Oleh Pdt. Supriatno
Bacaan: Matius 20:32-34
Selamat pagi, bapak-ibu, Opa-oma, mas-mbak. Selamat memasuki hari baru seluruh Saudaraku yang selalu dicintai Allah. Puji syukur, Allah tetap mempercayai kita menjalani hidup di hari baru. Patutlah kita memuji nama-Nya.
Firman Tuhan hari ini diambil darI Matius 20: 32-34, Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka. Ia berkata: “Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab mereka: “Tuhan, supaya mata kami dapat melihat.” Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti Dia.”
Matius 20:32-34
Saudaraku, orang yang sibuk kerap lebih berkonsentrasi pada dirinya. Konsekuensinya, sengaja atau tidak mengabaikan yang lain. Perhatian atas yang lain menjadi berkurang. Dalam keluarga, di mana ayah dan ibunya sibuk, apalagi super sibuk, maka keluhan muncul dari anggota keluarganya. Apa sebabnya? Anak-anaknya merasa banyak ditinggalkan dan kurang mendapat perhatian. Bahkan, tidak sedikit kebahagiaan perkawinan terganggu oleh sebab kesibukan yang kebablasan. Kesibukan menyebabkan perhatian dan kepekaan atas yang lain menurun.
Pada sisi lain, ada pihak yang sesibuk apapun, masih peka dan perduli atas orang lain. Ia punya kemauan mendengar suara kerinduan orang lain. Dalam hal ini diteladankan Tuhan Yesus. Ia pernah menyatakan “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Artinya, saking sibuknya, Dia tidak punya waktu istirahat buat kebutuhan pribadi.
Lihatlah, kesibukan tidak mengalahkan sikap peka atas yang lain. Jelas, Tuhan Yesus sangat sibuk tidak perlu disangsikan lagi. Kendati demikian, perhatian-Nya atas orang buta tetap terbuka. Ketika Tuhan Yesus dan murid-Nya berada di suatu perjalanan bagaimana Ia tetap perduli atas teriakan orang buta yang meminta pertolongan.
Kesibukan tidak menghalangi Tuhan Yesus menghentikan langkah-Nya buat orang-orang buta itu. Lalu, Ia mengajukan pertanyaan apa keinginan mereka agar diperbuat Yesus. Segera mereka mengutarakan keinginan terdalamnya, ingin melihat. Ya, sudah lama orang- orang buta itu hidup dalam kegelapan.
Saudaraku, selaku kaum tuna netra, orang buta pasti punya kerinduan. Yakni bisa menatap seperti apakah dunia ini secara visual. Bukan dunia kata orang, melainkan dengan melihat memakai mata sendiri. Kegelapan selama ini menjadi rutinitas sehari-hari. Mereka ingin bebas dari kungkungan kegelapan.
Yesus yang lewat merupakan kesempatan emas, momentum mereka bisa keluar dari penderitaan panjang selama ini. Peluang ini tidak boleh disia-siakan. Sekarang atau tidak sama sekali (it’s now or never). Peluang ini tidak boleh berlalu tanpa dampak positif bagi masa depan mereka.
Karena itu, mereka gigih berteriak. Kesempatan dan peluang emas harus dimanfaatkan. Tidak heran walau orang banyak menilai teriakan-teriakan mereka mengganggu, mereka tidak perduli. Mereka ngotot berseru-seru memohon belas kasihan Tuhan Yesus. Tidak menggubris teguran orang banyak.
Bagi orang-orang buta itu, inilah waktu karunia Tuhan telah datang. Yesus lewat adalah momen pembebasan dari penderitaan. Itu keyakinan kuat para orang buta itu. Dan, benar. Ternyata gayung bersambut. Yesus peka dengan suara mereka. Yesus berhenti, mendengar lalu mewujudkan impian yang telah lama bersemayam pada diri mereka. Yesus berkenan menyembuhkan. Terbukalah mata mereka. Kini, mimpi itu jadi kenyataan di tangan sosok yang perduli dan punya kuasa mewujudkannya. Sosok itu adalah Yesus, Tuhan kita.
Saudaraku, perjalanan kita ini adalah perjalanan bersama Tuhan yang peka dan perduli atas suara kita. Kita tidak perlu berteriak, seperti dua orang buta itu. Dengan berbisik saja dalam doa, Ia berkenan mendengar suara harapan kita. Mimpi dan harapan kita memang bisa jadi ada yang belum menjadi kenyataan. Tapi, siapa yang bisa menyangkali bahwa sungguh sering Tuhan mendengar dan menjawab bisikan suara harapan kita. Sampai kini dan di sini, bagaimanapun Tuhan tetap perduli atas suara kita.
Jika ada orang tua, anak-anak, pasangan hidup, saudara sekandung dan sesama pada umumnya, meneriakkan suara harapan mereka, dengarlah. Jangan justru mengatakan, “saya sibuk, jangan sekali-kali saya diganggu urusanmu.”
Hendaknya, saat mereka mengutarakan kebutuhan utama yang telah lama menggelisahkan mereka, bukalah telinga kita dan dengarkan dengan sungguh-sungguh dan sabar.
Syukur dan puji Tuhan bila kita telah memelihara kepekaan dan keperdulian kita. Bagaimanapun, dunia sekarang adalah dunia yang riuh oleh kebisingan suara. Banyak suara yang lemah dan hanya berupa bisikan terabaikan. Suara orang yang susah, kesepian, frustasi, dsb.
Inilah, momen panggilan. Yaitu kita dipanggil untuk pasang telinga kita lebar-lebar. Suara demikian mendambakan adanya hati yang peka dan jiwa perduli yang siap memperhatikan. Di saat ada orang yang butuh didengar, semoga di sanalah kita lewat. Lalu Anda dan saya mau mendengar dan berjalan bersama mereka, sehingga mereka bangkit dari belenggu keterbatasan.
Kita berdoa, “Tuhan berilah kami hati yang peka. Kiranya kata2 kami mencerminkan seorang yang perduli atas yang lain. Sehingga keluarga, teman, sesama kami menjadi semangat oleh karena mereka mendengar ucapan kami yang penuh perhatian.”
Kami pun berdoa, Tuhan, ajar dan kuatkan tekad kami untuk membahagiakan orang terdekat yang kami kasihi. Kami ingin berjalan terus di jalan Tuhan walau ada rintangan yang mencoba menghalangi.
Hari ini, perkenankan kami untuk mencecap kasih-Mu yang menguatkan dan melegakan hati kami. Jauhkan kami dari mara bahaya dan kecelakaan. Dalam nama Yesus, Tuhan kami, kabulkanlah doa kami. Amin.