Pdt. Supriatno
Selamat pagi, ibu-bapak, oma-opa dan saudara-saudaraku yang baik. Sesuai kalender waktu, kita sudah memasuki Minggu kedua Desember, sekaligus Minggu Adven ke-2. Puji syukur kepada Allah, Dia tidak terlelap menjaga dan melindungi kita. Menjadi terang merupakan tema refleksi kita hari ini.
Firman Tuhan yang menjadi pijakan sapaan pagi ini, diambil dari, ”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.”
Matius 5:14
Saudaraku, ada bangunan yang sengaja dibangun di puncak bukit, atau paling tidak di lokasi yang cukup tinggi. Jika sempat berkunjung ke bukit kasih di desa Kaonang, kabupaten Minahasa, ada bangunan simbol toleransi di sana. Tentu yang lebih dulu yang terkenal, yaitu patung Kristus Penebus di Rio Janerio, Brazil. Berdiri menjulang tinggi di gunung Corcovado dalam posisi memberkati.
Dari jauh bangunan itu sudah bisa dilihat. Indah, megah dan mempesona. Bahkan bisa menggetarkan hati yang menatapnya dari jauh. Begitulah, sebuah bangunan yang berdiri di ketinggian. Bangunan yang bersifat keagamaan menggugah emosi dan hati. Terutama kualitas bangunannya indah menakjubkan.
Tuhan Yesus juga berbicara tentang ketinggian. Orang kristen juga diminta bagaikan kota indah di tempat yang tinggi. Itu berarti, sosoknya dapat dilihat banyak orang. Dari jauh sudah dikenali. Terutama, Tuhan Yesus mengharapkan orang kristen yang mampu menyandang kekristenan dengan baik. Label kristen karena mudah dilihat sesuai posisinya, patut dijaga kualitas kemuridannya.
Saudaraku, ini ajakan sekaligus tantangan. Jika gagal menjadi orang kristen baik, maka mudah sekali dilihat dan diketahui orang banyak. Identitas menjadi terang. Memberi inspirasi sebagai contoh atau teladan (role model). Sebaliknya, bila gagal memenuhi harapan Tuhan Yesus, orang dengan mudah menggunjingkannya. Bukan tidak mungkin, bisa membuat nila setitik merusak susu sebelanga.
Dengan demikian, tempat orang kristen tidak sebatas di gereja. Terangnya harus memancar di tempat yang sepenuhnya dirasakan orang lain. Saya ingat, ada tokoh kristen di era pemerintahan presiden Soekarno. Ia mampu menjabat presiden 7 kali. Lembaga puskesmas, lahir dari ide almarhum. Pembawaannya tenang, dan hadir dengan kepribadian yang membuat presiden Soekarno menyapanya “dominee”. Tentu, Johanes Leimena dipastikan tengah berada dibatas kota dengan fungsi menerangi. Ia telah menjadi terang dan dapat dilihat cahayanya oleh banyak orang.
Sayangnya, ada juga tokoh kristen yang gagal. Akhirnya ia hadir bukan sebagai terang. Tapi terpapar kegelapan. Akibatnya, orang banyak tahu. Tapi tidak dengan hati berkesan, malah menyesalkan. Salah satunya, yang kini jadi sumber pemberitaan.
Saudaraku, kita semua yang mengikut Kristus, sungguh efek sebagai terang harus menjangkau dunia. Jangan dibatasi. Dalam fungsi apapun, dan posisi sederhana apapun, jadilah seberkas cahaya jangan jadi kegelapan. Sebagai supir taksi, nyamankanlah penumpang dengan ketrampilan menyetir dan kesantunan yang membuat penumpang merasa “ada yang lain”. Jadi pedagang jangan mengelabui langganan. Selaku pejabat publik, lahirkanlah kebijakan yang menyejahterakan. Sehingga jabatan selesai, orang banyak menjadikan prestasi masa kepemimpinannya menjadi model ideal. Ingat tentunya, Susi Susanti, dialah orang Indonesia pertama peraih medali emas olimpiade. Siapapun tahu, dia murid Kristus.
Dan banyak lagi lainnya, terang orang kristen yang bagaikan kota di atas bukit. Termasuk bisa saja Anda pun telah hadir dengan keahlian, dedikasi, profesionalitas atau hal-hal sederhana sekalipun. Tak pelak orang merasakan terang memancar dari diri Anda.
Natal adalah Kristus, terang abadi yang mengusir kegelapan dunia ini, saat ini kita tengah menanti peringatan kedatangan-Nya. Dan menanti-Nya, kita hidup juga sebagai terang, bukan dalam kegelapan.
Kita berdoa, “Ya, Allah, Yesus Kristus Terang Sejati terus menerangi kehidupan kami dan dunia ini. Kiranya secercah terang kami mampu menembus kegelapan”. Amin.