Selamat pagi, ibu-bapak, oma-opa dan saudara-saudaraku yang baik. Malam telah berlalu, pagi yang baru telah tiba. Puji syukur kepada Tuhan, Ia mendampingi kita sejak Senin hingga Sabtu.
Bacaan yang menjadi titik tolak refleksi diambil dari, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi. Di bumi ngengat dan karat merusakkannya, dan pencuri membongkar dan mencurinya.”
Matius 6:19
Saudaraku, ada sebuah kisah lama. Suatu hari seorang pendeta mengunjungi rumah teman lamanya, seorang kaya raya. Yang kemudian mengajaknya naik ke sebuah bukit. Di sana mereka melihat pemandangan luas, demikian juga melihat hal-hal yang dimiliki orang kaya tersebut.
“Pak Pendeta”, kata orang kaya itu. “Saat pertama aku datang ke sini, aku tak punya uang. Coba lihat, tanah di sepanjang selatan sampai utara dari rumahku. Sekarang milikku. Dan lereng bukit itu sampai ke barat yang dipenuhi hutan lebat. Itu juga milikku.”
Pendeta itu, menatap berkeliling dengan kagum. Betapa besar pencapaian teman lamanya itu. Dulu, dia miskin, kini dia seorang kaya raya. Kemudian, sang pendeta itu menatap ke langit dan telunjuknya diarahkan ke atas.
Ia bertanya, “berapa banyak yang kau miliki di sana?”, mengajukan pertanyaan itu dengan lembut. Orang kaya itu terdiam, ia menundukkan kepala dengan rasa malu.
Saudaraku, esensi atau inti cerita itu, punya pesan yang menyerupai dari nasihat Tuhan Yesus. Banyak orang berkonsentrasi bahkan bergulat tanpa lelah mengejar kekayaan di bumi. Lalu lupa bahwa kekayaan demikian sangat rentan. Tidak abadi. Kekayaan itu memang bekal hidup, tapi hidup di bumi ini. Sedangkan iman berkata, ada episode atau lanjutan hidup setelah di dunia ini.
Bekal hidup berupa harta benda tidak mencukupi untuk kelanjutan hidup di sana itu. Harta di dunia bahkan bisa hilang dicuri. Dan benda demikian sifatnya bisa rusak atau hancur.
Saudara bisa lihat pakaian atau kertas yang dimakan ngengat. Hancur. Tidak berbentuk lagi. Atau besi yang dimakan karat, lama-kelamaan rapuh kekuatannya dan hilang keindahannya. Dengan menyoroti kekayaan punya sifat demikian, bukan berarti Tuhan Yesus anti kekayaan. Lalu mengajarkan kita untuk menjadi miskin. Tidak sama sekali.
Yang mau disampaikan kepada Anda dan saya, kekayaan perlu. Cuma ingat bahwa masa berlakunya buat menopang hidup di dunia saja. Ungkapan populer di masyarakat kita, “kekayaan itu tidak dibawa waktu mati”. Oleh karena itu, orang yang lupa misi atau tujuan utama hidupnya, bila hanya berfokus pada pencarian dan pengumpulan harta duniawi.
Saudaraku, orang yang terobsesi atau pikirannya terpaku pada pencarian harta benda, sama seperti kisah di atas. Dia lupa untuk kehidupan paska di dunia ini, kita butuh harta surgawi.
Hari ini, Sabtu. Sisihkan waktu buat keluarga bersama menikmati dan berbagi kehangatan cinta kasih. Kita pun tetap memberi waktu berharga buat Tuhan. Orang yang hanya berkonsentrasi mencari dan menumpuk harta. Itu sama dengan orang kaya yang bodoh dalam perumpamaan Tuhan Yesus. Ketika malaikat datang, ia tidak bisa menolak kematian. Dan orang kaya itu tidak menyiapkan diri untuk menghadapi momen itu. Momen yang akan dihadapi dan dialami setiap orang.
Kita berdoa, Tuhan ajarlah kami bijak. Mencari harta surgawi tidak dikakahkan oleh orientasi cuma mencari dan mengutamakan harta duniawi.
Kami berdoa buat kesehatan saudara-saudara kami yang sakit. Tuhan karuniakan pemulihan dan kesembuhan. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.