Menggunakan Akal
Pagi baru telah tiba. Pertanda Tuhan memberi kita kepercayaan untuk mengisi kehidupan hari ini. Selamat pagi, bapak-ibu, oma-opa dan Saudara-saudaraku yang baik. Syukur dan terima kasih kita kepada Tuhan sebab kita masih dipercaya untuk hidup. Bahan refleksi harian: Matius 22:37
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu
Matius 22:37
Saudaraku. Siapa yang tidak tahu bahwa perbuatan yang merupakan panggilan orang kristen adalah mengasihi. Bahkan kerap dijadikan ciri khas ajaran etika kristen. Tindakan kita sudah tepat atau belum dengan pemakaian ukuran kasih. Baik kepada Allah maupun kepada sesama.
Dalam melakukan kasih Yesus meminta kita melakukannya dengan kesungguhan dan totalitas. Hal ini terlihat dengan ungkapan segenap “hati”, “jiwa” dan seluruh “ akal budimu”. Artinya kasih itu merupakan perbuatan serius, sehingga mengasihi Allah itu juga serius. Bukan asal-asalan dan sambil lalu.
Ada yang menarik bahwa mengasihi Allah juga harus dengan “akal budimu”. Pakai rasio. Menggunakan nalar. Mengapa? Bukankan kita sering mendengan ucapan atau ungkapan, “percaya pada Tuhan jangan pakai akal. Percaya saja. Cukup”.
Saudaraku, di sinilah kita belajar bahwa dalam pengalaman kekristenan, terjadi pemaknaan keliru. Ada pemimpin agama yang keliru menerapkan hukum kasih dan iman kepada Allah. Yakni, membius pengikutnya justru mengasihi dan beriman dengan mengabaikan nalar. Seolah-olah akal atau otak bertentangan dengan iman.
Apa akibatnya? Muncul ajaran dan ajakan yang ‘tidak masuk akal’. Dulu, di Bale Endah, ada kelompok tertentu yang mengajarkan bahwa Tuhan Yesus akan turun dari surga di Bale Endah, Bandung. Dan akan mengangkat ke surga orang yang beriman kepada-Nya. Pemimpinnya meminta agar menanti datangnya peristiwa itu, mereka berdoa dan puasa.
Pengikutnya tidak ada yang mempertanyakannya. Karena itu tadi, keberimanan tidak boleh kritis. Terima saja. Jangan pergunakan otak. Dan ujungnya berakhir dengan kekecewaan dan kekeliruan. Bukan Tuhan Yesus yang turun, tapi polisi. Bukan diangkat ke surga anggota kelompok itu, tapi diangkat ke atas truk.
Saudaraku. Ajaran dan kasih yang benar melibatkan semua unsur kemanusiaan kita. Ada emosi. Ada jiwa. Ada hati. Dan juga melibatkan akal. Ketika akal tidak dipergunakan, banyak orang jatuh pada kepercayaan dan perbuatan keliru. Nama Allah disebut tapi di belakang itu rawan dengan manipulasi dan ketidak jujuran.
Saudaraku, beberapa tahun lalu terjadi kehebohan. Seorang anak kecil bernama Ponari terkenal se-Indonesia. Karena, dia dipercaya punya batu yang bisa menyembuhkan penyakit apa saja. Orang yakin, bahkan percaya. Berbondong-bondong menuju kediaman bocah itu. Kini di mana dia. Belum lagi, kejadian orang yang mengaku mampu menggandakan uang. Ribuan orang mendatanginya. Percaya. Kini, kisahnya hilang dibawa waktu.
Itu semua, sikap dan praktik percaya yang tidak melibatkan otak. Nalar. Berpikir logis. Dan jelas, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa mengasihi Allah kita harus pakai akal dan budi. Akal tidak boleh ditinggalkan. Jika tidak, ajaran-ajaran penuh kebohongan akan datang dan pergi serta terdapat orang beriman yang jadi korbannya. Mari, kita beriman dan mengasihi Allah dengan segenap unsur kemanusiaan kita, termasuk akal di dalamnya.
Kita berdoa: Tuhan mampukan kami kami mengasihi Engkau dengan benar, sehingga kami tidak dikecoh oleh ajaran-ajaran yang tidak berkenan di hadapan-Mu.
Kami berdoa agar sepanjang hari ini, kami hidup dalam perlindungan dan penyertaan-Mu. Demikian juga keluarga yang kami kasihi. Seluruh doa kami panjatkan dalam nama Tuhan Yesus. Amin.