Membangun Relasi

Selamat pagi, Ibu- bapak, Opa-oma, mas-mbak dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, karena kasih setia-Nya tidak pernah berubah kepada kita, keluarga dan beriman kepada Allah Pagi ini, kita tetap merasakannya. Kita masih membuka mata dan melihat betapa baiknya Tuhan atas kita. Refleksi hari kita diajak untuk memaknai membangun relasi.

Firman Tuhan hari ini, ”Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”

Lukas 1:28

Saudaraku, salah satu bentuk yang mewarnai relasi dan komunikasi antar sesama manusia, adalah menyampaikan “salam”. Misalnya, “selamat pagi.” Atau, “selamat sore. Apa kabar?”. Hal itu kita lakukan sepanjang hidup kita. Sapaan itu menandakan adanya relasi hangat yang terus terjaga. Ada keperdulian atas orang lain. Seorang anak mengirim pesan lewat whatts app, dengan menyapa ibu atau bapaknya. Itu sesungguhnya ungkapan perhatian yang menghangatkan hati orang tuanya. Orang tua merasa anaknya tetap dekat, meski mungkin tidak tinggal serumah. Atau sedang ada kegiatan yang berada di tempat berlainan.

Sebaliknya, relasi antar manusia (interpersonal) yang tidak saling menyapa, bahkan dengan anggota keluarganya sendiri. Itu tanda bahwa relasinya sedang buruk. dingin. Bukan tidak mungkin sedang konflik. Saling diam memperlihatkan adanya relasi yang perlu dibenahi. Bagaimanapun praktik tegur sapa mengandung arti meningkatkan kualitas relasi antar manusia.

Malaikat mengunjungi orang yang terkait langsung atau tidak langsung dengan peristiwa natal. Kita ingat kepada para gembala dan sesuai firman Tuhan, mengunjungi Maria. Dengan menegaskan bahwa merupakan perempuan istimewa. Dan meminta Maria tidak terombang ambing dalam mengambil keputusan. Semua disapa dengan salam dan penegasan “jangan takut.”

Salam itu dari kata shalom. Artinya, damai sejahtera. Kata “salam” identik dengan “selamat”. Ketika saya menyatakan kepada Anda semua “selamat pagi”. Itu bukan sekedar sebatas ungkapan kesantunan, apalagi cuma “basa-basi”. Sebenarnya terkandung harapan tulus agar Anda yang saya sapa, pagi ini selamat. Anda semua dalam damai sejahtera.

(Karena itu, sangat pas jika kita tidak menyapa Allah, “ selamat pagi, ya Allah”. Karena Allah pemilik keselamatan. Kita tidak pada tempatnya mengharapkan agar Allah selamat. Yang butuh keselamatan itu manusia, sedangkan Allah adalah sumber keselamatan dan damai sejahtera).

Malaikat datang menyapa dan menyampaikan salam kepada Maria. Itu menunjukkan Allah ingin yang disapa berada dalam situasi damai. Seiring dengan itu, kita tidak takut maupun gelisah. Terutama berkaitan dengan kedatangan Yesus dalam natal. Natal adalah wujud keselamatan yang datang ke dunia. Dengan demikian, jangan memberi tempat ketakutan. Sebaliknya diri dan hati Anda serta saya menerima dengan girang.

Saudaraku, karena Allah datang ke dunia adalah sumber suka cita, maka semakin dekat kita dengan Dia, semakin kita merasakan kegembiraan. Termasuk semakin kuat tingkat sapaan antar sesama, baik itu di gereja atau di masyarakat. Sapaan yang mencerminkan rasa hormatii satu sama lain.

(Sebaliknya, suatu masyarakat ataupun kehidupan gereja yang kehilangan sapaan satu sama lain. Maka, keduanya kehilangan nutrisi yang dibutuhkan sebuah kehidupan bersama).

Kemarin, saya memandu sebuah seminar melalui online (webinar). Salah satu pembicara menyampaikan hasil riset perilaku keagamaan orang yang intoleran. Yaitu orang yang tidak menghormati orang atau kelompok yang berbeda. Ternyata, semakin kuat keberagamaan mereka semakin tidak menghargai mereka yang berbeda. Justru mereka tidak mau membangun relasi dengan yang lain. Suatu hal yang ironis.

Hal seperti ini, jangan sampai menjangkiti kita juga. Semakin rajin ke gereja, eh..semakin memusuhi atau berprasangka terhadap pihak lain yang berbeda. Apakah beda agama, beda suku, beda kelas sosial, beda orientasi politik, dsb.

Pesan utama natal, semakin dekat dengan Allah yang datang, maka semakin kuat kita membangun relasi antar manusia. Hidup bersama dengan damai. Tidak takut dan tidak menakut-nakuti yang berbeda. Tidak terancam dan tidak mengancam kehadiran sesama yang lain. Karena itu, benarlah sapaan dan salam malaikat, “jangan takut”.

Saudaraku, berkaitan dengan itu, pagi ini sapalah Allah. Dalam doa kita menyapa Allah. Setelah itu, kita lanjutkan menyapa dan memberi salam kepada sesama kita. Dengan salam namaste dan senyum hangat terekspresi secara alami. Lahir dari hati kita perasaan tentram atas kehadiran-Nya dan seiring dengan itu, sikap perduli atas sesama.

Kita berdoa, “Tuhan, karuniakan kami untuk selalu dekat dengan Engkau. Sebab dengan Engkaulah kami telah dan akan terus merasakan keindahan kebaikan-Mu. Demikian juga dengan sesama kami sehingga kami saling menyapa.

Kami serahkan hidup kami di tengah pekan ini di dalam tangan-Mu yang penuh pengasihan. Karuniakan kesehatan agar natal dapat kami rayakan dengan suka cita. Doa ini kami panjatkan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno