Menjadi Sahabat Sejati

Oleh Pdt. Supriatno

Bacaan Alkitab: 2 Samuel 9:7b-8

Selamat pagi, Saudaraku semua yang baik dan dikasihi Tuhan Yesus. Pagi di medio Mei telah tiba. Kita yang sehat maupun sakit, mari kita tetap bersyukur kepada Allah. Memuji dan memuliakan nama-Nya.

Firman Tuhan untuk kita renungkan pagi ini yaitu, “Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku. Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: “Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?” 2 Samuel 9:7b-8

2 Samuel 9:7b-8

Saudaraku, jiwa persahabatan sejati tidak akan berubah meski ada perubahan status dan kondisi lahiriah yang buruk. Paling tidak, itulah yang tercermin dari contoh persahabatan berdasarkan pengalaman raja Daud.

Mari kita lihat. Yonathan dan Daud sering digambarkan dua sahabat sejati. Ikatan relasi mereka sangat kuat. Keduanya berbeda status satu sama lain. Yonathan adalah putra Saul, raja waktu itu. Ia berpeluang menggantikan ayahnya sebagai raja. Sedangkan Daud putra petani dan sekaligus penggembala. Yonathan biasa tinggal di istana, sedangkan Daud warga biasa. Nama Daud kemudian begitu terkenal setelah ia mengalahkan Goliath, pahlawan bangsa Filistin. Reputasi Daud mengalahkan Raksasa itu, akhirnya mempertemukan mereka berdua.

Kualitas persahabatan mereka patut diacungi jempol. Indah, akrab dan penuh persaudaraan. Yonathan membanjiri Daud dengan hadiah-hadiah dan benda-benda berharga serta mahal.

Yonathan jugalah yang melindungi Daud, sahabatnya dari sasaran murka ayahnya sendiri, Saul sang raja. Kita tahu, makin lama popularitas Daud melampaui Saul. Akibatnya, Saul yang tadinya menyimpan kekaguman atas prestasi Daud berubah. Ia menjadi benci dan marah kepada Daud.

Di mata Saul, Daud telah merebut hati rakyat. Kecemburuan mengaduk-aduk emosinya. Kita masih ingat ucapan lantang para emak-emak “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Ungkapan itu jelas meninggikan Daud, berbarengan dengan itu merendahkan Saul sang Raja.

Waktu bergulir. Jauh hari ke depan, Allah memberkati Daud. Allah menjadikan Daud duduk di tampuk kekuasaan. Daud menjadi raja. Yonathan sang sahabatnya telah meninggal. Namun, ikatan persahabatan itu tetap membekas kuat di hatinya. Daud yang telah jadi raja, ia tetap ingat kebaikan sahabatnya itu. Maka ia menyempatkan diri menelusuri nasib keturunan Saul.

Daud ingin menemukan dan ingin merajut kembali persahabatan dengan keturunan Saul dan Yonathan. Dari sanalah, Daud kemudian berjumpa dengan anak alm. Yonathan, sahabat lamanya. Namanya Mefiboset. Keadaannya menyedihkan. Hidup miskin dan kondisi fisiknya disable (dulu disebut cacat).

Menyedihkan sekali kondisi kehidupan cucu mantan seorang raja. Hidupnya kurang beruntung. Kakinya cacat dan secara ekonomi miskin. Numpang hidup di rumah orang lain. Hidupnya terlantar, sampai Mefiboset menyebut dirinya “anjing”. Siapapun orangnya, dalam keadaan demikian tidak mudah percaya diri. Mefiboset malu terhadap lingkungan, menghindar dari pergaulan sosial dan kesepian.

Tidak mudah menemukan orang yang mau jadi sahabat bagi seorang cacat plus miskin. Tidak ada yang bisa diharapkan darinya. Karena dipikirnya persahabatan dengan orang seperti itu lebih banyak merepotkan daripada mendapat sesuatu.

Setelah bertemu, raja Daud mengembalikan aset keluarga Saul kepada Mefiboset. Kehormatannya dipulihkan dengan bentuk bisa makan bersama raja. Pendeknya, raja Daud memberi fasilitas hidup yang baik bagi putra sahabatnya itu.

Di sinilah, Daud memberi teladan. Walaupun sudah jadi orang nomor satu masih menyempatkan waktu merangkai ulang arti persahabatan. Jadi, Daud bukan tipe yang gampang melupakan teman dan keturunannya.

Dalam praktik, seseorang yang sudah kaya, punya jabatan bagus dan tergolong masuk kalangan elit, bisa lupa teman. Merasa gengsinya bisa turun jika punya teman secara fisik buruk dan secara ekonomi memprihatinkan. Karena itu, orang menjadi berubah karena kekayaan dan jabatan. Teman-teman lamanya yang ndeso alias kampungan dan ditambah miskin serta derajatnya rendah, kemudian dilupakan. Dalihnya, “ tidak selevel”.

Daud tidak. Ia tidak terjatuh pada sikap demikian. Jabatan dan kekayaannya tidak mengubah wataknya yang penuh persahabatan. Jadi, belajar dari sana, kita pun patut menjaga dan memelihara persahabatan sejati. Tidak perduli sahabat kita miskin. Tidak perduli dia tidak tampan atau cantik. Tidak perduli dia tergolong kalangan biasa. Sekali sahabat, maka terus tetap sebagai sahabat.

Kita berdoa, “ Tuhan Maha Baik, semoga kami terus memupuk nilai persahabatan dengan sesama kami. Jadikanlah kami bisa menjadi sahabat sejati bagi sahabat kami yang biasa2 saja kondisi kehidupannya.

Berkati perawatan oma-opa, lansia yang kurang sehat, agar perawatan dan konsumsi obat memberi dampak kesembuhan karena ijin-Mu.

Dalam nama Yesus, kami memohon. Amin.