Ranting Yang Berbuah
Selamat pagi, bapak-ibu, opa-oma, Saudara-saudaraku yang baik. Puji syukur dan trrima kasih kepada Allah, yang kasih setia-Nya kepada kita tidak berubah. Pagi ini pun, kita merasakannya. Kita masih membuka mata dan melihat betapa baiknya Tuhan atas kita. Bahan refleksi harian: Yohanes 15:4.
Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
Yohanes 15:4
Saudaraku, pohon anggur adalah salah satu pohon buah yang populer. Sejak ribuan tahun lalu buah jenis pohon ini merupakan salah satu buah favorit di tanah Palestina. Buahnya manis dan lezat bisa dimakan langsung, bisa pula diolah menjadi minuman. Hingga kini buah anggur amat disukai, meski harganya tidak bisa dijangkau semua kalangan.
Orang percaya hidupnya diumpamakan sebagai ranting pohon anggur. Tuhan Yesus sendiri yang mengumpamakan Anda dan saya bagaikan ranting anggur. Paling tidak, ada dua aspek yang bisa kita serap maknanya dengan kiasan sebagai ranting anggur. Pertama, kita punya relasi erat. Dekat sekali. Ranting tetap hidup harus melekat pada batangnya. Jika tidak menempel pada batang, ranting akan mati kering.
Kedua, sebagai ranting tidak cuma hidup tapi juga harus berbuah. Ranting yang tidak produktif, tidak berbuah adalah ranting yang tidak ada gunanya. Buat apa nempel terus jika tidak produktif. Ranting yang hidup tidak cukup. Ranting itu musti berbuah. Ranting yang cuma hidup namun tidak menghasilkan anggur akan ditebang. Jadi, ranting itu harus hidup sekaligus berbuah. Jika hidup saja ranting tidak cukup dan tidak berguna. Kondisi ranting demikian pasti dibuang.
Saudaraku, Anda dan saya hanya bisa hidup jika kita menempel pada Allah. Kita tidak dapat hidup jika tidak terlepas dari Allah. Di luar tidak ada kehidupan sejati. Seiring dengan itu, keberadaan Anda dan saya tidak cukup jika cuma bisa hidup. Apa artinya punya daun lebat, tapi tiada berbuah. Hidup yang tak berbuah sama dengan kehidupan yang bisa dicampakkan dibuang. Hidup kita harus disertai dengan kemampuan berbuah. Berbuah. Berbuah dan berbuah. Hidup yang produktif itulah misi kita.
Berbuah bisa dimaknai hidup yang bermanfaat bagi orang lain. Hidup yang berbuah mengandung arti bisa berbuat baik. Jadi, kemampuan kita bisa hidup yang berbuat baik hanya mungkin jika kita hidup melekat pada Allah. Allah adalah sumber nutrisi. Allah pusat kehidupan. Dan kita punya kontak khusus dan unik dengan Allah. Dari sinilah, relasi dengan Allah harus dijaga, dirawat dan dikembangkan.
Saudaraku, mengaku kristen, tapi praktik hidupnya tidak mencerminkan seperti pengakuannya. Kata- kata atau “ ngomong” tanpa tindakan. Kekristenannya sekedar manis di bibir (lip service). Itulah ranting yang tak berbuah.
Aneh. Jika ada orang yang mengaku hidupnya dekat dan di dalam Allah. Hidupnya tidak menghasilkan perilaku yang menyejukkan. Sungguh ironi mengklaim dekat Tuhan, Bukannya kebaikan yang diperbuatnya, melainkan tindakannya menakutkan orang lain. Perbuatannya menimbulkan teror, bukan kedamaian dan rasa lega.
Allah adalah sumber kehidupan dan kebaikan. Berbahagialah kita yang hidup di dalam Allah dan Allah di dalam kita. Niscaya dalam perbuatan dan hidup kita terpancar kemuliaan-Nya.
Kita berdoa, “Ya, Allah, kiranya hidup kami mampu berbuah. Sehingga hidup kami berguna buat sesama dan menciptakan hidup yang melegakan hati orang lain.”
Doa ini, kami serahkan kepada-Mu. Kiranya Tuhan berkenan memenuhinya. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno