Rumah Tempat Ibadah

Oleh Pdt. Supriatno

Firman Tuhan hari ini diambil dari Mazmur 27:4, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.”.

Selamat pagi, ibu-bapak dan seluruh Saudara yang dikasihi Allah. Selamat memasuki akhir pekan. Terpujilah Allah yang selalu berkarya dalam kehidupan alam semesta, yang menjadikan kita dikasihi-Nya.

Saudaraku, ada ‘penyakit’ yang namanya “homesick”. Sebenarnya bukan penyakit pada umumnya, melainkan suatu perasaan rindu berat sama rumah. Jika Saudara yang meninggalkan rumah untuk kurun waktu lama, entah karena studi, pekerjaan atau urusan tertentu. Apakah ke luar kota atau ke luar negeri bisa terpapar rasa rindu untuk pulang ke rumah. Rindu suasananya. Rindu berjumpa ayah-ibu, rindu bertemu istri/ suami dan anak. Masakan khas buatan ibu atau istri, sapaan keluarga, ngobrol sama saudara sekandung, tanaman di taman, barang-barang milik pribadi.

Saudaraku, itu semua kerap yang menjadi sebab utama rindu rumah. Ketika saya sedang mengingat masa lalu, maka bagian yang juga melintas adalah rumah. Modelnya, ruang-ruang yang jadi tempat tidur, tempat bermain atau bekerja semasa kita tinggal di dalamnya, terutama masih kecil hingga pemuda.

Memang rumah itu punya magnit yang menarik hati kita. Emosi kita bisa diaduk-aduk oleh sosok bangunan yang bernama rumah. Sesederhana apapun rumah kita, di sanalah berbagai peristiwa terjadi. Suka maupun susah, rumah kita menjadi saksinya. Pengalaman hiduppun dirajut di bawah atap rumah. Pengalaman merawat dan membesarkan anak. Pengalaman membangun perkawinan.

Di sanalah, di sebuah tempat yang kita sebut rumah. Sekaya apapun seseorang, rasanya janggal jika dia menghabiskan dan menikmati hidup di sebuah hotel. Sungguh, rumahlah yang merekam semua peristiwa penting yang terjadi atas kita.

Menarik, bahwa dalam kesaksian Kitab Injil rumah juga menjadi tempat Tuhan Yesus berkarya. Di bawah atap rumah, Dia mengajar, juga termasuk membahagiakan orang lain. Tuhan Yesus menyembuhkan ibu mertua Simon di rumahnya. Dia mengunjungi rumah Martha dan Maria. Di rumah mereka, Yesus mengajar pentingnya mendengarkan suara-Nya daripada bersibuk ria menyiapkan makanan untuk-Nya. Bermalam di rumah Zakeus, Yesus menjadikan pemiliknya berkomitmen melakukan perubahan sikap dan karakternya. Di sebuah rumah pula, Yesus memulihkan kepercayaan murid-Nya setelah mereka kecewa dengan kematian-Nya. Jadi, rumah itu istimewa. Punya tempat tersendiri di hati Tuhan Yesus, demikian juga hati semua manusia.

Saudaraku, itulah rumah. Dia bukan sekedar bangunan fisik yang terbuat dari batu, bata, semen, ubin, genteng, kayu. Di mata kita rumah menjadi bagian dari narasi atau kisah hidup kita. Di sanalah kita hadir, tumbuh dan menjalani hari-hari kehidupan dengan aneka rupa pengalaman dan peristiwa. Di sanalah, ya di rumah kita, kita merasa lega jika tiba setelah menjalani kegiatan di tempat tertentu. Di sanalah, di dalam rumah rasa aman kita temukan.

Dengan gambaran di atas, kini kita lebih mengerti bagaimana pemazmur ingin di rumah Tuhan seumur hidupnya. Rumah itu nyaman, apalagi rumah Allah. Allah pemilik-Nya pasti menjadikan barangsiapa yang masuk dan tinggal akan merasa betah. Sebab Allah menyediakan kenyamanan dan keamanan tersedia di sana. Itu sebabnya, pemazmur rindu untuk tinggal bukan untuk satu atau dua hari, bukan untuk satu atau dua tahun, melainkan seluruh masa hidupnya dia ingin sekali diam di sana.

Di rumah Allahlah, pemazmur merasakan Allah itu murah hati. Itu artinya tinggal bersama Allah tidak akan kekurangan. Tidak ada masa paceklik, yang serba kekurangan. Di rumah Tuhan itu serba melimpah. Yang kita butuhkan, Allah saja yang Maha Pemurah memenuhinya. Rumah Tuhan yang dimaksud adalah Bait Allah. Atau saat ini Gereja-Nya. Jadi, Gereja Tuhan itu menjadi tempat batin yang lelah disegarkan lagi. Tempat buat yang luka hatinya mendapat perawatan dan penyembuhan. Yang luka batin dibalut. Di rumah Allah orang yang terasing dengan sesamanya mendapat rangkulan hangat persaudaraan.

Saudaraku, jika yang dimaksud rumah Allah sama dengan Gereja-Nya yakni persekutuan kita, berarti ada tugas di pundak kita. Tugas kitalah kini menjadikan persekutuan yang anggotanya memiliki hati yang hangat. Semua merasa diperlakuan penting dan terhormat. Saling kenal dengan ikatan persahabatan yang kuat. Sehingga suasana persekutuan bikin betah. Betah oleh sebab persaudaraannya. Betah sebab menemukan suasana saling memberi perhatian. Betah bukan hanya asyik dilayani, tetapi juga ringan tangan dan hati yang siap melayani. Kita berupaya keras agar tidak menjadi persekutuan yang tidak saling perduli. Tandus cinta kasih, karena anggotanya hanya memikirkan hidupnya sendiri-sendiri.

Di pundak kita, Allah memberi panggilan untuk membangun Gereja Allah sebagai rumah bersama kita. Rumah yang menjadi saksi keimanan dan kesetiaan kita kepada Allah. Rumah yang mewadahi dan menyalurkan berkat dari anggotanya yang murah hati. Rumah yang hati anggotanya saling terpaut dan enggan dipisahkan satu sama lain. Seiring sejalan. Sehati-sepikir.

Saudaraku, jika kini karena situasi karena Virus Korona, kita memilih ibadah Minggu di rumah. Jangan mengecilkan arti rumah. Bukankah seperti diutarakan di atas, Tuhan Yesus mengajar dan menyembuhkan di dalam rumah pula. Di rumah meski sebagai persekutuan itu unit yang terkecil, Tuhan Yesus menghargainya. Tuhan Yesus tidak menyepelekan rumah. Rumah punya makna agung dan indah di mata Tuhan Yesus. Karena itu, esok kita beribadah di rumah, kita temukan lagi kehangatan rumah. Di sana kita memuji Tuhan sepenuh hati. Kita memuja Allah dengan segenap rasa.