemudian seorang kaya bernama Potifar memperkejakannya sebagai asisten rumah tangga.
Yusuf bekerja baik. Secara fisik dia tampan. Pesona ini menjadi kelebihan di mata tuan dan nyonyanya. Tetapi, di mata nyonyanya ada keterpesonaan erotik. Sampai kemudia ia mengajaknya untuk melakukan hubungan suami dan istri. Meski, istri pejabat ini cantik. Bagi Yusuf karena perempuan itu bukan milik sahnya, ia tidak merespon ajakan nyonyanya. Yusuf hadir bukan untuk merusak keutuhan keluarga tuannya. Dia hadir di sana buat mengabdi sebagaimana tugas budak. Yusuf tidak meladeni ajakan istri Potifar. Akibatnya hasrat erotik perempuan itu bertepuk sebelah tangan.
Saudaraku, walaupun Potifar tidak tahu, bagi Yusuf tidak jadi alasan untuk tidak memegang prinsip kesetiaan. Tuannya tidak tahu, tapi Tuhan Maha tahu. Kesetiaannya berbasis kesadaran dan penghayatan personal. Kesetiaan model Yusuf merupakan contoh bagus. Kepatuhan pada nilai tetap dipertahankan meskipun tidak ada orang yang tahu. Sekaligus, Yusuf lebih takut Allah ketimbang resiko yang harus ditanggung dengan sikap penolakannya.
Bukankah di masyarakat kita seolah-olah biasa. Yaitu kepatuhan dijalankan karena ada manusia. Di kantor rajin karena ada pimpinan. Begitu pimpinan tidak ada di kantor bekerja malas-malasan. Pengendara mobil atau motor patuh terhadap rambu lalu lintas. Ya, karena melihat ada polisi. Begitu tidak ada polisi rambu-rambu tidak diperdulikan.
Yusuf lebih takut pada Tuhan dan pada nilai kesetiaan daripada mengikuti keinginan perempuan itu. Ini tidak gampang. Bahkan, bisa saja orang menyalahgunakan kelebihannya seperti Yusuf, muda dan tampan justru mengumbar ketidak setiaan.
Semoga hari ini, kita tetap setia pada Tuhan dan pada prinsip-prinsip kebenaran. Meski tidak ada orang lain yang tahu. Tapi, yang jelas. Tuhan selalu Maha Tahu atas apa yang kita lakukan. Kemarin adalah hari ketahanan keluarga secara nasional. Firman Tuhan mengingatkan kita betapa penting di dalam keluarga hadir kepatuhan dan komitmen atas kesetiaan dan keutuhan.
Kita berdoa, “ Tuhan, kiranya saat kami melangkah menjalani hidup ini, selama bersama-Mu kami tetap setia. Tidak mengecewakan Tuhan dan tidak mengecewakan sesama kami.
Kami membawa dalam doa, kehidupan kami semua hari ini dan memasuki akhir pekan. Tuhan memberi kami kesempatan menikmatinya bersama keluarga. Kiranya kami diberi tubuh sehat, setia dalam iman dan hidup suka cita serta sejahtera menyertainya. Berkati keluarga kami masing-masing dengan kebahagiaan.
Inilah, doa kami Tuhan. Dengarlah dan kabulkanlah. Amin.