Hidup Yang Berkembang
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, mas-mbak dan seluruh saudaraku yang baik. Segala puji, hormat dan syukur kita panjatkan kepada Allah. Kita masih bangun pagi ini dan mengecap kebaikan Tuhan. Bahan refleksi harian: Kejadian 3:10.
Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.”
Kejadian 3:10
Adam dan Hawa, ingin ingin menyamai Tuhan, Penciptanya. Manusia ingin sejajar dengan Allah. Ingin selevel. Ia tidak puas dalam posisi makhluk ciptaan, tapi ingin menyamai seperti yang Allah miliki. Apa akibatnya? Manusia mengabaikan perintah Allah. Dia menutup telinga dan hatinya atas pesan Allah. Dia makan buah pohon yang ada di taman Eden. Suara dan pesan Allah dikalahkan ambisi yang bukan tempatnya.
Salah satu naluri dan ciri manusia adalah ingin lebih. Sehingga dalam hatinya bergejolak perasaan tidak pernah puas. Bagaimana kita menyikapinya? Tentu hal itu bisa dilihat secara positif, bisa pula sebaliknya secara negatif. Hal positif karena ingin lebih dan tidak puas bisa membuat hidup terus berubah dan berkembang. Berbagai penemuan baik ilmiah maupun praktis lahir karena manusia yang ingin lebih dan tidak puas. Salah satu buktinya adalah hand phone yang sedang kita pakai ini.
Dulu, jika ingin nelpon pasti kita memakai pesawat telpon rumah. Demikian pula dengan kegiatan memotret, pasti menggunakan kamera. Sedangkan jika Anda ingin mengirim surat, ya Anda menuliskannya di atas secarik kertas. Lalu dilipat, dimasukkan amplop, baru dikirim ke alamat yang dituju memakai jasa perusahaan pos. Beberapa waktu kemudian barulah surat ini diterima dan dapat dibaca penerimanya.
Kini, dalam satu benda bernama smartphone, telepon pintar, semua yang disebutkan tadi sudah jadi benda jadul. Dalam satu benda, smart phone ini kita bisa pakai menelpon, mengirim pesan, memotret, bahkan masih banyak fungsi yang lain.
Saudara, temuan ini bukan ujug-ujug. Tetapi lahir dari keinginan yang terus-menerus ingin lebih. Tidak puas dengan yang sudah ada. Dari sanalah titik tolak hidup manusia terus berubah dan berkembang. Selalu ada hal baru yang ditemukan manusia. Tidak heran, hidup manusia terus mengalami perubahan.
Kembali lagi, saat di Eden, Adam dan Hawa punya keinginan menjadi seperti Allah keliru di mata Allah. Hidup di taman Eden berakhir, diganti hidup yang penuh perjuangan. Peluh dan lelah menjadi bagian hidup manusia.
Akibatnya, perbuatan itu Adam dan Hawa malu kepada Allah. Semula mereka dekat dan tidak takut pada sosok Allah. Kini mereka takut. Mereka bersembunyi. Adam dan Hawa menghindar dari Allah. Mereka takut dan malu. Tidak mau bersua dengan Allah, sekaligus menutup tubuh dengan daun-daunan. Jadi, suasana harmoni telah hancur. Ditambah lagi di antara Adam dan Hawa lahir sikap mencari kambing hitam. Menempatkan pihak lain sebagai biang kesalahan. Tidak ada pengakuan pribadi bahwa dirinya telah bertindak keliru. Adam menyalahkan Hawa. Hawa tidak mau dirinya sebagai sumber penyebab kekeliruan. Maka, ular dijadikan obyek kambing hitamnya.
Saudaraku, sejak itu hingga kini sikap ingin lebih dan tidak puas melekat pada sosok manusia. Bagaimana kita menempatkan sifat dan sikap tidak puas itu? Secara negatif, sikap demikian membuat manusia serakah dan ambisius. Kita akan menjadi orang yang serba cerewet, tidak bisa bersyukur, rewel dan membuat orang jengkel. Konflik dengan sesama cepat atau lambat akan terjadi. Karena orang ambisius berani melakukan apa saja demi memenuhi keinginannya.
Tapi, ada sisi positif terkandung dalam sifat ingin lebih dan tidak cepat puas. Tanpa sifat ingin lebih dan cepat puas, hidup kita akan monoton. Dari waktu ke waktu begitu terus. Membosankan. Sarang burung dari sejak saya kecil hingga usia tua, ya bentuknya begitu. Terbuat dari ranting, semak-semak dan daun-daunan. Tidak berubah. Bandingkan rumah 50 tahun lalu. Ikemudian lihat model rumah sekarang, wow..macam-macam. Ada gaya romawi, etnik, modern minimalis, dan pasti terus berkembang.
Dari mana itu dimulai? Jawabnya inovasi manusia, dan itu pasti dimulai dari sifat itu tadi, ingin lebih dan rasa tidak puas. Kita berharap, Semoga, energi ke arah positif yang kita miliki sehingga kehidupan apapun, hidup pribadi, gereja maupun masyarakat terus berkembang. Sambil dilengkapi hikmat dan pengetahuan oleh Allah, Sang Khalik. Untuk apa? Tidak serakah. Rakus. Yang ujungnya merusak relasi harmoni antar manusia.
Kita berdoa, “Ya, Allah. Tanamkan hidup kami terarah kepada hidup yang berkembang dengan tetap memelihara relasi harmonis dengan Engkau dan sesama kami.”
Kami berdoa bagi anak-anak dan para cucu kami. Kiranya mereka bertekun di dalam ilmu, terjaga kesehatannya, hormat kepada orang tua dan cinta kepada Tuhan. Pagi ini masih belajar online.Mampukan orang tua yang mendampingi. Berilah orang tua kesabaran.
Bagi para sepuh dan yang tubuhnya lemah karena sakit. Tuhan kiranya iman mereka tetap sehat dan keluarga terus mendampingi mereka.
Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa di pagi ini. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno