Ramah Wujud Dari Kasih
Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Terpujilah Tuhan Allah yang terus setia menemani kita pagi-siang- malam, dari hari ke hari dengan cinta kasih-Nya. Bahan refleksi harian: Efesus 4:32
Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.
Efesus 4:32
Saudaraku, ada satu istilah bernama joki. Umumnya istilah untuk menunjuk pada seorang yang trampil menaiki kuda, terutama kuda balap. Tapi yang dimaksud “joki” di sini bukan itu. Yaitu, seseorang yang dibayar untuk mengerjakan ujian masuk perguruan tinggi. Yang bayar tentu saja pihak tertentu, dalam hal ini mereka yang ingin lolos dan diterima sebagai mahasiswa.
Di balik fenomena atau kejadian ini, ada persaingan untuk bisa menjadi mahasiswa, terutama perguruan tinggi negeri. Kita tahu tidak mudah. Akhirnya, supaya lolos dan berhasil dari persaingan tersebut digunakanlah jurus perjokian dan uang yang berbicara. Persaingan muncul ketika ketersediaan amat terbatas, sedangkan yang membutuhkan lebih banyak.
Apa yang kemudian hilang dalam hidup yang amat kental diwarnai persaingan atau kompetisi? Tentu saja, hal yang sulit dipraktikkan adalah sikap keramahan. Orang yang ramah adalah orang yang menyapa orang lain dengan penuh persahabatan dan disertai hati yang hangat. Orang yang ramah tidak pelit menyapa dan memberi salam saat berjumpa.
Dalam persaingan, sulit kita menjumpai kasih mesra satu sama lain. Yang ada adalah intrik dan gosip saling menjelekkan. Dalam kehidupan manusia yang diwarnai kompetisi tinggi, pudarlah semangat cinta kasih.
Saudaraku. Dalam medan kehidupan yang kompetitif atau penuh persaingan, kemarahan lebih dominan daripada keramahan. Menang atau kalah menjadi kata sehari-hari. Menang pulang ke rumah dengan gembira. Kalah pulang ke rumah dengan kecewa. Kenyataan ini mau menjukkan betapa tidak mudahnya bersikap ramah, penuh kasih mesra dan juga sikap penuh pengampunan.
Beda, dalam lingkungan pergaulan yang penuh persahabatan, keintiman dan semangat kebersamaannya kuat. Di sana kita menemukan suasana ramah, kasih mesra dan pengampunan. Yang satu menerima yang lain dengan hangat dan terbuka. Jika ada kekeliruan cepat diperbaiki agar tidak menjadi hambatan ber-relasi. Bila ada yang minta maaf atas sebuah kesalahan, jiwa pengampunan tidak ditunda-tunda untuk dipraktikkan. Pergaulan sosial seperti itu, niscaya menjadi mata air yang melegakan jiwa dan hati kita. Menjadi oase di tengah padang gurun kehidupan.
Keluarga yang diwarnai keramahan, kemesraan dan pengampunan, maka kita akan berusaha tidak cepat marah. Dihindari terjadinya pertengkaran besar dan percekcokan berlarut-larut. Anak yang melakukan kesalahan atau pasangan hidup yang keliru. Tidak terus dihukum dengan tidak disapa, disalam dan disenyumi berhari-hari. Dalam keluarga yang penuh kasih mesra, terdapat kesediaan menyatakan kepada anggota keluarga bahwa kita mencintai mereka. Berterima kasih kepada Allah, kita bisa hidup dengan mengasihi keluarga kita. Termasuk membawa mereka dalam doa-doa kita. Kita menyadari bahwa kita dan keluarga kita bisa menghadapi hari yang berat. Namun, perhatian dan kasih mesra mampu memperbaiki hari yang buruk. Mendengarkan baik-baik keluhan mereka, dan bila perlu berikan pelukan cinta kasih. Percayalah itu semua akan membawa suasana happy buat semua.
Mengisi hari di minggu pra paskah, saya ingin mengajak mempraktikkan secara sederhana spiritnya. Saya mendorong semangat ramah tamah dan kasih mesra diwujudkan. Bentuknya apa? Kecil dan sederhana. Teleponlah hari ini, seseorang yang sudah lama Saudara tidak jumpai. Sekian lama terputus komunikasi. Entah teman, saudara, tulang-nan tulang, mantan guru, mantan pendeta, dsb.
Kita berdoa, “Tuhan yang maha baik. Karuniakan kami dengan sikap yang ramah, penuh kasih mesra dan pengampunan. Agar hidup kami membawa suka cita dakam keluarga, pekerjaan, gereja dan bermasyarakat.
Lindungilah kami hari ini. Jauhkanlah dari bahaya dan pencobaan. Kami dan keluarga tetap berlindung di bawah sayap-Mu yang maha aman. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno