Pembawa Damai
Selamat pagi, ibu-bapak, kakek-nenek, dan saudara-saudaraku yang baik. Ketika kita bangun di pagi ini, ada yang tubuhnya sehat. Ada juga yang justru masih terbaring sakit. Meskipun demikian, kiranya tetap bersyukur kepada Tuhan. Dengan bersyukur itulah, kita masih melihat banyak hal yang kita terima dari Allah. Bahan refleksi harian: 1 Samuel 18:28-2
Lalu mengertilah Saul dan tahulah ia, bahwa TUHAN menyertai Daud, dan bahwa seluruh orang Israel mengasihi Daud. (29) Maka makin takutlah Saul kepada Daud. Saul tetap menjadi musuh Daud seumur hidupnya
1 Samuel 18:28-29
Saudaraku, Ada sebuah ironi atau yang tidak semestinya namun terjadi. Yakni, sama-sama orang yang diurapi Allah, berasal dari bangsa dan iman yang sama, tapi bermusuhan. Bahkan permusuhannya berlangsung seumur hidup. Itulah suasana relasi antara Saul dan Daud. Ketidak rukunan mereka berdampak tidak memajukan bangsanya, Israel.
Lain halnya relasi antara raja Hiram dan Salomo. Berbeda bangsa, berlainan iman. Namun relasi mereka satu sama lain akur. Harmonis. Raja Hiram yang membantu pembangunan Bait Allah berdiri. Kayu yang terbaik kiriman dari negerinya. Malah, makanan pun, ia bantu buat Salomo. Persahabatan di antara mereka menorehkan kemajuan buat Israel.
Itulah ironi. Seharusnya relasi Saul dan Daud mencerminkan persahabatan lebih baik. Karena banyak kesamaan yang mendasar. Iman dan kebangsaan yang sama sepatutnya makin mengikatkan lebih erat di antara mereka. Justru malah tidak.
Pertanyaannya mengapa? Salah satu yang mencuat, Saul melihat Daud sebagai ancaman. Di mata Saul, prestasi Daud akan mendongkel popularitas dan tahtanya. Ia tidak siap ada orang lain di luar dirinya memiliki kemampuan lebih. Bagi Saul, itu akan menurunkan rasa hormat bangsanya atas dirinya.
Oleh karena itu, buat Saul, Daud bukan aset bangsa. Bukan pula sahabat untuk bersama-sama bahu-membahu memajukan Israel. Daud adalah bintang baru dan ancaman potensial buat dirinya.
Saudaraku, jika cara pandang kita melihat prestasi dan kelebihan orang lain seperti Saul. Maka, akan melahirkan benih konflik. Dan suatu saat cepat atau lambat melahirkan sikap permusuhan.
Hidup memang kerap diwarnai konflik dan damai. Siapapun orangnya akan mengalami itu. Figur seorang pemimpin agama pun tidak bisa lepas dari itu. Suatu saat kita berkonflik atau bermusuhan dengan orang lain. Kemudian digantikan suasana damai.
Hal yang patut dihindari adalah melanggengkan permusuhan. Terus-menerus rasa benci dan ketidaksukaan kepada seseorang dipelihara terus. Tidak ada keinginan mengubah. Dan tidak ada kemauan berdamai. Itu yang patut kita waspadai.
Dalam kehidupan keluarga dan gereja, sesungguhnya konflik pun bisa terjadi. Tapi, musti cepat dipadamkan. Karena bila berlarut-larut akan membakar keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga dan gereja.
Saudaraku, betapa prihatinnya jika kita menjumpai seseorang menyimpan terus api permusuhan. Apalagi sampai salah satunya berakhir hidupnya, ternyata mereka masih bermusuhan. Di manakah semangat pengampunan? Semoga kita tidak seperti itu, relasi kita tak seperti Saul dan Daud, melainkan mencontoh raja Salomon dan raja Hiram.
Kita berdoa: Tuhan, kiranya jadikan kami pembawa damai. Bukan yang suka dengan konflik dan permusuhan. Kiranya itu tercipta di lingkungan keluarga, gereja dan masyarakat kami.
Kami berdoa buat saudara kami yang bertambah usia. Kiranya hari ini merupakan bagian dari cinta kasih Tuhan. Sehingga ulang tahun menjadi momen indah dan penuh kegembiraan.
Kami berdoa untuk kesehatan dan keselamatan diri kami. Jauhkanlah dari bahaya. Hindarkanlah dari sakit-penyakit. Khusus, buat mereka mereka yang tubuhnya lemah dan memerlukan perawatan. Ulurkanlah pertolongan-Mu yang ajaib. Sehinggga cepat pulih dan sehat kembali.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.