Pesan Untuk Berbenah Diri
Selamat pagi, ibu-bapak, dan saudara-saudara-saudaraku yang dikasihi Tuhan. Puji syukur, dengan bangun pagi ini, kita masih melanjutkan perjalanan hidup. Kita pun dilindungi sepanjang malam yang kita lewati. Bahan refleksi harian: Yeremia 36:23
Setiap kali apabila Yehudi selesai membacakan tiga empat lajur, maka raja mengoyak-ngoyaknya dengan pisau raut, lalu dilemparkan ke dalam api yang di perapian itu, sampai seluruh gulungan itu habis dimakan api yang di perapian itu
Yeremia 36:23
Setiap manusia mendambakan perlakuan manis, sapaan sopan, hangat dan bersahabat dari sesamanya. Sebaliknya, kurang berkenan jika mendapati perlakuan kasar, tajam, dan menyentil.
Ada kesan umum bahwa orang yang memproduksi ungkapan manis dan tegur sapa itu merupakan penjelmaan dari hati yang baik dan niat tulus. Sedangkan ungkapan yang tajam lahir dari orang punya niat buruk dan maksud yang kurang baik.
Paling tidak, itulah yang ada dalam pikiran raja Yoyakim. Sehingga ia seperti orang kebakaran jenggot. Dalam istilah sekarang “baper”, bawa perasaan. Ia kesal. Marah. Emosi sang raja berkobar-kobar tanpa kendali. Tingkat kemarahannya hingga membakar gulungan berisi pesan nabi Yeremia. Sesungguhnya, gulungan ini bukan barang sembarang, melainkan berisi firman Tuhan yang harus direalisasi bangsa Israel.
Mengapa raja Yoyakim sampai gelap mata seperti itu? Pangkalnya bersumber pada perasaan ketersinggungan. Ia merasa pesan yang tertuju padanya tidak bersifat puja-puji. Tidak juga mengagungkannya. Melainkan pesan yang diterimanya seolah-olah tidak menghormati martabatnya.
Justru yang raja Yoyakim terima dalam penilaiannya bersifat membongkar kelemahan dirinya. Ia merasa dirinya dinilai bagaikan orang jahat, karena diminta harus bertobat. Pesan nabi Yeremia dalam gulungan itu tidak sedap didengar di telinganya.
Berangkat dari situ, raja menilai nabi Yeremia punya niat buruk atas dirinya. Ia merasa ‘dizolimi’. Memang pesan nabi itu bagaikan pedang bermata dua. Suara pesan itu tidak lemah lembut. Tidak menghiburkan. Sakit menerimanya. Tapi, sebenarnya pesan itu demi perbaikan kinerja raja Yoyakim. Dan nantinya berimbas pada kehidupan Israel yang lebih baik.
Saudaraku, dari pesan firman Tuhan yang kita terima selama ini, ada banyak ungkapan. Ada yang lembut. Memotivasi. Menguatkan. Menghibur. Tapi, jangan lupa, firman Tuhan yang kita dengar juga berbentuk kritik, teguran dan saran yang pedas. Hanya jangan lupa, pada saat ungkapan firman Tuhan berisi teguran, kritik dan anjuran bernada pedas. Itu bukan berarti ada niat menjatuhkan kita. Tidak sama sekali. Firman Tuhan itu bertujuan agar kita mengkoreksi diri. Ada yang harus diubah dari kita. Gaya ungkapan yang tajam tetap bersifat mendidik. Supaya kita tidak terlena dalam kubangan kekeliruan. Tujuannya mulia agar Anda, saya dan kita semua menata diri dan berperilaku.
Jadi, kita belajar jangan alergi dengan pesan mulia hanya karena disampaikan tidak seperti selera kita. Kita tidak boleh menuntut firman Tuhan sesuai selera kita. Bagaikan jamu, pahit dan tidak nyaman di lidah. Namun, bermanfaat positif. Firman Tuhan tidak bermaksud menelanjangi kita. Bukan pula untuk menghancurkan dan mempermalukan kita. Melainkan, supaya berbenah diri. Siapkah kita menerimanya? Semoga.
Kita berdoa: “Tuhan, kuatkan mental kami bila ada firman yang menegur kami, dengan jiwa besar kami menerimanya. Sebab kami yakin, firman-Mu untuk menata diri kami.
Tuhan, kami berdoa untuk mereka yang dirawat di rumah sakit atau menjalani isoma di rumah. Semoga proses pemulihan dan kesembuhan Tuhan karuniakan atas mereka semua. Berilah kesabaran, kekuatan dan kepasrahan kepada Tuhan.
Kami berdoa buat semua anak-anak Tuhan, dari bayi hingga yang lansia. Kiranya Tuhan membentengi dari segalan ancaman.
Seluruh doa ini, kami bawa dalam nama Yesus, Juru Selamat kami. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno