Mendamaikan Bukan Memprovokasi

Oleh Pdt. Supriatno

1 Samuel 18:7-8

Selamat pagi, seluruh Saudaraku yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih pada Allah, jantung kita masih berdetak, kita masih bernafas, panca indra kita masih bekerja dan organ tubuh yang lain tetap berfungsi. Itu tanda nyata, kita masih dikasihi Allah melanjutkan kehidupan.

Firman Tuhan hari ini berbunyi, perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” (8) Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.”

1 Samuel 18:7-8

Saudaraku, telah lahir bintang baru dalam kehidupan bangsa Israel, namanya Daud. Umurnya masih belia, rupawan wajahnya dan berani mentalnya. Goliath jago perang yang ditakuti dari bangsa Filistin tumbang di tangannya. Popularitas Daud sebagai pahlawan baru bangsa Israel langsung melesat tinggi. Belum lagi, setelah kemenangan gemilang itu, diikuti kemenangan-kemenangan lain yang menambah harum nama Daud.

Itu semua buah manis yang dikecap Daud dari keberhasilan tugas di pundaknya. Otomatis pula muncul pengagum-pengagum baru yang mengidolakannya. Di antara mereka itu adalah para perempuan. Kombinasi antara postur tubuh yang ideal dan kehebatan perangnya, melahirkan para perempuan yang mengidolakannya. Namun, sayangnya rasa kagum atas sang idola sangat berlebihan. Terlihat dari sambutan mereka atas Daud sepulang dari medan perang. Mereka memuji kehebatan Daud.

Sementara itu dengan terbuka mereka mengecilkan nama rajanya sendiri, Saul. Daud dielu-elukan dengan gempitanya, seiring dengan itu Saul sang raja malah direndahkannya. Kedua nama besar di negeri itu dibanding-bandingkan dengan blak-blakan. Mereka membesar-besarkan bahwa Daud mampu membunuh musuh sampai puluhan ribu, sedangkan Saul jumlahnya lebih sedikit, ribuan saja.

Saudaraku, tentu saja tindakan para perempuan itu cenderung bersifat provokatif. Pujian berubah menjadi memanas-manasi. Membesarkan yang satu, meledek yang lainnya. Akhirnya, tindakan mereka itu meletupkan luapan kemarahan raja Saul. Sehingga ia memandang Daud sebagai rivalnya. Kompetitor. Akibatnya, Saul memandang Daud menjadi pesaing beratnya, padahal relasi Daud dengan Yonathan, putra Saul amat dekat dan mesra.

Provokasi bisa menimbulkan panas hati. Tindakan memanas-manasi sangat berbahaya. Provokasi bisa melahirkan ledakan kemarahan yang besar. Apalagi, yang panas hati itu orang yang punya jabatan, punya senjata, punya pasukan dan kekuasaan, seperti raja Saul. Maka, sejak itu, hubungan Saul dan Daud menjadi renggang. Bahkan memburuk, Daud dikejar- kejar dan diburu untuk dibunuh.

Saudaraku, lebih mudah menciptakan konflik daripada membangun keutuhan relasi antar dua pribadi. Karena itu, kita sekali-kali tidak boleh melakukan provokasi. Sekaligus waspada dan hati-hati dengan para provokator. Lihat saja, situasi yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota sejak beberapa hari lalu. Demonstrasi yang berlangsung dengan hati panas. Kabar bersifat Hoax atau kebohongan plus fitnah, berhasil memprovokasi emosi yang labil dan keterbatasan pengetahuan atas masalah sebenarnya.

Apa akibatnya? Tindakan bersifat merusak atau anarkis pun meledak. Korban luka-luka atas aparat telah terjadi, demikian juga kerugian material. Suhu politik jadi hangat. Penyebab awalnya, tidak bisa dipisahkan adanya informasi atau kabar berisi ungkapan provokatif dari orang yang suka negeri ini tidak damai.

Di sinilah, kita sebagai orang beriman berpikir jernih sehingga kata-kata yang keluar dari bibir kita pun jernih, bukan memperkeruh. Kata-kata kita menenangkan bukan membuat situasi jadi tegang dan lahir suasana permusuhan. Termasuk kita harus bijak menggunakan jari kita. Agar jari kita tidak menyusun kata memanas-manasi di HP kita. Lebih baik, kembali ke status orang beragama. Yakni menghayati ajaran untuk mengasihi bukan membenci. Mendamaikan bukan memprovokasi. Jika tidak, apa artinya beragama?

Mari kita berdoa, Tuhan, karuniakan gairah dan semangat dalam hidup kami untuk menjadi juru damai. Bukan sebagai penyulut permusuhan. Karena Engkau adalah Raja damai, dan kami pun ingin menjadi orang yang membawa damai.

Tuhan, mampukan kami beserta orang-orang yang kami cintai, menjalani hari baru bersama kasih-Mu. Lindungilah seisi rumah kami dan berkati aktivitas kami. Kiranya langkah kami senantiasa dalam lindungan-Mu. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.