Refleksi Harian: Amsal 24:17

Menghadirkan Suasana Damai Sejahtera

Selamat pagi, ibu-bapak, mbah kung-mbah uti, mas-mbak dan seluruh Saudaraku yang baik. Seiring datangnya Sabtu pagi, maka sepekan ini hidup kita terus berada dalam kebaikan Tuhan. Kita bersyukur atas kebaikan tersebut. Bahan refleksi harian: Amsal 24:17

Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok

Amsal 24:17

Saudaraku, dalam pergaulan sosial kita mempunyai teman- teman. Dengan siapa kita saling berbagi cerita, baik cerita sedih maupun suka. Pertemanan dibangun karena berdasarkan hobby yang sama, keanggotaan gereja yang sama atau tempat tinggal yang sama. Kita sering menemukan teman yang baik, yang hubungannya malah seperti saudara sendiri. Saking baiknya, relasi pertemanan tersebut jauh melampaui dibanding keluarga yang jauh.

Dalam pergaulan sosial kita tidak hanya teman, tetapi juga musuh. Kalau dengan teman kita menjalin persahabatan. Kita saling menyapa, memperhatikan dan membantu. Lain halnya dengan musuh. Di dalam diri seorang musuh, ada api dalam hatinya dan sorot mata penuh prasangka. Kita kurang nyaman bertemu dengan musuh. Karena kita tahu, musuh tidak mendambakan hati kita senang, apalagi bahagia. Apa yang kita lakukan sebaik mungkin, tetap dianggapnya keliru.

Seorang musuh justru tertawa jika kita sakit atau kena musibah. Mereka akan bersorak, manakala hidup kita terpuruk. Mereka senang melihat kita susah. Karena sikap seorang musuh yang demikian, ada ungkapan, “ mempunyai satu orang musuh sudah terlalu banyak dibandingkan seratus teman”. Artinya, karena dari musuh itu ada banyak hal kurang menyenangkan yang bisa kita lihat. Karena itu, lebih baik jangan punya musuh. Bahkan satu orang pun.

Saudaraku, pertanyaannya mengapa terdapat musuh? Bukankah lebih baik punya teman atau sahabat sebanyak-banyaknya. Dan bisa dijumpai bahwa musuh itu bisa saudara sendiri. Kisah Cinderela tidak cuma dongeng, bisa terjadi dalam realita. Seorang kakak-adik bisa muncul sebagai sosok musuh. Bukankah itu memprihatinkan? Seorang saudara, apalagi seorang yang lahir dari rahim ibu yang sama, orang tua yang sama, tinggal di atap rumah yang sama dan mendapat pemenuhan kebutuhan yang sama. Tapi, hidup bersama tanpa serasi.

Musuh itu bagaikan ilalang di tengah gandum. Ilalang tumbuh tanpa ditanam. Dia ada dan merusak kehidupan bersama. Dia muncul dan menciptakan gandum yang terbaik tidak tumbuh maksimal. Ya, musuh itu sepatutnya tidak ada karena menghambat tumbuhnya kebaikan. Faktanya ada.

Penyebab hadirnya banyak. Perbedaan keyakinan agama, karakter, ide, kepentingan berbeda dan sederet panjang perbedaan yang lain. Ketika kita tidak mampu mengelola keperbedaan itu dengan dewasa, jiwa besar dan bijak sana, niscaya permusuhan akan hadir.

Empat orang pegawai rumah sakit di Pematang Siantar didemo dan dituduh menistakan agama. Padahal karena pekerjaan dan panggilan kemanusiaan mereka memandikan jenazah yang terkena covid 19. Ironi. Menolong malah dimusuhi, betapa tidak membuat ciut para petugas di tempat lain juga. Sampai-sampai mereka sempat dikriminalisasi. Untunglah pihak penegak hukum cepat menganulirnya. Batal mereka diseret ke pengadilan dengan tuduhan penistaan agama.

Saudaraku. Amsal memberi nasihat praktis, agar kita tidak merasa senang saat menjumpai sosok yang memusuhi kita terperosok. Artinya, kita jangan bergembira atau happy melihat musuh kita mengalami kesulitan. Mengapa? Supaya kita jangan terus melestarikan sikap permusuhan dalam diri kita atas musuh kita. Dengan berbahagia atas musuh yang kena musibah, sebenarnya kita sendiri melanggengkan api permusuhan itu sendiri dalam diri kita.

Kita tidak mau punya musuh. Tidak enak. Kita sebaiknya secepat mungkin membenahi relasi kita jangan melewati mata hari terbenam. Sebab, makin lama adanya suasana permusuhan, hati kita tidak damai. Perasaan kita tidak nyaman. Lebih cepat berakhir permusuhan, lebih baik. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus meminta agar kita mendoakan musuh. Tentu mendoakan yang baik-baik, bukan supaya celaka.

Mengapa Tuhan Yesus meminta kita melakukan itu? Karena orang kristen adalah orang yang sudah dibaharui. Jiwanya telah dibaharui sehingga mampu menghadirkan suasana damai sejahtera bukan permusuhan. Kita itu terang bukan kegelapan. Permusuhan itu wujud kegelapan. Kita bukan “manusia lama”. Manusia lama menjadikan orang lain musuh. Tapi kita “manusia baru”, orang yang prinsip hidupnya medatangkan “ buah-buah roh”. Yaitu: suka cita, kasih, damai sejahtera hadir dalam pergaulan sosial.

Kita berdoa, “ya, Tuhan, tumbuhkan jiwa pertemanan atau persahabatan daripada permusuhan. Jadikan hati kami penuh dengan suasana damai mengalir ke sesama kami”.

Kami berdoa buat Saudara yang bergumul untuk mengatasi masalah hidupnya. Berilah jalan dan angkatlah situasi sulitnya.

Doa ini, kami panjatkan kepada-Mu, dalam nama Yesus. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Amsal 24:17