Cinta, Sukacita, dan Syukur
Selamat pagi, bapak-ibu, mas-mbak, eyang kung-eyang putri dan Saudaraku yang baik. Puji syukur dan terima kasih kepada Allah, pagi yang baru kita masuki. Semoga tidur dan istirahat malam menyegarkan kita. Bahan refleksi harian: Kolose 3:17.
Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita
Kolose 3:17
Saudaraku, satu abad adalah seratus tahun. Rentang waktu yang lama. Usia manusia umumnya jarang yang bisa mencapai satu abad. Majalah National Geografi pernah menulis tentang orang-orang berusia seratus dari berbagai penjuru dunia yang masih aktif. Di antaranya di Jepang pernah ada seorang perempuan berusia satu abad lebih dan masih mencari rumput laut. Tapi, bisa dikatakan langka manusia yang mencapai usia satu abad atau lebih.
Jika satu abad sudah kita nilai kurun waktu yang panjang, apalagi dua abad, dua ratus tahun. Dalam sejarah, orang kristen di masa kekaisaran Romawi pernah selama kurun waktu itu dijalani dengan amat berat. Mereka dianiaya secara brutal. Bahkan dibunuhi dengan cara tragis. Ada yang disalib, dibakar dan dipertandingkan dengan binatang buas. Di mata pembesar-pembesar kekaisaran Romawi orang kristen adalah musuh bersama.
Saudaraku, mereka yang percaya kepada Kristus itu ternyata tidak sirna di bumi Romawi. Bagaikan pepatah, mati satu tumbuh seribu. Mereka tidak bergeser imannya, walau penganiayaan berlangsung berat dan lama. Mengapa bisa bertahan? Bukankah penganiayaan kerap bisa mengubah pendirian seseorang? Sedangkan apa yang dialami umat kristen kategori penganiayaan kelas berat.
Saudaraku. Salah satu jawaban adalah mereka beriman sungguh-sungguh kepada Kristus. Tidak ada keterpaksaan dalam iman mereka. Keselamatan di dalam Kristus merupakan segala-galanya, termasuk lebih berharga dari nyawa.
Saudaraku, tindakan apapun yang dilahirkan dari keterpaksaan, membuat pelakunya terbeban bukan suka cita. Keterpaksaan adalah tindakan di bawah tekanan. Jika seseorang memberi secara terpaksa. Sebetulnya diri orang itu tidak mau memberi. Dilakukan mungkin karena diancam, atau basa-basi. Bukan lahir dari kesadaran sejati.
Seandainya orang kristen di Romawi menjalankan imannya lantaran motif terpaksa, tidak mungkin dua abad tetap bertahan. Sebentar saja mereka sudah melepaskan keimanannya. Pasti, mereka teguh beriman karena ada dorongan rasa cinta dan suka cita di dalam Kristus. Malah, niscaya mereka mengucap syukur mengenal Kristus sebagai Juru Selamat.
Saudaraku, kita merenungkan, betapa pentingnya apa yang kita katakan dan yang kita lakukan berlandaskan ucapan syukur. Tanpa itu, stamina iman kita kendor. Sebentar bertahan, lalu tenggelam. perbuatan dalam nama Yesus Kristuslah mengalirkan rasa cinta dan kegembiraan.
Saudaraku. Kegiatan apapun yang Kita jalani sekarang jika itu bersifat terpaksa, kaki kita berat untuk melangkah. Suasana hati pun tidak bergairah. Termasuk dalam beriman. Kita tidak bisa menemukan keindahan yang lahir dari tindakan bersifat terpaksa.
Bagaimanapun, ketika melakukan segala hal dengan cinta. Maka sejak itulah lahir tindakan yang mengesankan. Kita bisa merawat bertahun-tahun orang yang kita kasihi dengan sabar. Kita bisa menjalani tugas sampai pensiun tanpa cacat. Kita dapat merawat perkawinan tetap awet dan bahagia. Dsb. Jelas, kunci lahir semuanya itu adalah dorongan cinta dan suka cita serta rasa syukur. Bukan lantaran dijiwai keterpaksaan.
Kita berdoa, “Tuhan, kiranya kami tetap mengasihi tidak dengan keterpaksaan dari ke hari. Setia kepada Tuhan dalam segala perubahan suasana kehidupan. Dan menghayati berkat yang datang, sekecil apapun. Karena Engkau memakainya bisa menjadi suka cita besar.
Kami ingat hari ini, Tuhan tetap memberi nafas kehidupan buat kami semua. Semoga kami berbahagia hari ini. Tetapi juga kami membahagiakan orang-orang yang kami cintai. Sekecil dan sesederhana apapun yang dapat kami lakukan buat mereka. Anugerahkan kesehatan, kesejahteraan dan suka cita dalam kehidupan kami.
Tuhan, semoga di tengah pekan ini, kami bisa menikmati hari baru dengan tetap mencintai Saudara, ayah-ibu, keluarga dan sesama. Kami dapat menjalankan aktivitas yang bermanfaat.
Berilah kesabaran dan kesehatan bagi saudara kami yang sakit dan mereka tetap semangat.
Dalam Kristus, kami berdoa. Amin.