Selamat pagi, oma-opa, ibu-bapak dan saudara-saudaraku yang baik. Kita memasuki akhir pekan, setelah menjalani hari-hari di bawah pernaungan Tuhan. Puji syukur. Refleksi hari ini kita akan memaknai masa lalu.
Firman Tuhan diambil dari, ”tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (14) dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”
Filipi 3:13b-14
Bisakah kita hidup tanpa masa lalu? Bagaimanapun Saudara seperti sekarang ini tentu tidak terpisahkan dengan apa yang telah terjadi dan apa yang telah dilakukan masa lalu. Jika Anda seorang sarjana, karena di masa lalu memang menempuh studi kesarjanaan. Anda belajar. Anda lulus dan diwisuda. Tentu aneh menjadi sarjana tanpa proses yang dilakukan di masa lalu.
Sosok manusia itu melekat dengan masa atau waktu yang bersifat 3 (tiga) dimensi: masa lalu, masa kini dan masa depan.
Masa yang telh lewat yang mengantar kita bisa seperti sekarang. Ungkapan terkenal, apa yang ditabur itu yang akan dituai. Artinya, apa yang kita nikmati sekarang karena faktor apa yang sudah dikerjakan hari lalu.
Masa lalu berpengaruh dengan yang kita miliki saat ini. Jika waktu lalu malas dan masa bodoh dengan hal akan datang. Maka masa kini didera keterbelakangan atau ketertinggalan. Bisa tertinggal secara ekonomi, pengetahuan maupun pengaruh sosial, dll.
Begitu pun suasana masa depan sangat ditentukan masa kini. Jika anak kita sekarang belajar serius, bekerja sungguh-sungguh, tertanam kuat cinta kepada Tuhan Yesus. Lihat, kelak apa yang dikerjakan akan memberi buah optimisme buat masa depannya.
Begitupun, saat kini, inilah waktu yang sedang kita nikmati. Saat sekaranglah hidup yang riil. Inilah waktu yang sedang kita miliki. Jika kita cinta Tuhan, sekarang ini waktu mewujudkannya.
Lalu apa arti firman Tuhan, “melepaskan apa yang ada di belakangku?” Saudaraku, tadi kita nyatakan hari lalu berdampak dan berkontribusi untuk saat ini?
Saudaraku, masa lalu memang berharga. Tapi, ada juga yang membelenggu seseorang sehingga masa kini dan masa depannya terganggu. Di antaranya: dosa yang masih dibawa terus menerus. Sehingga tidak mau diputus. Akhirnya, kehidupan sekarang pun tetap dipeliharanya. Pengalaman- pengalaman jelek di hari lalu, masih saja dilestarikan.
Hal seperti inilah yang harus diputus. Jangan terus dibawa-bawa ke masa kini apalagi masa depan. Tidak ada gunanya dan menodai masa kini kita. Misalnya: di masa lampau ada perilaku suka membohong. Putuskan. Jangan dijadikan bagian masa kini kita.
Daripada kita dibebani dengan membawa terus perbuatan buruknya. Maka, lebih baik melihat ke depan. Merintis perbuatan baru yang kemudian mendapatkan hadiah surgawi. Ini jauh lebih bagus dan indah buat kehidupan Saudara dan saya.
Menanti adalah melihat ke depan. Menyongsong hal yang akan datang. Sekaligus apa yang akan dilakukan hari esok. Maka, jangan kita dibelenggu oleh perilaku lalu yang buruk. Kita putus masa demikian karena bertentangan dengan harapan surgawi kita. Mari, akhir pekan ini, kita menyongsong Tuhan Yesus yang datang. Kita bertindak dengan modus atau bentuk yang kelak dihadiahi hal bersifat surgawi. Perbuatan tercela masa lalu, jangan diberi tempat dalam kita sekarang dan akan datang.
Kita berdoa, Tuhan, mampukan kami menyambut-Mu dengan sikap dan tindakan yang tidak terbelenggu perilaku buruk di masa lalu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno