Jiwa Kepahlawanan
Selamat pagi, ibu-bapak, kakek-nenek, dan saudara-saudaraku yang baik. Ketika kita bangun di pagi ini, ada yang tubuhnya sehat. Ada juga yaang justru masih terbaring sakit. Meskipun demikian, kiranya tetap bersyukur kepada Tuhan. Dengan bersyukur itulah, kita masih melihat banyak hal yang kita terima dari Allah. Bahan refleksi harian: Hakim-Hakim 6:12
Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani
Hakim-Hakim 6:12
Saudaraku, situasi sulit bisa membuat seseorang terpuruk. Tapi bisa juga melahirkan sosok yang kemudian sangat diandalkan. Gideon mengalami perubahan diri (transformasi), di saat Israel berada dalam cengkraman bangsa Midian. Semula Gideon bukan cuma perawakannya yang kecil, tetapi jiwanya juga kecil.
Di saat Israel dalam kebutuhan mendesak perlunya kehadiran pemimpin. Allah menjumpainya. Dan Allah juga mengubahnya. Gideon merobohkan tiang berhala dan mezbah Baal. Tempat ibadah tentu dianggap sakral. Tindakannya ini jelas kategori luar biasa beraninya.
Keberaniannya tidak berhenti di sana. Ada ratusan ribu prajurit Midian yang harus dihadapi, dan tentu harus dikalahkannya. Tantangan ini tidak perlu risau, jika Israel punya cadangan tentara yang sama banyaknya. Sekaligus sama hebatnya di medan perang. Ini tidak.
Keberanian jiwanya betul-betul ditantang. Karena tentara yang disiapkan tidak lebih dari 300 prajurit. Lalu berapa tentara musuh? Ada 135.000 orang. Bayangkan prajurit berjumlah 300 orang berhadapan dengan ratusan ribu prajurit. Orang bisa menilai, sangat tidak berimbang. Bahkan bisa konyol. Mana bisa menang?
Begitulah, jika jiwa Gideon penakut, ia akan mengundurkan diri dari kepemimpinannya. Sumber daya manusia tidak mencukupi meraih kemenangan. Gideon tetap berani, karena Allah menjaminnya. Dua kali ia meminta tanda, dua kali Tuhan menjawabnya. Hal ini, yang menopang keberanian Gideon tidak surut.
Saudaraku, apa yang dilakukan Gideon itu bisa disebut mission imposible, misi yang mustahil. Tapi, ternyata yang mustahil itu menjadi mungkin. Gideon tak ciut menghadapi musuh. Bermodalkan kuasa Tuhan, disertai prajurit yang setia, disiplin dan strategi perang jempolan. Gideon dan prajuritnya meraih kemenangan demi kemenangan.
Saudaraku, itulah profil Gideon yang dijuluki pahlawan iman. Pahlawan sebab ia berjuang demi bangsanya. Berani. Iman karena ia mengandalkan kuasa Allah.
Hari ini, kita merayakan hari pahlawan. Kita bersyukur di antara pahlawan bangsa, di sana hadir juga anak-anak Tuhan. Kini, apakah masih relevan dengan sebutan pahlawan? Perang tiada lagi. Penjajahan telah berlalu. Jelas, masih. Ketika kita melakukan hal bermanfaat demi kepentingan di luar kita, entah demi keluarga, masyarakat dan bangsa. Dan dalam rangka itu berbuat hal terpuji. Berani. Rela berkorban. Kita melakukan tanpa pamrih. Kata pahlawan bisa disematkan.
Kalaupun orang tidak menjuluki kita pahlawan, tak usah dirisaukan. Yang lebih penting adalah perbuatan kita mencerminkan jiwa kepahlawanan. Jiwa yang berdasarkan ketaatan dan keberanian yang berasal dari Tuhan. Kita tidak merugikan keluarga, masyarakat dan bangsa. Selamat hari pahlawan.
Kita berdoa: Tuhan dalam hidup berbangsa, ada saudara-saudara kami yang telah bertindak mengutamakan kepentingan bangsa. Kita kami belajar dari keteladannya.
Kami berdoa buat saudara kami yang bertambah usia. Kiranya hari ini merupakan bagian dari cinta kasih Tuhan. Sehingga ulang tahun menjadi momen indah dan penuh kegembiraan. Dan karuniakan panjang umur.
Kami berdoa untuk kesehatan dan keselamatan diri kami. Jauhkanlah dari bahaya. Hindarkanlah dari sakit-penyakit. Khusus, buat mereka mereka yang tubuhnya lemah dan memerlukan perawatan. Ulurkanlah pertolongan-Mu yang ajaib. Sehinggga cepat pulih dan sehat kembali.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.
Refleksi Harian: Hakim-Hakim 6:12