Membuka Hati
Selamat pagi, ibu-bapak, opa-oma dan saudara-saudaraku yang baik. Ketika kita bangun di pagi ini, di antara kita ada yang tubuhnya sehat. Ada juga yang justru masih terbaring sakit. Meskipun demikian, kiranya kita tetap bersyukur kepada Tuhan. Dengan bersyukur itulah, kita mengakui masih banyak hal yang kita terima dari Allah. Bahan refleksi harian: Kisah Para Rasul 16:14
Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus.”
Kisah Para Rasul 16:14
Saudaraku, suatu hari saya kedatangan tamu. Dia seorang warga jemaat yang bermaksud membicarakan pelayanan. Setelah urusan selesai, dia pamit. Saat hendak masuk mobilnya, ia mencari-cari kuncinya. Di saku baju, celana dan tas kecil yang dibawanya tidak ada. Ia balik ke ruang tamu, tidak juga ditemukan di sana. Mungkin jatuh. Tapi, setelah berputar-putar mencari ke sana kemari, belum juga sang kunci ditemukan.
Ia membuka pintu mobil tidak bisa, lalu ia mengintip ke dalam mobilnya. Ah, rupanya masih tergantung di starter. Rupanya, waktu dia turun lupa mencabutnya dan saat menutup pintu mobilnya langsung terkunci. Ia bingung. Bagaimana mengambil kunci itu di dalam mobil yang terkunci. Berbagai upaya membuka pintu atau jendela mobil tidak bisa.
Ia sudah putus asa. Ia putuskan akan memecahkan kaca jendela mobil. Pada saat bersamaan datang warga jemaat. Dia menyarankan jangan bertindak demikian. Ia meminjam mistar pada saya, lalu dengan mistar itu mengutak-atik kaca pintuk. Plek.. pintu mobil bisa terbuka.
Saudaraku. Kunci itu benda kecil dan tidak mahal. Namun, kegunaannya melebihi nilai ekonominya. Bayangkan, jika rumah, mobil, lemari, tidak terkunci. Rawan. Kita bisa mengalami kerugian. Dengan kunci itulah, kita bisa menutup dan membuka.
Lalu, bagaimana seseorang bisa membuka atau menutup dirinya atas kehadiran Allah? Di manakah letak kuncinya? Saudaraku, saat kita menyampaikan pesan, informasi atau nasihat kepada seseorang, apa yang kita bisa disambut. Tapi, bisa juga sebaliknya, ditolak. Dalam hal berkaitan dengan iman, kuncinya terletak pada hatinya.
Rasul Paulus berbicara kepada perempuan-perempuan tentang Injil keselamatan. Lokasinya di kota Filipi. Seorang bernama Lidia mendengarkan dan menyimak dengan baik, bahkan percaya kepada yang disampaikan sang rasul. Mengapa? Allah membuka hatinya. Hati itu, amat menentukan. Perempuan pengusaha itu terbuka dan bersedia dibaptis. Hatinya yang terbuka.
Saudaraku, penerimaan seseorang atas kabar baik atau injil keselamatan, sungguh ditentukan oleh hatinya. Walau kita sudah puluhan kali, bertahun-tahun dan sudah menggunakan berbagai metode menyampaikan kabar baik. Orang itu tidak tergerak dan percaya, jika hatinya tetap tertutup. Tepatlah apa yang dikatakan firman Tuhan, ”Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu…
Saudaraku, pagi ini dan sepanjang hari ini, bila Tuhan berbicara pada kita dengan media firman Tuhan atau peristiwa yang kita lihat dan alami. Ia bermaksud agar kita bertindak terpuji dan mulia, bukalah hati kita. Jangan dikunci. Apalagi digembok. Setiap yang Tuhan katakan tentu baik, entah buat kita maupun sesama. Berbahagialah orang terbuka hatinya atas kebenaran dari Tuhan.
Kita berdoa: Tuhan, karuniakan kami hati yang lembut dan hati yang menyambut suka cita suara kebenaran-Mu.
Kami berdoa untuk kesehatan dan keselamatan diri kami. Jauhkanlah dari bahaya. Hindarkanlah dari sakit-penyakit. Khusus, buat mereka yang tubuhnya lemah dan memerlukan perawatan. Ulurkanlah pertolongan-Mu yang ajaib. Sehinggga cepat pulih dan sehat kembali.
Bagi yang berulang tahun, semoga rahmat dan kebaikan-Mu turun atasnya. Ia sungguh-sungguh rasakan suka cita di hari istimewa ini.
Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.