Refleksi Harian: Lukas 16:23

Mengulurkan Tangan

Selamat pagi, selamat memasuki akhir pekan ibu-bapak, opa-oma dan saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur terus menyertai kita dari Senin-Sabtu. Bahan refleksi harian: Lukas 16:23

Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya

Lukas 16:23

Saudaraku, pengelolaan hidup saat ini sangat menentukan apa yang akan dipetik di masa depan. Dalam hal ini juga berkaitan dengan hidup setelah di dunia ini.

Ada dua orang yang hidupnya amat berbeda. Yang satu bernama Lazarus (artinya Allah adalah pertolonganku), seorang pengemis. Tubuhnya tak terurus. Penuh borok. Sehari-hari berbaring di depan pintu rumah si orang kaya. Cuma anjing yang mau menghampiri. Itupun untuk menjilat boroknya. Sedangkan orang kaya busana yang dipakai serta gaya hidupnya berbalutkan kemewahan.

Ketika hidup mereka berakhir, ternyata situasinya berubah posisi. Lazarus dibawa oleh malaikat, sedangkan orang kaya cuma dikuburkan. Tidak berhenti di situ, si pengemis dipangku Abraham. Tanda ia berbahagia.

Bagaimana si orang kaya nasibnya? Ia tidak berada di tempat sebahagia Lazarus. Minuman pun tak ada. Ia sangat kehausan tapi tidak berdaya. Ia benar-benar berada terpisah dan tak terjembatani.

Sungguh mengenaskan nasib si orang kaya setelah hidupnya di dunia berakhir. Kemewahannya berakhir. Penderitaannya dimulai. Semasa di dunia ia bisa hidup glamour, serba ada. Setelah periode di dunia berakhir, air setetespun ia tidak miliki. Sekaligus kebutuhannya tidak bisa dipenuhi. Air tanda kebutuhan paling sederhana saja ia tidak punya.

Apakah ini merupakan ganjaran buat setiap orang kaya? Di dunia dengan leluasa bisa hidup berbalutkan kemewahan. Tapi nanti, kelak, nasib seperti si orang kaya di atas, akan dijalani.

Saudaraku, Allah tidak melihat kekayaan sebagai pangkal yang menyebabkan orang kaya itu menderita. Dalam Alkitab tidak ada larangan menjadi kaya. Namun, sebab-musabab orang kaya itu menderita adalah ketidakpeduliannya. Setiap hari ia melihat Lazarus, setiap hari ia tidak mengacuhkannya.

Orang kaya itu tidak melihat kekayaan sebagai pemberian Tuhan, yang harusnya dipakai menolong orang lain. Ia salah mengelola kekayaan yang dimilikinya. Ia tidak melihat penderitaan orang menyentuh kalbunya. Sehingga meski setiap hari Lazarus berbaring di depan pintu rumahnya, Lazarus tidak merasakan berkat yang dimiliki orang kaya itu.

Saudaraku, orang kaya itu buta dalam kekayaannya. Kemiskinan ekstrim dan nyata setiap hari di depan matanya, ia tidak lihat. Berarti ia tidak pernah menatap mata yang penuh harap. Ia tidak pernah bisa mendengar suara batin yang merintih. Pola hidup mewahnya mengaburkan pandangan atas orang miskin, seperti Lazarus.

Saudaraku, kesenjangan hidup tidak hanya tergambarkan dalam kisah Lazarus dan orang kaya di atas. Kini pun masih terjadi. Ada orang yang masih bertanya, apakah besok bisa makan. Pertanyaan yang berisikan ketidakpastian. Pada sisi lain, ada orang yang bertanya, besok makan di mana. Pertanda hidup penuh kepastian dan bisa memilih jenis makanan. Tidak sebatas itu, di masyarakat kita kemewahan ekstrim dan kemiskinan ekstrim fenomena itu masih ditemukan.

Bersyukurlah, jika masih ada sosok yang masih jiwa peduli. Seperti dokter Lie Darmawan, yang perduli. Dan lebih bersyukur lagi, jika Anda dan saya termasuk bagian orang-orang yang peduli di tengah gereja dan masyarakat kita.

Kita berdoa: Tuhan, berilah kami jiwa yang melek atas yang menderita. Dan hati yang terbuka membantu mereka yang perlu uluran tangan.

Kami mendoakan hari yang istimewa buat mereka berulang tahun. Kiranya Tuhan mengaruniakan hati yang bersuka cita dan penuh syukur, serta panjang umur.

Tuhan, jadikan akhir pekan ini memberi ketentraman hati kami dan keluarga kami, baik yang sehat maupun yang masih sakit. Berilah perlindungan Tuhan menaungi sepanjang hari ini.

Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Lukas 16:23