Mengelola Talenta

Kejadian 37:28

Puji syukur kepada Allah Sang Pemberi kehidupan, pagi ini kita masih menghirup udara hari yang baru. Selamat pagi, bapak-ibu, oma-opa dan Saudaraku yang baik.

Pagi ini kita ingin memetik hikmat dari firman Tuhan, yakni, “Ketika ada saudagar-saudagar Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh syikal perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir.”

Kejadian 37:28

Saudaraku. Setiap orang punya kelebihan. Allah memberikan tiap manusia dengan talenta masing-masing. Dalam satu keluarga ada yang talentanya sama, namun tidak sedikit yang beragam. Pada umumnya, setiap orang memiliki kelebihan khas masing-masing. Ada yang unggul di bidang olah raga, ada juga di bidang organisasi, contohnya. Meski satu keluarga ada beragam talenta.

Seyogyanya setiap kelebihan yang dimiliki oleh anggota keluarga kita menjadi kebanggaan bersama. Kelebihan disyukuri sebagai pemberian yang kelak berdampak positif atas yang lain. Sebaiknya demikian. Sayangnya, fakta di dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu. Kelebihan di sebuah keluarga malah memicu iri hati. Sangat disayangkan, akhirnya relasi dalam keluarga terganggu. Kelebihan dimaknai keliru maka efeknya bukan membawa kebersamaan, malahan menimbulkan perpecahan.

Yakub mengalami kepahitan berkenaan kurang tepat menyikapi kelebihan salah satu putranya, Yusuf. Di mata Yakub, Yusuf punya kelebihan melampaui saudara-saudaranya yang lain. Semata-mata karena Ia dilahirkan di masa tua Yakub. Sosok Yusuf lebih diistimewakan. Jubahnya saja lebih baik daripada yang lain. Ditambah lagi, Yusuf punya kelebihan sebagai visioner. Tahu tentang masa depan. Hal ini membuat Yakub makin berlebihan mengistimewakannya. Sedangkan respon saudara-saudaranya menunjukkan ketidak sukaan. Justru hal itu memercikkan kecemburuan. Saudara-saudara Yusuf bukan membanggakannya malah merancang hal jahat atasnya.

Drama keluarga terjadi lantaran keliru memaknai. keluarga menuai perpecahan. Keutuhan terganggu. Klimaksnya, muncul rancangan pembunuhan. Ya, bagaimana melenyapkan Yusuf dari dunia ini. Sebuah permufakatan jahat tercipta di kepala saudara-saudara Yusuf. Itu tanda betapa saking besar kebencian yang tertanam pada diri saudara Yusuf. Mereka tidak lagi punya rasa cinta dan belas kasihan. Yusuf itu saudara sendiri. Punya ayah yang sama, tinggal di bawah atap yang sama, makan dari masakan dapur yang sama. Itu semua dilupakan jika kebencian sudah sampai ke ubun-ubun.

Awalnya saudara Yusuf hendak membunuhnya dengan membuang Yusuf ke sumur. Skenario berubah, mereka menjual Yusuf sebagai budak berharga 20 syikal perak. Bagi mereka dua keuntungan dipetik, pertama sosok Yusuf tidak ada lagi di depan mata mereka. Mereka lega. Kedua, keuntungan ekonomis. Dapat uang.

Saudaraku, mala petaka dimulai. Yusuf telah tiada di rumahnya. Sejak itu Yakub kehilangan semangat hidup. Sedih berkepanjangan. Sepotong informasi bohong yang direkayasa anak-anaknya itulah yang jadi pegangannya bahwa Yusuf telah tewas oleh binatang buas. Pancaran kegembiraan di hati Yakub pudar. Kebanggaan atas anak tersayang direnggut tiba-tiba. Seorang ayah menjalani hari-hari panjangnya dengan rasa hilang yang mendalam.

Saudaraku, bagaimana kelebihan harus dikelola dengan benar sehingga tidak berubah menjadi bencana keluarga? Kelebihan di antara saudara jangan diperlakukan berlebihan sehingga ada yang merasa diperlakukan berbeda. Hindari ada anak emas di tengah keluarga. Sebab nanti ada anak yang lain merasa tidak diperlakukan sama. Di gerejapun semua warga jemaat harus dilayani dan diperlakukan sama, entah dia punya kelebihan apapun. Tidak ada favoritisme. Demikian juga dalam kehidupan berbangsa. Tidak ada warga negara kelas satu, hanya karena menganut agama tertentu. Semuanya sama. Perlakuan sama akan melahirkan kekompakan, sedangkan pembedaan membuahkan perpecahan. Drama keluarga Yusuf patut menjadi pelajaran berharga. Seorang ayah harus berpisah puluhan tahun dengan anak yang dicintainya. Persaudaraan diporak porandakan rasa iri, cemburu dan kebencian. Agar kita tidak demikian, kita menerima anggota keluarga kita dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing dengan rasa syukur. Yang nasibnya kaya kita syukuri, dan kurang kaya kita cintai juga. Yang berhasil dalam menimba ilmu kita kasihi, yang tidak dia juga kita sayangi.

Mari kita berdoa, Ya, Tuhan, Engkau mengaruniakan kami dengan talenta masing-masing. Kiranya itu dapat kami kelola dengan tepat dan baik sehingga menjadi berkat buat kami. Doa ini kami panjatkan hanya dalam nama Yesus Tuhan kami. Amin.