Berbuah Dan Bermakna
Selamat pagi, bapak-ibu, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Malam telah berlalu, dan pagi yang baru telah datang. Sungguh kasih setia Tuhan terus beserta kita. Bahan refleksi harian: Markus 11:12-13a
Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. (13) Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu.”
Markus 11:12-13a
Saudaraku. Kita kerap mendengar kata “produktif”. Yakni kemampuan menghasilkan sesuatu. Jika seorang penulis disebut penulis produktif, berarti banyak tulisan yang dihasilkannya. Berkenaan dengan itu, kelihatannya pohon ara yang dijumpai Yesus dan rombongannya adalah pohon yang tidak produktif. Daunnya lebat, namun tidak ditemukan sebutir buah pun. Tetapi, memang bukan musim berbuah.
Jika memang belum waktunya, jelas saja pohon ara itu tidak berbuah. Bagaimanapun, jenis pohon berbuah punya musimnya sendiri untuk berbuah. Lalu, mengapa Tuhan mengambil tindakan sehingga pohon ara itu tidak akan pernah berbuah lagi? Sesungguhnya, Yesus tentu tahu perihal pohon bisa berbuah hanya pada waktunya. Di balik tindakan Yesus, Ia hendak memberi pesan dan pembelajaran.
Apakah pesannya? Apa maksudnya? Melalui tindakan terhadap pohon ara, Yesus mau menyatakan tidak ada arti kehidupan seseorang, jika tidak berbuah. Hidup bermakna bila ada yang bisa diberikan kepada orang lain.
Saudaraku. Di negeri Palestina terdapat dua danau. Satu bernama danau Tiberias. Dan satunya lagi terkenal disebut Laut Mati. Kedua danau itu mendapat air dari aliran sungai Yordan. Tapi, ada perbedaan kontras, mencolok sekali. Danau Tiberias menyimpan ikan yang berlimpah. Airnya menjadi sumber air minum memenuhi 70-80 prosen penduduk Israel.
Berbeda dengan danau atau Laut Mati. Tidak ada makhluk air yang bisa hidup, karena airnya mengandung tingkat keasinan yang di atas kewajaran. Sekaligus, airnya tidak bisa dikonsumsi.
Jelas, danau yang satu menghidupkan dan danau lain malah tidak. Pertanyaannya mengapa? Karena Danau Tiberias dia menerima air dari sungai Yordan, seiring dengan mengalirkan lagi. Sedangkan Laut Mati tidak. Setiap aliran air berhenti di danau/laut itu. Danau itu tidak mampu mengalirkannya, mengingat lokasinya 430,5 meter di bawah permukaan laut. Danau ini cuma menampung dan menampung, tidak mengenal mengalirkan lagi.
Jadi, mirip dengan hidup manusia. Jika manusia itu menerima kebaikan Allah, lalu berbuah buat orang lain, akan menghidupkan. Jika cuma menerima dan tidak mengenal memberi, hidupnya tidak produktif. Miskin makna.
Saudaraku. Mari hari ini kita menjadi orang yang produktif. Memberi buah. Sehingga hidup kita memberi efek suka cita dan kebahagiaan buat yang lain.
Saudaraku ada kisah kecil dari negeri Sakura, Jepang. Seorang kakek berusia 80 tahun mendaftar jadi relawan penanggulangan covid 19. Anak-anaknya keberatan. Takut tertular. Karena memang usia itu rawan terpapar. Apa jawab kakek itu kepada anak-anaknya, “lebih baik aku mati sedang melayani. Daripada kalian temukan aku mati di kamar panti jompo.” Artinya, kakek itu tahu arti hidup yang sesungguhnya.
Kita berdoa, “Tuhan, jadikan kami pribadi yang produktif. Mampu menghasilkan buah-buah kebaikan dan kebenaran. Sebab, Engkau sebagai panutan kami mengajarkannya. Dan Engkau sendiri telah lebih dulu melakukannya.
Kami serahkan pergumulan Saudara-saudara kami. Baik karena mempunyai harapan yang belum terkabulkan, karena kesulitan ekonomi, kesehatan belum kunjung sembuh maupun lainnya. Tuhan, tolonglah agar mereka menjadi lega karena Tuhan mekepaskan pergumulannya.
Doa ini, kami minta dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno