Refleksi Harian: Matius 20:28

Melayani Bukan Dilayani

Selamat pagi, Saudara-saudaraku yang baik. Malam telah kita lalui. Kini kita memasuki pagi yang baru di hari yang baru. Mari, kita mesyukuri cinta kasih Tuhan yang telah hadir di hari baru. Bahan refleksi harian: Matius 20:28

Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang

Matius 20:28

Saudaraku, akrab di telinga kita kata “ subyek” dan “obyek”. Jika kita memberi sesuatu kepada orang lain. Itu berarti kita tengah menjadi “subyek”, pelaku. Tapi, kita menerima sesuatu dari orang lain. Itu tandanya kita menjadi “obyek”. Sasaran yang menerima.

Bagaimanapun, dalam konteks atau situasi tertentu, menjadi “obyek” itu hal yang menyenangkan. Jika kita diminta memilih antara memberi uang atau menerima uang. Jelas, kebanyakan orang mau berada pada posisi obyek, sasaran yang menerima. Siapapun lebih suka dihormati daripada menghormati.

Saudaraku. Dalam hal dunia pelayanan, lebih menyenangkan mana antara melayani atau dilayani? Bila kita tidak merasa malu sama Tuhan, seseorang bisa cenderung ingin dilayani daripada melayani.

Apalagi, lingkungan kita lebih terbiasa dilayani. Memakai istilah Rhenald Kasali, dalam masysrakat kita tumbuh apa yang disebut “generasi servis”. Serba dilayani. Anak dibesarkan oleh pembantu rumah tangga, atau bisa juga babysitter. Untuk belajar didampingi guru-guru les yang disewa orang tua. Bepergian ke luar negeri pakai biro perjalanan, urus paspor pakai calo. Mereka seolah-olah tinggal di sangkar emas dengan siap dilayani.

Firman Tuhan sebaliknya memperkenalkan dan mempromosikan melayani, bukan dilayani. Bukankah ini ajakan kurang populer? Mengapa bukannya dilayani saja, yang rasanya menyenangkan dan membanggakan? Dilayani itu bisa membuat hati berbunga-bunga. Bangga plus suka cita.

Saudaraku, kita tahu melayani pasti mengandung kerepotan. Kita lebih banyak berkorban. Orang lain menjadi titik perhatian, bukan diri kita sendiri. Sementara itu, bagi yang tadi disebut generasi servis lebih banyak dan lebih senang dilayani. Pengorbanan itu meminta sesuatu dari kita. Bahkan meminta banyak hal. Bisa waktu, tenaga, pikiran maupun harta benda. Bahkan, Yesus karena falsafah hidupnya adalah melayani, bukan dilayani. Sampai Ia harus ikhlas berkorban nyawanya sendiri.

Yesus adalah Allah Sang Pemilik Kehidupan, Ia datang bukan menuntut agar manusia melayani-Nya. Sebaliknya, Dialah Allah Yang Maha Agung turun melayani langsung. Dari mulai menyeka kaki para murid-Nya, hingga Dia harus menjalani salib.

Saudaraku, orang yang melayani memang berkorban. Tapi, berangkat dari situ orang lain melihat kebesaran jiwanya. Ketulusan hatinya. Sekaligus keteguhan tekadnya. Kebesaran sosok seseorang terletak pada kesediaan dirinya mau melayani.

Selain itu, orang yang terlatih menenuhi panggilan melayani, bukan dilayani justru mengangkat dirinya. Allah akan memberi ganjaran yang terbaik. Sama seperti Kristus, dari pengosongan diri itulah Dia ditinggikan. Dan Allah mengaruniakan nama di atas segala nama.

Kita berdoa: Tuhan, ajarlah kami melihat kemuliaan yang disediakan bagi yang mau menjadi subyek dalam pelayanan. Betapa besarlah orang melakukan pelayanan ketimbang menjadi orang yang menjadi “obyek”.

Kami mendoakan mereka yang sakit. Kami percaya Engkau tidak tinggal diam melihat anak-anak-Mu terbaring sakit. Kami membawa kepada Tuhan saudara-saudara kami yang akan menjalani operasi hari ini di rumah sakit. Kami memohon operasi berjalan lancar dan sembuhkanlah dia, ya Tuhan.

Tuhan, Engkau mengaruniakan hari yang penuh suka cita atas diri saudara kami yang berulang tahun. Kiranya suka cita, rasa syukur dan kondisi aman besertanya dan keluarga berbahagia.

Dalam satu nama doa ini dialaskan yakni pada nama Yesus Kristus. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Matius 20:28