MENJADI MURID KRISTUS DI TENGAH PERUBAHAN GLOBAL

REFLEKSI ALKITAB, MINGGU, 26 JULI 2020

Oleh Weinata Sairin

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.

2 Petrus 1: 5-7

Menjadi orang Kristen ternyata tidak semudah yang dipikirkan banyak orang. Seolah dengan iming-iming sembako, atau dibantu asap dapurnya , dan mendapat fasilitas standar dalam hidupnya membuat seseorang dengan mudah dibaptis dan menjadi orang Kristen. Lalu, jadilah ia secara formal orang Kristen. Tahun 1960-1970-an marak istilah Kristenisasi di beberapa daerah, yang kemudian muncul istilah “Kristen beras” atau “Kristen susu”. Maksudnya adalah seseorang menjadi Kristen karena mendapat sumbangan beras atau susu dari lembaga atau pribadi yang bergerak dalam bidang penginjilan. Dalam masa itu, tatkala kemiskinan benar-benar melilit rakyat kecil, aspek ekonomi memang sering berpautan dengan berpindah agama.

Pada saat penulis menjadi pendeta di kota kecil Cimahi. Sekitar tahun 1974-1978, beberapa kali ada orang-orang (Sunda) yang datang dari sekitar Cimahi untuk ikut Kebaktian Minggu di gereja. Mereka menyatakan keinginan untuk “masuk Kristen”. Sempat dilakukan percakapan dengan mereka, dengan melibatkan beberapa anggota Majelis Jemaat. Dalam percakapan itu ditangkap adanya nuansa motif ekonomis dari mereka dalam kaitan keinginan untuk menjadi Kristen.

Petrus, dalam surat yang dikirim kepada Jemaat di sekitar Asia tahun 100. Saat di tengah berbagai derita yang dialami umat karena kekristenannya. Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi realitas empirik yang demikian sulit maka Iman itu tidak cukup. Dengan beriman, tercatat dalam buku register Gereja, datang dalam Ibadah Minggu dan kegiatan rutin gerejawi lainnya. Seolah sudah beres semuanya, dan seat di sudah tersedia.

Rasul Petrus mengingatkan agar kita dengan sungguh-sungguh berusaha. Berusaha untuk menambah Iman dengan kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri dan ketekunan, kesalehan, kasih akan saudara-saudara, dan kasih akan semua orang.

Ia tentu saja mempunyai alasan spesifik dan argumentatif. Sehingga dirinya perlu menyebut secara eksplisit tujuh keywords/kata kunci yang perlu ditambahkan kepada Iman. Hal ini agar iman umat itu mampu bertahan di tengah politik kekuasaan yang saat itu mengguncang kehidupan. Petrus tahu betul karakter umat yang ia kirimi surat, bagaimana daya tahan iman mereka. Petrus tahu bagaimana politik licik penguasa saat itu. Mereka yang selalu memosisikan umat Kristen sebagai kambing hitam yang melakukan pembakaran kota atau tindak kriminal lainnya. Itulah sebabnya Petrus dalam gaya pastoralnya yang bernas, cerdas, dan dalam, mengungkapkan hal itu dalam suratnya.

Tatkala kita kini hidup dan menghidupi dunia postmodern. Dunia dengan tingkat peradaban yang makin maju. Dunia yang ketika beragam informasi memasuki ruang-ruang privasi kita secara telanjang. Serta dunia yang tatkala informasi mondial hanya sebatas kemauan dan kemampuan jemari kita mengeklik. Tetap saja kekristenan tidak mendapat ruang yang sejuk dan nyaman/convenience. Kekristenan tetap ditolak oleh dunia, seperti yang Yesus katakan. Hujatan, penodaan, penistaan, bahkan kriminalisasi terhadap kekristenan tak pernah surut.

Umat Kristen Indonesia adalah bagian integral dari bangsa ini. Mereka bukan penumpang gelap atau penumpang tanpa karcis di gerbong NKRI. Kita adalah pemilik sah negeri ini yang telah menyumbangkan darah, tubuh dan bentuk-bentuk pengorbanan yang lain demi tegaknya NKRI.

Mari terus mengukir karya terbaik di negeri ini. Kita wujudkan tujuh kata kunci penting seperti yang dikatakan Petrus. Sehingga sebagai murid Kristus kita mampu survive, bahkan mampu memberi kontribusi ditengah perubahan global.

Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu
God Bless !