Kebaikan Yang Buta Warna
Selamat pagi, ibu-bapak, Eyang kung-eyang ti, mbak-mas, dan Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah yang menuntun kita melewati malam dengan istirahat yang baik, serta memungkinkan kita memasuki pagi yang baru. Bahan Refleksi Harian: 2 Raja-Raja 5:15
Kemudian kembalilah ia dengan seluruh pasukannya kepada abdi Allah itu. Setelah sampai, tampillah ia ke depan Elisa dan berkata: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Karena itu terimalah kiranya suatu pemberian dari hambamu ini!
2 Raja-Raja 5:15
Saudaraku, salah satu kewajiban suci seorang dokter adalah menolong menyembuhkan seseorang. Seseorang di sini tidak terbatas pada orang yang dikenalnya, melainkan siapapun. Termasuk yang berbeda keyakinan dan agama, suku, golongan dengan dirinya. Bahkan orang dari pihak musuh sekalipun.
Tindakan seperti itu tentu mulia. Kebaikan diberlakukan melintasi segala keperbedaan. Namun, tidak semua orang siap menerima praktik kebaikan demikian.
Konon, ada seorang panglima bernama Naaman. Ia berasal dari kerajaan Aram. Bertetangga dengan kerajaan Israel, namun sikap keduanya saling bermusuhan. Dekat secara letak geografis, jauh dari aspek jiwa persahabatan. Satu sama lain rival.
Naaman punya problem pribadi. Terpapar penyakit kusta. Suatu penyakit yang menyeramkan, sebab belum ada obat penyembuhnya. Penyakit yang membuat malu, karena penderita dianggap kena kutukan. Dan tentu, menular.
Akibatnya, panglima militer itu gundah gulana. Posisi dan jabatan tinggi tidak bisa menentramkan hatinya. Karena jelas, ia tidak bisa menjalankan tugasnya secara optimal. Dan bisa saja suatu saat dicopot jabatannya. Ia sudah berikhtiar mencari pengobatan ke sana-kemari. Hasilnya nihil.
Sampailah kabar baik melalui hambanya (word of mouth). Hamba ini betasal dari kerajaan Israel. Ia perduli dengan kegelisahan dan penderitaan tuannya. Ia coba-coba memperkenalkan nabi Elisa.
Sepotong informasi ini menggugah semangat Naaman. Berbekal membawa sebagai persembahan sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian. Awalnya respon raja Israel penuh curiga atas kedatangan panglima dari kerajaan musuhnya. Demikian juga, Naaman meremehkan pola penyembuhan nabi Elisa yang cuma memintanya mandi di sungai.
Semuanya ternyata berujung baik. Dari penyembuhan nabi Elisa ini, dua pihak yang bermusuhan memunculkan sikap terpuji. Naaman memuji Allah Israel dengan mengatakan, ”Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel.”
Demikian juga, raja Israel menjadi tuan rumah yang terbuka untuk menerima kedatangan panglima musuhnya. Ia tidak mencelakai Naaman maupun pasukannya.
Saudaraku, inilah contoh baik. Kebaikan itu merekatkan hati yang tadinya bermusuhan. Bahkan yang berselisih bukan cuma personal, tapi kerajaan. Kebaikan itu mejembatani. Bisa jadi, kita semua mengenal Dokter Lie Darmawan, dokter apung. Dokter yang pengabdiannya memakai kapal lalu mengunjungi pasien di pulau-pulau terpencil. Dedikasi luhur. Di antara orang-orang picik yang masih kental sentimen ke orang Tionghoa, karya Dokter Lie melahirkan apresiasi. Sehingga ketika kapalnya kandas, betapa banyak yang tergerak memberi bantuan.
Di tengah pandemi, kebaikan yang buta warna dinanti yang membutuhkan.
Kita berdoa: Tuhan, jadikan kami cahaya bagi orang di sekeliling kami. Yakni berbuat baik tanpa membedakan2 orang.
Hari ini, betapa penting kami membangun relasi harmonis dengan siapapun bukan permusuhan.
Kami menyerahkan yang sakit, yang tengah mengalami problematik hidup. Angkatlah beban mereka, ya Tuhan.
Kami mendoakan agar suka cita dan kebahagiaan hadir di tengah ulang tahun pernikah bpk. David Maitimmu.
Inilah doa kami. Kabulkanlah permohonan kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.