Oleh Pdt. Supriatno
Bacaan: Efesus 2:14
Selamat pagi, ibu-bapak dan saudara-saudaraku yang baik. Semoga perjumpampaan dengan Tuhan dan firman-Nya selalu menjadi momen memperoleh kekuatan dan semangat. Di pagi yang baru ini, kita telah melakukannya. Untuk itu, kita bersyukur kepada Tuhan.
Firman Tuhan yang menjadi sumber renungan, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, “
Efesus 2:14
Hidup kita bersama orang lain bisa berjalan dalam keharmonisan. Relasi demikian menunjukkan gambaran serasi. Di dalamnya mengandung suasana menyenangkan.
Sebaliknya, relasi dengan sesama yang diwarnai keadaan disharmoni, di dalamnya ada perseteruan. Konflik. Ada ketidak damaian.
Dua sisi suasana relasi ini merupakan sisi kehidupan manusia. Keduanya suka datang dan pergi dalam Anda dan saya. Saat tertentu kita memiliki suasana harmonis dengan sesama. Saat lain, justru suasana perseteruan. Kedua datang dan pergi silih berganti.
Saudaraku, kita dapat membedakan keduanya satu dengan yang lain. Tentu, suasana harmonis adalah ideal. Hati kita tentram. Emosi kita damai. Pikiran kita jernih.
Lain halnya relasi kita disharmoni. Perseteruan itu menguras perasaan. Batin kita gelisah. Pikiran kita keruh. Hal demikian terjadi pada saat relasi kita dengan sesama tidak damai.
Menurut firman Tuhan, relasi kita tidak hanya menyangkut manusia dengan manusia. Tetapi juga dengan Tuhan, Penciptanya sendiri. Diawali perilaku Adam dan Hawa, maka relasi manusia dengan Allah menjadi buruk. Sebuah konflik tak terjembatani.
Manusia tidak punya kekuatan dan kemampuan membuat jembatan yang mengembalikan relasinya dengan Allah.
Saudaraku, furman Tuhan menyatakan, bahwa saat ini tembok perseteruan manusia dan Allah telah dirubuhkan. Allah telah berdamai dengan manusia. Dan awal perubahan ini, bukan berasal dari kita, manusia. Melainkan diprakarsai Allah dalam Yesus Kristus.
Saudaraku, apakah yang dibuat dan telah dilakukan manusia sehingga konflik berakhir dan perseteruan telah berhenti? Dikatakan “ karena Kristus”. Kristus yang telah menyerahkan hidup-Nya. Dia telah berkorban. Itulah yang mengubah relasi kita. Allah melihat manusia ciptaan-Nya sangat berharga dan istimewa. Maka, Ia tidak mau manusia mengalami perseteruan abadi dengan Allah.
Saudaraku, berseteru dengan manusia saja repot betul. Tadi dikatakan, batin kita tidak tenang. Pikiran kita keruh. Apalagi kalau kita berseteru dengan Allah. Pasti kita akan menuai suasana yang lebih berat dan buruk.
Namun, syukurlah, Yesus yang berkorban adalah Yesus yang mengubah relasi kita dengan Allah.
Atas dasar keyakinan demikian, maka pagi ini kita jangan meruntuhkan relasi yang harmonis dengan Allah. Jangan pula menbangun tembok perseteruan, yang telah dirubuhkan Yesus.
Bagaimanapun, Hidup harmonis dengan Allah, melahirkan pikiran kita tenang. Emosi kita tentram. Dan seluruh energi kita tidak terkuras oleh kelelahan batin.
Saudara, Allah menciptakan damai itu buat kita. Sehingga kita telah mencecap indahnya berdamai dengan Allah. Berangkat dari perasaan yang damai, pikiran yang tenang, kita hendaknya menjadi agen damai sejahtera.
Kita hadir di manapun dengan membawa spirit damai. Tatkala kita menemukan ada orang yang tengah retak relasi dengan sesamanya, kita rekatkan. Di mana ada perseteruan, di situ kita hadir merukunkan.
Mari kita berdoa, “ Tuhan, mampukan kami terus membangun relasi damai dengan-Mu dan sesama kami serta dengan diri kami sendiri. Jadikan kami menjadi pembawa damai di mana pun Engkau mengutus kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.