Pendidikan Yang Tepat Untuk Anak
Selamat pagi, mas-mbak, bapak-ibu, opa-oma dan Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang menuntun kita melewati malam dengan istirahat yang baik. Bahan refleksi harian: 1 Raja-Raja 5:5-6
Lalu Adonia, anak Hagit, meninggikan diri dengan berkata: “Aku ini mau menjadi raja.” Ia melengkapi dirinya dengan kereta-kereta dan orang-orang berkuda serta lima puluh orang yang berlari di depannya. (6) Selama hidup Adonia ayahnya belum pernah menegor dia dengan ucapan: “Mengapa engkau berbuat begitu?” Iapun sangat elok perawakannya dan dia adalah anak pertama sesudah Absalom
1 Raja-Raja 5:5-6
Saudaraku, ambisi itu baik. Tanda adanya keinginan yang kuat. Gigih. Sedangkan ambisius berbeda. Keinginan untuk menjadi sesuatu lalu menabrak rambu-rambu aturan. Seorang yang ambisius demi mencapai sesuatu, tanpa sungkan- sungkan menghalalkan segala cara. Lebih buruk lagi ambisius dalam meraih jabatan. Main kayu bisa ditempuh. Fitnah bisa dihalalkan. Berbohong dianggap hal biasa.
Masa tua Daud harus melihat bahwa sikap demikian dipraktekkan anaknya sendiri. Salah satu anaknya bernama Adonai. Secara fisik tampan. Secara lahiriah menawan. Tapi, berbicara kepribadian dan sikapnya tidak seelok perawakannya. Di balik daya tarik penampilan lahiriahnya, tersimpan sifat ambisius berbahaya. Ia haus kekuasaan.
Apa bentuknya? Bayangkan, ayahnya, Daud masih raja yang sah dan belum mati. Tapi, dengan lantang menyatakan, “aku ini mau menjadi raja”, sambil menghimpun kekuatan pasukan. Suatu tindakan tiada beretika. Tidak menghormati perasaan ayah sendiri, yang masih berkuasa.
Raja adalah orang nomor satu di sebuah kerajaan. Semua kekuasaan berpusat pada diri raja. Sekaligus fasilitas selaku raja tentu berbeda dengan posisi lain, apalagi rakyat jelata. Tidak heran Adonai terpincut ingin menjadi raja. Maka Adonai melakukan tindakan yang sekarang biasa disebut kudeta. Merebut kekuasaan dari orang yang sedang menjabat. Laksana tindakan militer terhadap Aung San Suu Kyi di Burma.
Raja Daud mengalami pengalaman pahit itu. Anak-anaknya lantaran haus kekuasaan saling bermusuhan. Raja Daud sudah sepuh. Badannya sudah kehilangan kemampuan terbaiknya. Ternyata, raja Daud malah menonton anak-anaknya saling cakar-cakaran. Masa tua bukan masa menikmati masa tenang dan bahagia dengan anak-anak yang saling hidup rukun.
Anak-anaknya malah membuat rusak masa senja kehidupan ayahnya sendiri. Tubuh raja Daud yang rapuh menjadi momen untuk mengincar jabatan yang di mata mereka sebentar lagi ditinggalkan raja Daud. Sementara itu, Daud masih resmi sebagai raja dan masih hidup! Sungguh Adonai sosok yang ambisius. Semata-mata demi menempati jabatan raja, segala cara ditempuh.
Profil Adonia, ia adalah anak kedua Daud. Saudara tiri Salomo. Penampilannya memang elok. Tapi, karena dimanja oleh ayahnya, raja Daud, sifatnya kurang mandiri. Sikapnya tidak mengundang pujian. Ia anak manja. Ayahnya tak pernah menegurnya. Akibatnya, perawakannya elok, sayang sikap dan perangainya kurang elok.
Saudaraku, pendidikan watak di tengah keluarga itu penting. Jika anak berbuat salah harus ditegur. Tegas bukan berarti tidak sayang. Justru menanamkan nilai agar anak tahu, mana yang boleh dan mana yang tidak. Anak yang terlalu dimanja berakibat rusak mentalnya. Merasa semua tindakan boleh. Pendidikan yang tepat atas anak, amat penting. Niscaya anak jadi berkat bukan sumber masalah.
Kita berdoa, “ya Tuhan tanamkan agar kami melakukan hal baik bagi kepentingan orang banyak di tengah pelayanan gereja maupun masyarakat.
Doa-doa ini kami naikkan dalam nama yang indah Yesus Kristus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno