Refleksi Harian: Yeremia 38:6

Pahit Tapi Mengobati

Selamat pagi, selamat berakhir pekan, ibu-bapak, kakek-nenek dan Saudara-saudaraku tercinta. Dengan setia mentari terbit di Timur di pagi hari. Itu pertanda hari baru. Lebih dari itu pertanda cinta kasih Tuhan yang terus setia menyapa kita. Bahan refleksi harian: Yeremia 38:6

Maka mereka mengambil Yeremia dan memasukkannya ke dalam perigi milik pangeran Malkia yang ada di pelataran penjagaan itu; mereka menurunkan Yeremia dengan tali. Di perigi itu tidak ada air, hanya lumpur, lalu terperosoklah Yeremia ke dalam lumpur itu.

Yeremia 38:6

Saudaraku, tidak semua orang siap menerima sebuah nasihat yang jujur dan terus terang. Terlebih jika nasihat itu pahit isinya dan tidak bernada membawa suka cita. Yeremia sebagai nabi Allah harus menyampaikan nasihat kepada penguasa maupun rakyat biasa. Tapi nasihatnya tidak berkenan di hati. Untuk itu, harus menghadapi bagaimana resikonya.

Yerusalem tengah berada dalam ancaman pengepungan. Raja dan rakyat ingin mendengar kabar menggembirakan dari nabi Allah. Yaitu Allah akan melindungi dan memampukan mereka bertahan.

Justru suara nabi Yeremia berbeda dengan harapan ( ekspektasi) mereka. Saran nabi agar mereka keluar dari kota Yerusalem. Karena tentara Firaun yang waktu itu membantu akan kembali ke Mesir. Keluar dari Yerusalemlah pilihan tepat bukan tetap mengandalkan kekuatan Mesir.

Rupanya nasihat yang jujur. Tidak punya kepentingan pribadi ini. Justru mengecewakan raja Zedekia, pegawai dan rakyatnya kecewa. Mereka tidak siap dengan nasihat itu. Nasihat itu bukan kabar gembira dari Tuhan.

Apa akibatnya, alih-alih mereka makin dekat Tuhan. Malah para pemuka menghukum nabi Yeremia. Mereka menganggap berkhianat. Sang nabi menerima tuduhan berat, pengkhianat. Dalam situasi perang sangsi untuk pengkhianat cuma satu. Yakni hukuman mati.

Mereka menurunkan nabi Yeremia ke sebuah perigi. Perigi ini dipakai untuk menampung air hujan sepanjang musim dingin dan menyimpannya untuk musim panas; bentuknya seperti lonceng, bagian atasnya terbuka sekitar satu meter lebarnya. Para pejabat tahu bahwa Yeremia tidak akan bertahan lama di dalam perigi itu. Yeremia menderita sekali dan kelak akan mati.

Saudaraku, hamba Tuhan yang menyatakan kebenaran itu harus menerima kenyataan pahit. Tapi, bukan berarti ditinggalkan Tuhan. Di saat kritis, Tuhan menolong dengan memakai seorang Ethiopia yang melihat kejadian itu. Dengan menggunakan baju-baju bekas yang diikatkan satu sama lain, ia mengeluarkan nabi Yeremia dari lubang perigi, dan selamatlah.

Saudaraku. Suara Tuhan tidak selalu sesuai keinginan kita. Meskipun demikian, suara Tuhan berorientasi menolong kita. Jalan dan suaranya bisa jadi pahit, tapi mengobati. Buat apa suara yang manis, menina bobokan, enak didengar tapi ujung-ujungnya mencelakan. Semoga telinga dan hati kita siap menerima nasihat dan suara Tuhan yang rasanya pahit bahkan pedas tapi mengobati.

Kita berdoa: Tuhan ajar kami menerima dan mengikuti jalan-jalan yang Tuhan nasihatkan. Meskipun memerlukan kesiapan hati menerimanya.

Kami mendoakan saudara kami yang mengecap kebaikan Tuhan. Dalam berbagai bentuk kebaikan-Mu menyentuh hidup kami.

Buat opa-oma yang lansia, Tuhan berikan hati yang gembira dan penuh syukur bersama keluarga. Buat yang isoman dan sakit lain dirawat di RS, mereka merasakan kehadiran-Mu.

Sertai kami hari Minggu ini, tuntun kami beribadah lewat media virtual. Sehingga kami tetap setia dalam situasi apapun. Dalam nama Yesus, doa ini kami panjatkan. Amin.

Oleh Pdt. Supriatno

Refleksi Harian: Yeremia 38:6