Allah Memilih Kita
Selamat pagi, ibu-bapak, oma-opa, dan saudara-saudara yang baik. Kita berterima kasih kepada Tuhan, kini kita memasuki hari baru. Seiring dengan itu, kasih-Nya sudah menanti kita. Inil adalah modal penting kita menjalani aktivitas di hari Senin ini. Bahan refleksi harian: Markus 15:21
Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon orang Kirene, Ayah Alexander dan Rufus yang baru datang dari luar kota dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus
Markus 15:21
Saudaraku. Apakah seseorang berjumpa dan mengenal Yesus suatu kebetulan belaka? Suatu hal yang tidak disengaja. Terjadi begitu saja? pagi ini kita mengingat tentang seorang bernama Simon, berasal dari Kirene. Ketika ia sedang berada di Yerusalem, pada saat itu ia berada di tempat Yesus sedang memikul salib menuju Golgota.
Yesus tengah berjalan ke tempat yang lebih tinggi dengan memikul salib yang berat. Berjalan ke bukit tanahnya menanjak. Rute demikian cepat menguras tenaga dan paru-paru bekerja keras menghirup udara. Sungguh, merupakan perjuangan.
Di tengah-tengah Yesus yang tertatih- tatih membawa salib. Seiring dengan itu mengalami kelelahan tinggi. Tenaganya terkuras. Di saat itulah Simon dari Kirene berada di sana. Para pengawal yang menilai Yesus sudah kewalahan berjalan dan membawa salib. Mereka lalu memaksa orang bernama Simon itu untuk menolong Yesus mengangkat salib. Simon menggantikan memikul salib.
Saudaraku, jelas para prajurit tidak kenal sama sekali siapa pria ini. Siapa namanya, dari mana dan ada kepentingan apa berada di Yerusalem. Bagi mereka, pria ini bisa dipaksa pengganti memikul salib. Bisa jadi Tuhan Yesus juga tidak mengenal dia. Injil kemudian memberi informasi kepada pembacanya siapa pria itu. Pria itu bernama Simon. Ayah Alexander dan Rufus.
Saudaraku, dari orang yang tidak dikenal ini Yesus merasakan tindakannya. Simon melakukan tindakan yang memberikan kesempatan Yesus untuk istirahat menarik nafas lebih lega. Juga kesempatan menghimpun tenaga baru. Walaupun Simon menggantikan memikul salib tidak lama. Sekaligus bukan inisiatifnya. Melainkan merupakan paksaan dari luar. Simon ternyata mau melakukan itu dengan sungguh-sungguh.
Bagi Simon, momen itu menjadi momen perjumpaan yang berharga dengan Yesus. Sebentar, namun sudah cukup membuat dia terkesan dan percaya. Kuncup iman tumbuh dari momen yang singkat itu. Dan kita percaya momen itu bukan kebetulan. Tapi Allah telah memilih milih Simon melalui tindakan para prajurit yang memaksa Simon.
Kita pun percaya kepada Yesus bukan kebetulan belaka. Itu Allah sendiri yang telah memilih kita. Jika Allah memilih kita, kita mencintai Allah juga harus dirancang. Pilihan tindakan yang disengaja. Termasuk, mengasihi orang-orang yang kita cintai. Entah kepada orang tua, pasangan hidup, putra-putri, sahabat. Termasuk mengasihi gereja kita. Komunitas kita. Dan yang lainnya.
Bagaimanapun cinta itu melegakan. Sama sekali tidak ingin merepotkan orang lain. Cinta tidak ada keinginan menyusahkan orang lain. Sebaliknya cinta meringankan dan memberi hati yang lega bagi orang yang sedang mengalami kesulitan.
Mari. Kita melakukannya dengan sepenuh hati, tindakan cinta yang lahir dari hati. Niscaya, dari sana melahirkan tindakan yang dilakukan dengan sukacita dan kerelaan. Wujud ungkapan yang tulus. Dengan demikian, sepanjang hari ini kita semua ketika beraktivitas. Aktivitas yang dinafasi cinta.
Kita berdoa: Tuhan, nyalakan api cinta kami kepada-Mu dan sesama kami serta kepada siapapun. Kiranya kami mencintai dengan sepenuh hati dan membawa suka cita.
Kami mendoakan buat saudara-saudara yang berulang tahun Semoga penyertaan Tuhan selama ini makin mendewasakan mereka. mereka bersyukur atas berkat-berkat Tuhan yang telah diberikan.
Demikian juga yang sakit. Tuhan jamahlah mereka dengan kasih-Mu. Kiranya pemulihan dan kesembuhan terjadi.
Doa ini, kami naikkan dalam nama Yesus. Amin.