Miskin Dalam Kemapanan

Oleh Pdt. Supriatno

Bahan: Lukas 12: 19-20

Selamat pagi, mas-mbak, bapak-ibu, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Betapa kita bersyukur, kita masih bernafas, jantung masih berdetak dan kita menyapa Allah dengan doa.

Firman Tuhan yang melandasi refleksi, “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? “

Lukas 12: 19-20

Saudaraku. Ketika ekonomi sudah berlimpah, karier mencapai puncaknya dan keberadaan amat dihormati. Itulah yang disebut hidup yang mapan. Kemapanan merupakan dambaan banyak orang untuk diraih. Siapapun yang sudah meraihnya, akan memandang pencapaian itu dengan bangga. Ada perasaan puas bahwa semua usaha yang telah dilakukan tidak sia-sia.

Kemapanan adalah buah yang dipetik dari usaha melewati perjalanan panjang. Sekaligus momen menikmati manisnya hasil perjuangan.

Ucapan orang kaya dalam firman Tuhan yang menyatakan “ Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!”. Menggambarkan kemapanan yang telah dicapainya. Di sana, amat jelas getaran suara penuh kepuasan. Puncak kesuksesan telah dalam genggaman. Tinggal menikmati.

Saudaraku. Siapakah orang yang telah mencapai kemapanan itu? Tuhan Yesus mau menyampaikan sosok orang super kaya. Seorang petani sukses. Lumbung-lumbungnya sudah tidak mencukupi buat menampung keberhasilan panennya.

Namun, sayangnya, saudaraku, orang kaya itu di puncak kemapanan hidupnya, justru tidak bisa menikmatinya. Mengapa? Karena tiba-tiba orang kaya itu direnggut dari kemapanannya. Yakni oleh hal yang tidak bisa dibantu siapapun. Sekaligus kekayaannya pun tak mampu mencegahnya. Dalam hal ini wujudnya kematian. Orang kaya itu berakhir hidupnya di dunia. ”Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu”.

Tragis sekali. Amat menyedihkan. Siapapun tidak akan siap jika sudah memiliki kemapanan, lalu tiba-tiba terlepas. Direnggut tanpa diduga. Kemapanan identik dengan kenyamanan. Jika kemapanan direnggut maka terbanglah kenyamanan itu.

Saudaraku. Belum begitu lama orang kaya itu dengan bangga dan puas berkata pada jiwanya agar menikmati buah manis usahanya. Eh, kematian tragis datang tiba-tiba. Cara kepergian yang membuat harta itu tidak bisa berbicara apa-apa. Kemapanan itu lepas dari sisi seseorang seiring kematian datang.

Kita memetik pelajaran dari kisah perumpamaan ini, bahwa kemapanan tidak berarti apa-apa. Jika tidak berdampak pada keluarga, saudara, kehidupan agama dan sesama. Karena yang jadi pusat perhatian cuma jiwanya.

Lihat, Si orang kaya konsentrasi hanya pada harta dan jiwanya. Itu pusat tujuan hidupnya. Itu kebodohannya. Seolah-olah hidup sekedar buat jiwa dan penumpukan harta. Ia tidak memberi tempat agar kebutuhan saudara, agama dan sesama menjadi bagian perhatian. Dia hanya memusatkan pada “jiwaku”. Cuma jiwanya, hidupnya yang diminta bersenang-senang. Tidak terlihat keinginan mengucap syukur kepada Tuhan atas segala pencapaiannya. Bagi orang kaya itu, yang lain tidak ada.

Jadi, tokoh ini miskin dalam kemapanannya. Ia miskin memberi perhatian pada sesamanya. Jangankan kepada sesamanya, kepada saudaranya sendiri ia abai. Ia miskin memberi perhatian pada kehidupan keagamaan pula. Akhirnya, kemapanan menjadi kekayaan semu.

Konteks perumpamaan Tuhan Yesus adalah kehidupan bersaudara. Ada salah satu yang mau menguasai harta warisan karena keserakahan. Maka, kita bisa menemukan pesan dari perumpamaan Tuhan Yesus ini. Orang yang serakah hanya berkonsentrasi pada dirinya. Jiwanya sendiri yang dilihat. Orang seperti itu sempit melihat kehidupan.

Saudaraku. Terlepas kita sudah mencapai kemapanan hidup atau belum. Anda dan saya diajak melihat apa arti kesuksesan jika itu tidak berdampak bagi kehidupan yang lebih luas. Kita musti sadar misi utama dalam hidup ini. Di bumi ini kita tidak sekedar meraih kemapan buat sendiri. Melainkan mampu berbuat hal berarti bagi Tuhan dan sesama. Hari ini, kiranya jadi bagian perhatian kita.

Kita berdoa. “ Tuhan hindarkanlah kemapanan ataupun kesuksesan hudup memisahkan dari keberadaan-Mu, keluarga, kehidupan bersama dan juga sesama kami. Amin.