Marahnya Tuhan Yesus
Selamat pagi, ibu-bapak, mbak-mas, oma-opa dan Saudara2ku yang baik. Semoga pagi ini, kita menghirup udara hari baru seraya mengucap syukur kepada Allah. Semoga sepanjang hari ini hati kita cerah dan kesehatan kita terjaga. Bahan refleksi harian: Yohanes 2:15.
Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya
Yohanes 2:15
Saudaraku, salah satu kepribadian yang baik adalah sabar. Mampu mengontrol diri. Sehingga orang yang marah dianggap ekspresi emosional yang harus disembunyikan. Kita kerap diminta melakukan pengendalian diri. Tidak boleh marah secara terbuka. Kurang baik marah-marah di depan publik. Semakin trampil mengatur emosi, maka itu makin baik.
Lalu, jika kepribadian ideal yang ditanamkan seperti itu, bagaimana dengan Yesus, Tuhan kita? Bukankah firman Tuhan memberi kesaksian justru Ia sedang marah? Kita tahu, profil Yesus selalu digambarkan atau dilukiskan penuh kelembutan dan penuh kasih sayang. Mata-Nya teduh. Menentramkan hati. Wajah-Nya penuh pancaran kewibawaan.
Melalui profil demikian kita dapat menangkap kepribadian-Nya yang penuh kasih. Saat menatap wajah Yesus dalam lukisan-lukisa yang kita kenal, mengalirlah rasa tenang pada diri kita. Sang pelukis ingin menampilkan Yesus seperti kesaksian kitab-kitab Injil.
Satu hal yang mengusik adalah mengapa sulit menemukan profil Yesus yang sedang marah? Pertanyaan ini tidak bermaksud mengada- ada, atau main-main. Sebab, momen Yesus, Tuhan kita marah bahkan marah sekali didukung fakta.
Ya, betul. Jarang sekali Yesus yang marah dilukiskan secara visual. Padahal, siapa yang tidak tahu Yesus beberapa kali mengekspresikan kemarahan. Kemarahan yang tidak dibuat-buat. Ketika suatu hari Dia diundang makan di rumah seorang Farisi, di sana Dia mengecam orang Farisi dan ahli Taurat, “Celakalah, hai orang Farisi..hai ahli Taurat. Hai orang munafik”. Itu diungkapkan 6 kali. Bukan main.
Saudaraku, selain ungkapan kemarahan di atas. Yesus meluapkan kemarahan-Nya secara langsung. Terbuka di muka umum. Yakni kemarahan-Nya di Bait Allah. Meja tempat penukaran uang dan burung-burung yang dijual, ditunggang balikan. Sungguh, itu kemarahan serius.
Saudaraku, jelas Alkitab tidak menutup-nutupi Yesus yang beberapa kali marah. Tapi bukan marah karena tidak bisa mengendalikan emosi (anger management). Bukan tipe temperamental. Bukan karena mudah tersinggung, lalu marah. Merasa kurang dihormati kemudian marah. Tuhan Yesus bukan sosok “ baper” (bawa perasaan).
Bukan corak kemarahan karena melindungi kepentingan pribadi. Ia marah dengan orang yang tidak mau bertobat karena merasa benar. Ia marah melihat praktik manusia yang menindas sesamanya. Ia marah, tatkala tempat suci dijadikan wilayah mencari keuntungan.
Saudaraku, dengan demikian sebenarnya Yesus adalah Tuhan yang juga bisa marah hingga kini. Praktik hidup dan peringai yang merugikan sesamanya, Ia tetap marah. Jika ada orang yang mengeruk keuntungan harta dan kuasa di gereja-Nya, Ia juga marah. Maka, hindarilah corak kehidupan yang merugikan orang lain. Ia marah agar kita bersikap sesuai norma yang benar.
Dimarahi manusia saja kita panas dingin, apalagi dimarahi Tuhan. Jangan pernah, Saudaraku.
Dengan kata lain, Tuhan Yesus bersuka cita jika kita umat-Nya menaruh respek atau hormat atas keberadaan orang lain. Ia bergembira jika kita selaku hidup berdampingan dalam keutuhan dan kepatuhan. Ia pun diluapi rasa senang, manakala kita menjaga dan memelihara ‘hartanya’ yang menjadi milik gereja. Yakni ibadah yang tulus dan murni. Sekali Allah murka, sungguh malapetaka bagi kehidupan. Kiranya kita sadar Allah tidak main-main, dan janganlah Dia dipermainkan.
Kita berdoa, Tuhan, tolonglah, kami insan ciptaan-Mu yang kerap melakukan kesalahan. Jauhkanlah tindakan, ucapan dan sikap kami yang membuat-Mu marah.
Inilah, doa kami Tuhan. Dengarlah dan kabulkanlah. Amin.
Oleh Pdt. Supriatno